Salin Artikel

"Study Tour" Dilarang, GIPI DIY Khawatir Wisatawan Turun jika Pemerintah Tak Tegas

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) khawatir larangan study tour di beberapa daerah bakal berpengaruh pada jumlah wisatawan di DIY.

Ketua GIPI DIY Bobby Ardiyanto menjelaskan, wisatawan ke DIY bakal berkurang jika tidak adanya ketegasan regulasi dan monitoring evaluasi (monev).

"Kalau itu terjadi dan tidak diluruskan, tentunya pasti akan berdampak di pariwisata DIY yang memiliki segmentasi pelajar," kata Bobby saat dihubungi, Senin (20/5/2024).

Lanjut Bobby, kecelakaan yang menimpa rombongan study tour sering terjadi dan hal ini terulang, lantaran kurangnya monitoring evaluasi serta ketidaktegasan regulasi yang menjadikan pelaku usaha melanggar sehingga abai dan lalai akan keselamatan penumpang.

Ia meminta bagi pemangku kebijakan melakukan penegakan regulasi, seperti pembatasan usia armada dan tata niaga yang sehat.

"Secara tegas dan pencabutan izin usaha serta proses hukum sesuai hukum yang berlaku sebagai bentuk punishment atas kelalaian dan pelanggaran yang mengakibatkan meninggal dunia," kata dia.

Kedua, lanjut dia, bagi pelaku usaha perlu dibuat aturan atau standar yang berlaku sehingga pelaku usaha tidak semata-mata mengejar keuntungan tanpa mengutamakan keselamatan pengguna jasanya.

"Perlunya dibuat standar ekosistem usaha dan tata niaga yang sehat, terkontrol dan terevaluasi, serta pelayanan yang teredukasi serta terawasi oleh sistem agar pelayanan prima sesuai standar pelayanan yang ditetapkan dapat terwujud," kata dia.

Ketiga, bagi masyarakat atau pengguna jasa dapat mengubah pandangannya, yakni dengan mengutamakan standar kualitas pelayanan dibandingkan dengan harga murah.

"Agar bisa mendorong iklim usaha yang melakukan persaingan atas dasar pelayanan prima bukan sekedar bertarung harga dan cara business yang negatif," beber dia.

Menurut dia, ketiga hal itu seharusnya dimulai sejak saat ini sebagai momentum perubahan dunia pariwisata yang bertanggung jawab.

"Mari bersama menjadi bagian dari perubahan pariwisata Indonesia yang bertanggung jawab dan menyudahi kejadian-kejadian pariwisata yang negatif dan merugikan semua pihak," ucapnya.

"Ini momentum untuk membenahi tata niaga pariwisata yang sehat dan bertanggung jawab yang didukung oleh regulasi pemerintah yang tegas dan implementatif, serta pemahaman masyarakat akan keselamatan - keamanan dan kenyamanan dalam berwisata, bukan hanya harga yang murah," pungkasnya.

Sebelumnya, Pemerintah Kota Yogyakarta optimistis pelarangan study tour oleh beberapa daerah tidak akan diikuti oleh daerah lainnya.

"Kami optimis apa yang ada kejadian di subang itu sebenarnya tidak jadi generalisasi," ujar Kepala Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta Wahyu Hendratmoko saat dihubungi, Minggu (19/5/2024).

Lanjut Wahyu, sampai sejauh ini Dispar Kota Yogyakarta belum melihat adanya larangan resmi yang diterapkan oleh daerah-daerah di luar Kota Yogyakarta.

"Sejauh ini belum ada sepanjang pengamatan kami daerah-daerah yang melarang secara resmi pelaksanaan study tour dengan bus," kata dia.

"Karena memang belum ada aturan baku yang melarang itu semua," imbuh dia.

Beberapa pemerintah daerah yang melarang dan membatasi perjalanan study tour siswa adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Kuningan, Pangandaran, Cirebon, Depok, Bogor, Cimahi, Tangerang Selatan, dan Jawa Tengah.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2024/05/20/120925678/study-tour-dilarang-gipi-diy-khawatir-wisatawan-turun-jika-pemerintah-tak

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com