Salin Artikel

Obyek Wisata Mangrove Jembatan Api-api Kulon Progo Rusak, Tak Bangkit Pasca-Covid-19

KULON PROGO, KOMPAS.com – Sepi dan hampir mati. Begitulah kondisi terkini obyek wisata Mangrove Jembatan Api-Api (MJAA) di Padukuhan Pasir Kadilangu, Kalurahan Jangkaran, Kapanewon Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Jembatan bambu sepanjang 600 meter yang berada di antara rimbunnya mangrove jenis api-api (Avicennia) tampak rusak dan tidak terawat. Semua spot foto pun telah musnah.

Meniti jembatan yang membentang di atas rawa air payau itu bikin hati risau. Takut jatuh karena salah langkah memijak bambu atau kayu yang terasa sangat rapuh.

Ini salah satu ironi dunia pariwisata di Kulon Progo yang tidak mampu bangkit pasca-pandemi Covid-19.

“Mempertahankan, apalagi untuk mengembangkan konten-konten sudah berat. Sangat (berat),” kata Suprianto, pengelola MJAA, Jumat (5/4/2024).

Mangrove Jembatan Api-Api terkenal dengan wisata yang mengkombinasikan hutan mini mangrove, anak Sungai Bogowonto yang membelah hutan, tambak-tambak udang jenis vaname, serta pantai selatan yang menghadap laut lepas Samudera Hindia.

Semua potensi itu terhubung dengan jembatan bambu yang dibuat berliku, dibentuk pola hati, menerobos rimbun bakau, membentuk labirin mini, maupun 4 jembatan besar untuk menyeberangi sungai yang lebarnya sekitar 80 meter itu.

Jembatan dilengkapi menara pantau di beberapa titik, jembatan gantung, gazebo-gazebo untuk pasangan muda-mudi yang ingin mojok, hingga aula terbuka bentuk joglo di antara bakau untuk istirahat rombongan keluarga.

“Itu dulu ada (jembatan yang di atasnya ada) menara Malaysia. Kalau pagi tanpa awan, bisa melihat merapi dari atas menara,” kata Suprianto.

Kombinasi jembatan dan keasrian alam pada luasan 5,6 hektar itu membuat segalanya jadi indah dan bagus sebagai latar belakang foto.

Semua karena kreativitas warga yang menambahkan belasan spot foto sehingga mengesankan romantisme, seperti bentuk hati, lorong mangrove, gembok cinta, gitar, dan lainnya.

Suprianto mengenang kejayaan MJAA.

Pernah pada satu masa di akhir 2018, pendapatan kotor MJAA menembus Rp 56 juta dalam satu hari.

Pengunjungnya datang dari berbagai daerah, bahkan pada musim libur panjang sempat jadi primadona meski lokasinya berada di ujung Barat Kulon Progo, berbatasan dengan Purworejo, Jawa Tengah.

Sebanyak 15 orang terlibat mengelola MJAA. Mereka bisa merekrut empat tenaga administrasi.

Warga bekerja mandiri. Uang dipakai untuk memelihara kawasan dan pengembangan spot Instagramable. Tidak ada bantuan pemerintah ketika itu.

MJAA dulu sangat berbeda dari sekarang.

Saat ini, sebagian besar jembatan rusak tidak terawat. Belasan spot foto bahkan sudah tidak ada. Perlu modal besar kembali seperti semula.

“Kalau (perbaikan memerlukan dana) Rp 500 juta, masuk,” katanya.

MJAA sekarang sepi pasca-pandemi. Kawasan yang mengandalkan pemasukan dari tiket malah tidak ada pengunjung sama sekali. Akibatnya, semua terbengkalai dan tidak terawat.

Kalau pun sekarang masih ada beberapa pengunjung, hasil dari itu pun hanya untuk mempertahankan jembatan agar tidak ambruk.

“Sekarang kita mencari Rp 2 juta tidak bisa. Nangis. Padahal harus membayar listrik dsb,” kata Suprianto.

Belum lagi karyawan tinggal satu. Perahu wisata yang tadinya empat unit, sekarang juga tinggal satu. Sebagian besar anggota kelompok memilih kembali bekerja ke tambak-tambak.

Suprianto menceritakan, butuh uluran tangan bila ingin menghidupkan lagi MJAA. Potensi pariwisata di sini sangat besar. Terlebih, mangrove sudah tumbuh subur sejak ditanam pada 1996.

Warga sadar wisata membangun obyek wisata pada 2016. Tempo dua tahun, pengunjungnya membludak.

Dua obyek wisata serupa juga tumbuh di kanan kiri.

“(Sekarang) kita berusaha mengembangkan tempat kita dengan cara sendiri-sendiri,” kata Suprianto.

Rombongan pengunjung tampak sedang jalan-jalan ke MJAA, sore ini. Mereka mengaku prihatin kondisi sekarang obyek wisata tersebut.

Marija, mantan ASN di dinas PU di Jawa Tengah, melihat sarana prasarana yang rusak berat.

“Ini bisa dimaklumi karena tidak ada pemasukan. Perbaikannya berat,” kata Marija yang juga tokoh masyarakat dari kecamatan Panjatan. Ia kebetulan main ke sana bersama rombongannya.

Marija menyayangkan kondisi obyek wisata ini padahal memiliki potensi sangat baik. Menurutnya, ini terkait keterisolasian kawasan di paling Barat Kulon Progo yang berbatasan dengan Jateng, tapi luput dari perhatian.

“Problematik pengembangan adalah jalan masuk ke wisata mangrove di mana jalan masuk lewat Purworejo, padahal obyek di wisata Kulon Progo,” katanya.

Pemerintah seharusnya memberi daya dukung lewat kerja sama antardaerah untuk bisa memajukan kawasan yang punya potensi meningkatkan ekonomi masyarakat seperti ini.

“Problem-problem kawasan masuk pariwisata bisa terselesaikan, maka masyarakat bisa merasa berusaha di bidang pariwisata dengan aman, nyaman, dan meningkatkan perekonomian,” kata Marija.

“Kami berharap Kulon Progo dan Purworejo bisa sinergi menjembatani," sambungnya.

Pemerintah tidak bisa sendiri. Kata Marija, warga setempat juga terus merawat dan memelihara mangrove agar tetap lestari.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2024/04/05/160935478/obyek-wisata-mangrove-jembatan-api-api-kulon-progo-rusak-tak-bangkit

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke