Salin Artikel

Kondisi Belasan Warga Gunungkidul Bergejala Antraks Membaik, 2 Orang Masih Dirawat

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Kesehatan, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, menyebut, sebagian besar warga yang bergejala antraks sudah membaik.

Untuk saat ini, Dinas meminta masyarakat tidak menyembelih hewan sakit maupun ysng sudah mati.

Plt Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul Dewi Irawaty mengatakan, kasus antraks ini berawal dari dua orang bergejala antraks yang dirawat di Rumah sakit dari Dinas Kesehatan Sleman. Pihak tim one health melakukan surveilans dan penulusuran.

Diketahui ada 53 orang yang terpapar atau kontak langsung dengan hewan ternak positif antraks. Dari jumlah itu, 19 orang yang bergejala, termasuk dua orang yang dirawat di rumah sakit.

"Dari 17 orang (di luar dua orang yang sudah dirawat terlebih dahulu), ada satu orang yang bergejala kelainan kulit, yang lain (16 orang) diare dan demam setelah mengkonsumsi daging," kata Dewi ditemui di kantornya Kamis (14/3/2024).

Sementara 17 warga lainnya sudah ditangani dengan pemberian obat antibiotik dan saat ini kondisinya mulai membaik.

"Untuk yang dua orang satu keluarga itu dirujuk ke RSA (UGM), tapi kondisinya sudah baik," kata Dewi.

Disinggung mengenai kebijakan penetapan status kejadian luar biasa (KLB), Dewi menyebut bahwa hal ini kebijakan dari kepala daerah. Pihaknya sudah melaporkan ke Bupati.

Diakuinya untuk menetapkan KLB tidak mudah, harus melalui berbagai pertimbangan. Tidak hanya kesehatan, juga perekonomian masyarakat.

Penularan antraks

Dewi mengatakan, antraks bisa menular melalui tiga cara yakni melalui mulut yang bisa masuk saluran pencernaan dan menyebabkan diare. Kemudian melalui kulit dan paling berbahaya jika terhirup melalui udara yang bisa menyebabkan sesak napas hingga meninggal dunia.

"Penularan melalui kulit paling banyak, mencapai 95 persen," ungkap Dewi.

Dewi mengingatkan, bagi warga yang mengalami gejala antraks dan telah melakukan pengobatan, obat yang diberikan dokter itu harus dihabiskan.

"Penularan dari hewan ke manusia, tidak perlu diisolasi," kata Dewi.

Dia berharap, masyarakat untuk tidak mengkonsumsi daging hewan sakit atau mati. Hewan yang mati sebaiknya langsung dikuburkan, agar bakteri tidak menjadi spora.

Sebab, bakteri yang ada di dalam darah bisa berubah jadi spora bisa bertahan puluhan tahun.

"Jangan (lakukan) brandu atau purak, karena itu berbahaya," kata dia.

Untuk diketahui, tradisi brandu adalah gotong royong yang dilakukan warga untuk membantu pemilik ternak yang sakit atau mati. Dalam tradisi brandu, warga mengumpulkan iuran untuk pemilik ternak yang sakit atau mati. Daging ternak yang sakit atau mati pun lalu dibagikan kepada warga yang mengumpulkan iuran.

Sementara purak adalah tradisi menyembelih hewan yang mati atau sakit oleh warga.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2024/03/14/130340278/kondisi-belasan-warga-gunungkidul-bergejala-antraks-membaik-2-orang-masih

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com