Salin Artikel

Cerita Edik Marpada Mudik dengan Sepeda, Gowes 700 Km dari Cikarang ke Kulon Progo

Ia berangkat dari Perum Bumi Citra Lestari di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat ke Kalurahan Bojong, Kapanewon Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Edik menggenjot pedal melintasi jalan provinsi dari kota ke kota hingga Kulon Progo. Ia menempuh perjalanan hampir 700 kilometer. 

“Mudik dari start Cikarang ke Yogya, Wates. Alhamdulilah ini sudah sampai wilayah Kulon Progo,” kata Edik saat ditemui beberapa wartawan di rumahnya, Kamis (11/4/2024). 

Edik menetap di Cikarang. Ia tidak melewatkan momen pulang kampung setiap musim Lebaran.

Namun mudik dengan sepeda dilakoninya sejak 2019. Ia memilih bersepeda karena punya pengalaman mudik kurang bagus dengan motor pada masa lalu.

Saat menggunakan motor, sudah pasti terkena angin. Tak cuma itu, ia sempat mengantuk dalam perjalanan lalu jatuh.

Kini, dengan sepeda, ia lebih fokus. Tubuh terus bergerak membuat mata tetap fokus meski lelah dan kurang tidur. 

Selain itu, mudik seperti ini menyenangkan, menantang, sehat, aman, dan penuh dengan kisah haru dan gembira. 

Bagaimana tidak, perjalanan mengayuh sepeda sesekali menemui hal baru dan pemandangan yang menyejukkan hati.

Goweser sesekali mendapat penghiburan di jalan menurun panjang, ada sambutan hangat sesama komunitas setiap lewat kota tertentu, bertemu sesama penghobi di jalanan dengan semangat serupa. 

Selain itu ada cerita unik yang siap dibagikan seperti: ada pemilik warung yang masih mengingatnya sebagai goweser mudik, banyak orang ditemui di jalan dan bisa berbagi cerita.

Pesepeda seperti dirinya pun menjadi saksi bagaimana jalan raya mulai diperhatikan, karena kini lebih halus, mulus dan asyik dilintasi. 

Edik menceritakan, perjalanan menantang seperti ini tentu harus penuh persiapan matang.

Sepeda harus dalam kondisi sangat baik. Kemudian bawa uang tunai untuk membeli makanan, minuman dan hal emergensi di jalanan.

Tidak boleh lupa peralatan bengkel, seperti kunci pas dan kunci L, hingga pompa kecil. Edik juga wajib membawa dua ban cadangan. 

Persiapan lain adalah bawa makanan minuman cukup di jalan. Baju cukup dua setel. Perlengkapan safety  untuk diri sendiri juga wajib dipenuhi.

Persiapan yang matang seperti itu saja bahkan masih dikawatirkan keluarga, baik istri maupun orangtua.

“Keluarga kadang takut. Istri minta (tidak usah mudik bersepeda). Biasanya saya harus merayu  istri. Orangtua juga. Kalau hobi, tekat saja. Persiapan lebih baik,” katanya. 

Hal yang mengkhawatirkan di jalan tentu saja banyak. Contohnya, jalan halus tapi minim penerangan. Tentu saja hal ini berisiko saat malam.

Apalagi Edik lebih banyak melakoni perjalanan malam agar tidak cepat letih, tenaga tidak cepat terkuras akibat tubuh dipanggang sinar matahari. Ia tidak lupa bawa lampu sepeda. 

Belum lagi sibuknya jalan raya di musim mudik. Utamanya bus melaju kencang. Laju kendaraan besar seperti itu seolah tidak memandang ada manusia berkendara lain yang juga sama-sama punya hak di jalanan. 

Bus sering mendadak muncul di samping tanpa peringatan. Bahkan, saat bus menyalip, kernetnya sambil memberi aba-aba pesepeda seperti dirinya agar harus lebih minggir lagi. Padahal sepanjang perjalanan, Edik sudah sangat di pinggir.

Berbeda dengan truk, terutama truk tangki milik Pertamina. Truk-truk sudah memberi sinyal bunyi berulang sejak dari jauh.

Pesepeda seperti dirinya jadi bisa siap-siap melapangkan jalan bagi kendaraan besar yang mau menyalip.

“Beda dengan bis, sopirnya tidak ngertiin. Bis tiba-tiba muncul, kepalanya (kernet) keluar dan wus wus wus,” katanya.

Tantangan lain adalah banyak tanjakan. Ini pula tantangan terberatnya. Salah satunya  tanjakan Paguyangan dengan kemiringan panjang. Ia terpaksa turun tiga kali untuk istirahat. 

"Baru separuh. Dua kilo, turun, napas, minum, kumpulkan tenaga, jalan lagi sekilo lagi. Sampai ujung atas, turun lagi. Kalau langsung ke atas, senior pun tidak bakal mampu," kata Edik.

Perjalanan Edik yang penuh cerita dilakoni hampir 700 km. Ia melintas Jalan Pantai Utara hingga Brebes, Jalan Pejagan-Bumi Ayu, Ajibarang, Purwokerto, masuk Purworejo, dan Kulon Progo.

Target perjalanan 2,5 hingga 3 hari atau tiba di malam Lebaran. Tapi ia banyak mengalah pada cuaca yang tidak tentu, karena hujan deras banyak ditemui sepanjang jalan.

Ia terpaksa menepi membiarkan hujan berlalu. Sekali waktu di Kota Cirebon, ban bocor dan harus perbaiki ban sendiri.  

Edik habiskan sekitar Rp 600.000 selama empat hari bersepeda. Ia banyak minum susu beruang agar tetap energik dalam perjalanan. Ia tidak minum kopi biar tidak terserang maag. 

Edik tiba Rabu (10/4/2025) pukul 23.30 WIB. Ia masih fit dan bugar. Jadilah Edik berlebaran dengan keluarga besarnya di tanah kelahiran, Panjatan.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2024/04/12/181841478/cerita-edik-marpada-mudik-dengan-sepeda-gowes-700-km-dari-cikarang-ke

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke