Salin Artikel

Mengenal Gaug, Sirine Belanda yang Dulu Jadi Isyarat Bahaya, Kini Penanda Buka Puasa

Setelah memarkirkan motornya, Sofyan yang mengenakan kain sarung beserta peci ini lalu berjalan keluar menuju Pelengkung Gading.

Jarak antara Masjid Nurul Islam dengan Pelengkung Gading tak jauh kurang lebih hanya sekitar 50 meter.

Lalu lintas pada Selasa (19/3/2024) sore itu tergolong ramai. Tampak Sofyan menengok kiri dan kanan lalu menyeberang ke arah Pelengkung Gading.

Sesampainya di Pelengkung Gading, dia lalu membuka pintu gerbang yang berada di sisi timur. Dia langsung menaiki tangga yang mengarah ke Gaug atau Sirine peninggalan Belanda itu.

Gaug memang masih berdiri kokoh di beberapa sudut di Kota Gudeg. Salah satunya di dekat Pasar Beringharjo, Kauman Pakualaman, dan Pelengkung Nirboyo atau lebih dikenal dengan Pelengkung Gading.

Dihimpun dari berbagai sumber, menara Gauk Plengkung Gading didirikan bersamaan dengan sirine di Pasar Beringharjo dan beberapa tempat lainnya pada tahun 1930.

Saat itu, fungsi sirine yang dibangun di beberapa lokasi adalah untuk alat peringatan tanda bahaya.

Pengoperasian sirine ini mulanya berada di bawah pengawasan LBD (Lucht Bescherming Dienst) atau Dinas Perlindungan Udara Belanda yang berpusat di Benteng Vredeburg.

Sofyan memang sengaja datang ke lokasi tersebut untuk menyalakan Gaug. Tepat pukul 17.55 WIB, dengungan Gaug pun terdengar. Pertanda waktu buka puasa untuk wilayah Kota Yogyakarta.

Dia sempat bercerita bahwa saat dirinya masih kecil, Gaug di Pelengkung Gading ini sudah digunakan sebagai penanda waktu berbuka puasa.

Namun, seiiring berjalannya waktu Gaug sudah tidak digunakan lagi. Barulah pada tahun medio 2012, dia bersama warga mencoba untuk mengaktifkan kembali Gaug yang ada di Pelengkung Gading.

"Kembali diaktifkan pada tahun 2012. Ramadhan kali ini sempat rusak pada bagian spull (kumparan) di dalamnya, lalu kita perbaiki seluruhnya total sampai 1 minggu," ujarnya saat ditemui di Pelengkung Gading, Selasa (20/3/2024).

Menurutnya, diaktifkan kembali Gaug untuk penanda buka puasa ini sebagai bentuk pelestarian budaya yang ada di Kota Yogyakarta. Pengaktifan Gauk ini juga sempat diunggah melalui akun media sosialnya dan mendapatkan respons positif dari warga net.

"Saat saya unggah itu banyak yang komen, kalau ternyata di daerah lain juga banyak gaug seperti ini," kata dia.

Menurut Sofyan, dulunya Gaug digunakan untuk penanda adanya bahaya. Sekarang Gaug digunakan upada acara-acara tertentu.

Terdapat kurang lebih 3 Gaug di Kota Yoguakarta yakni di Pakualaman, Pasar Beringharjo, dan Pelengkung Gading. Menurut dia ada perbedaan suara antara Gaug di Beringharjo dengan yang berada di Pelengkung Gading.

"Kalau yang di Pelengkung Gading ini melengking, mungkin kalau zaman dulu kalau untuk memberitahu adanya bahaya suaranya naik turun. Ini untuk menjaga jadi tuas hanya diarahkan ke atas. Setelah melengking langsung turunkan," kata dia.

Sofyan menambahkan jangkauan suara Gaug Pelengkung Gading lebih jauh jika ke arah selatan karena masih sedikit bangunan-bangunan bertingkat.

"Kalau ke utara, barat, timur itu jangkauannya nggak jauh banyak bangunan bertingkat. Kalau ke selatan banyak masih jarang bangunan bertingkat. Bahkan di medsos juga ada yang komen kalau suara sampai ke Madukismo (pabrik gula)," kata dia.

Sementara itu Sejarawan sekaligus Dosen Universitas Sanata Dharma, Silverio Raden Lilik Aji Sampurno mengatakan, Gaug dulunya memang digunakan sebagai penanda bahaya terutama jika terjadi saat adanya serangan udara.

"Udah dari zaman Belanda dibuka, difungsikan kalau ada perang, srrangan udara jadi penanda aja," katanya.

Menurut data yang dimilikinya, suara Gaug dulunya bisa menjangau sampai jarak 5 kilometer. Namun saat ini karena banyaknya bangunan bertingkat jangkauan suara sudah tidak bisa seperti dulu.

"Pada masa lalu itu bangunan tidak semasif sekarang dan menurut data sampai radius 5 kilometer terdengar," ucap Rio.

Selain bangunan yang berpengaruh untuk jangkauan suara Gaug adalah polusi udara dan juga polusi suara dari kendaraan.

"Kalau sekarang polusi udara, dan hanya sekitar itu saja gak sampai ke tengah kota. Tugu pun sudah tidak terdengar," katanya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2024/03/21/232329978/mengenal-gaug-sirine-belanda-yang-dulu-jadi-isyarat-bahaya-kini-penanda

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke