Salin Artikel

Yogyakarta dan Pengelolaan Sampah dengan Teknologi RDF...

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta menjajaki kerja sama dengan pihak swasta yakni PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) dalam memasarkan hasil olahan sampah berupa bahan bakar alternatif refuse derived fuel (RDF).

Penjabat (pj) Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo mengatakan, dalam sehari Kota Yogyakarta dapat menghasilkan 200 ton sampah. Dari jumlah itu dapat menghasilkan 100 ton RDF.

"Kapasitas yang akan diolah Pemkot sekitar 200-an ton per hari, akan bisa menghasilkan antara 40-50 persen atau sekitar 100 ton RDF," ujarnya saat ditemui di Balai Kota Yogyakarta, Senin (25/3/2024).

Setelah ini, PT SBI akan melakukan pengecekan pada RDF yang dihasilkan oleh 3 Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS 3R) milik Pemkot Yogyakarta.

Hal ini bertujuan untuk menyamakan spesifikasi RDF yang dipasok oleh Pemkot.

"Kita akan cek spesifikasinya, karena PT SBI punya spesifikasi tersendiri, RDF yang seperti apa kemudian akan kita kirim ke Cilacap," jelasnya.

Singgih berharap, RDF dapat segera dipasok oleh Pemkot Yogyakarta mengingat saat ini TPS 3R Nitikan juga sudah memulai proses pengolahan sampah dengan hasil RDF. 

"Nanti akan kita tinjau bersama untuk memastikan RDF yang dihasilkan sesuai spesifikasi," kata dia.

Kendati demikian, Singgih menjelaskan,sampah yang dihasilkan di Kota Yogyakarta sebanyak 200 ton per hari belum bisa diselesaikan seluruhnya oleh 3 TPS 3R milik Pemkot.

Oleh sebab itu pihaknya juga bekerjasama dengan swasta dalam pengolahan sampah dengan metode insenerator.

"Nitikan, Karangmiri, Kranon (TPST 3R). Untuk 3 lokasi belum mencukupi untuk 200 ton. Kita masih punya satu lagi kemitraan dengan swasta, yang menggunakan insenerator," jelas dia.

Kesiapan 3 lokasi tersebut saat ini belum maksimal. Pasalnya baru satu lokasi yang sudah melakukan pengolahan sampah tiap harinya 40 sampai dengan 50 ton, sedangkan dua lokasi lain masih dalam tahap pembangunan.

"Kalau kita ihat progres tiga lokasi, yang satu sudah 40-50 (ton) kemudian yang dua menyusul karena betul-betul membangun baru. Tapi yang Nitikan kita hanya merevitalisasi, mesin sudah ada semua," bebernya.

Sementara itu, Presiden Direktur PT SBI, Lilik Unggul Raharjo mengatakan RDF yang diterima perusahaannya memiliki kriteria khusus, seperi kadar air maksimal 20 persen.

Sedangkan sampah segar di Indinesia rata-rata kadar airnya 50-60 persen. Selain itu kriteria lainnya adalah ukuran tidak lebih dari 5 cm.

Disinggung soal berapa harga yang dibayarkan keapda Pemkot Yogyakarta, Lilik belum mau untuk membeberkannya.

"Kita sesuaikan nanti dengan cost yang ada. Jadi mohon maaf belum bisa kami sampaikan sekarang. Tapi, yang paling penting adalah saling menguntungkan," kata dia.

Menurut Lilik, pihaknya sudah 3 tahun menggunakan RDF untuk pengganti batubara.

Selama 3 tahun itu pula di Cilacap pihaknya mampu mengurangi 14 persen penggunaan batubara.

"Kalau di Cilacap sekitar 14 persen dari batu bara. Karena pabrik semen juga punya keterbatasan, belum ada modifikasi khusus untuk pemanfaatan RDF," pungkasnya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2024/03/25/171914178/yogyakarta-dan-pengelolaan-sampah-dengan-teknologi-rdf

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke