Salin Artikel

Beberapa Daerah Larang "Study Tour", PHRI DIY: Apa Bedanya dengan Kunker?

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan pelarangan study tour oleh beberapa daerah dipertanyakan oleh pelaku usaha di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Salah satunya adalah Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) DIY.

Mereka mempertanyakan mengapa study tour oleh sekolah dilarang padahal hal tersebut hampir sama dengan kunjungan kerja (kunker).

"Kenapa yang disalahkan study tour-nya? Study tour gak bermasalah, apa bedanya dengan kunker pemda dan dewan," ujar Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono saat dihubungi, Jumat (17/5/2024).

Lanjut Deddy, study tour yang dilakukan oleh sekolah-sekolah ini menunjuang program pemerintah dalam hal ini program dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Dia menambahkan, dengan study tour, anak-anak mendapatkan wawasan budaya, wawasan alam, dan juga pendidikan.

Ditambah di DIY banyak perguruan tinggi yang bisa dijadikan obyek study tour.

"Siswa supaya mengenal kalau di perguruan tinggi di DIY seperti ini," imbuh dia.

Kebijakan larangan study tour

Jika daerah-daerah lain menerapkan larangan study tour, maka dapat berpengaruh ke pelaku wisata yang ada di DIY. 

Menurut dia, di DIY memiliki berbagai jenis pelaku wisata mulai dari UMKM, tur dan travel, restoran, dan juga penginapan.

"Sangat berpengaruh (aturan larangan study tour), kita berharap daerah-daerah lain yang terlanjur aneh-aneh ada kebijakan yang lebih pas," beber dia.

"Bukan study tour-nya yang salah tapi harus ada persyaratan dari kendaraan. Kalau itu kita setuju," kata dia.

Aturan yang mengatur soal kendaraan ini lanjut Deddy tidak hanya bagi kendaraan darat tetapi juga transportasi udara dan juga laut.

"Kecelakaan bisa terjadi di darat, laut, dan udara. Saya kira permasalahan ada di situ yang salah transportasinya harus betul-betul dilihat," kata dia.

Deddy menambahkan, kebijakan larangan study tour yang diterapkan daerah di luar DIY tidak hanya PHRI yang dirugikan.

"Bukan hanya PAD (menurunkan) tetapi menurunkan ekonomi masyarakat di seluruh Indonesia bukan hanya DIY," kata dia.

Ia berharap pemerintah DIY tidak meniru kebijakan pelarangan study tour seperti daerah-daerah lain.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf mengatakan, dirinya setuju jika study tour dihilangkan. 

Menurutnya, jika study tour dilakukan ke tempat wisata, hal itu dinamakan healing, bukan study tour. 

Dede merespons bus study tour SMK Lingga Kencana Depok yang mengalami kecelakaan di Ciataer, Subang, dan menyebabkan 11 orang tewas. Usai insiden itu, sejumlah daerah melarang sekolah untuk study tour. 

"Kalau saya melihatnya ini kan sekarang konsepnya sekolah merdeka. Mereka belajar. Apa output daripada study tour? Kalau kunjungannya studi, ke museum, ke kebun binatang, ke tempat bersejarah, yang ada studinya, project base-nya, masih logis," ujar Dede di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (16/5/2024). 

"Kalau tujuannya ke tempat wisata, itu bukan study namanya. Healing," sambungnya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2024/05/17/133518778/beberapa-daerah-larang-study-tour-phri-diy-apa-bedanya-dengan-kunker

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com