Salin Artikel

Menengok Tradisi Nyadran Seribu Ingkung Jelang Ramadhan di Gunungkidul

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Ribuan warga datang menghadiri nyadran seribu ingkung atau kirim doa kepada leluhur sebelum bulan puasa di petilasan Raden Mas Tumenggung Djoyo Dikromo Secuco Ludiro, di Padukuhan Blarangan, Kalurahan Sidorejo, Kapanewon Ponjong, Gunungkidul, DI Yogyakarta, Senin (26/2/2024).

Dalam acara ini, diklaim terdapat seribu ekor ingkung atau ayam utuh yang dimasak dengan bumbu gurih.

Dari pengamatan di lokasi, warga sejak pagi datang membawa tenggok atau tempat nasi yang diberi alas daun pisang berisi nasi gurih dan ayam ingkung.

Setelah seluruh warga berkumpul, doa dimulai dari tokoh masyarakat setempat di depan petilasan Raden Mas Tumenggung Djoyo Dikromo Secuco Ludiro.

Bagi pemeluk agama lain selain Islam juga dipersilakan berdoa menurut agama dan kepercayaannya masing-masing.

Setelah berdoa, panitia membagikan bungkusan, lalu warga yang datang memasukkan sebagian makanan ke dalam plastik berwarna putih itu.

Makanan itu lalu dibagikan kepada warga yang datang tetapi tidak membawa makanan.

"Kegiatan nyadran ini dilakukan setiap tanggal 15 ruwah (penanggalan jawa, kalau penanggalan Islam sya'ban) setiap tahunnya. Tidak hanya dari padukuhan Blarangan, tetapi juga warga lainnya dari luar kota datang," kata Lurah Sidorejo Sidik Nur Syafe'i kepada wartawan di lokasi.

Dikatakannya, ribuan warga yang datang membawa ingkung untuk ucapan rasa syukur, dan berbagi dengan warga lainnya. Pelaksanaan ritual ini sudah dilaksanakan ratusan tahun lalu oleh masyarakat sekitar.

"Yang ritual setiap tahun ini bisa dihitung banyak sekali ingkung, bisa mencapai 1000 ingkung lebih. Namun dalam acara ini diistilahkan nyadran 'seribu ingkung," kata dia.

Disinggung mengenai harga bahan pokok termasuk beras yang sedang melambung tinggi, Sidik mengatakan, bagi masyarakat tidak ada kata rugi untuk bersedekah.

"Persepsi masyarakat Sidorejo secara umum, nguri-uri adat tradisi warga masyarakat sangat antusias. Meskipun ada krisis pangan dan keuangan, bagi warga percaya sodakoh bisa melancarkan rejeki," kata dia.

Bupati Gunungkidul Sunaryanta mengatakan, tradisi masih tetap dijaga hingga saat ini. Di berbagai tempat di bumi Handayani masih mempertahankan adat dan tradisi.

Tradisi seperti nyadran seperti ini untuk mempersatukan warga. Selain itu, juga makna kepemimpinan saat itu yang mempersatukan warga.

"Tradisi bisa mengumpulkan ribuan orang yang jarang ketemu. Ini mengandung makna tokoh yang kala itu hidup masih bisa menyatukan warga hingga saat ini,"ucap Sunaryanta.

Salah seorang warga Wonosari, Pandu mengaku sengaja datang ke Padukuhan Blarangan untuk menyaksikan tradisi nyadran.

"Tadi juga dikasih nasi dan potongan ingkung ayam, padahal saya ke sini hanya ingin menyaksikan tradisi seribu ingkung," kata dia.

Menurut cerita yang dibacakan oleh panitia, nyadran ini untuk mengingat cikal bakal munculnya Padukuhan Blarangan. Menurut sejarah lisan warga sekitar, dahulu ada punggawa dari Majapahit yakni Tumenggung Wayang dan Tumenggung Secuco Ludiro yang lari dari kerajaan.

Mereka dikejar oleh para prajurit kerajaan, kemudian dipaksa untuk kembali. Karena menolak, akhirnya terjadi pertempuran hingga keduanya dikepung.

Berawal dari sana, jadilah nama Padukuhan Kalangan di Kecamatan Karangmojo. Ki Wayang saat itu sulit untuk ditaklukan. Tiga bagian tubuhnya dipisah dan membuatnya tersungkur tak berdaya lagi.

Akhirnya, Tumenggung Wayang wafat. Dengan peperangan tersebut, maka pertumpahan darah pun terjadi. Daerah itu kemudian disebut Blarangan, dari kata Mblarah Getih Mblarah.

Setelah Ki Wayang wafat, Ki Secuco Ludiro yang masih bertahan hidup kemudian mengajarkan cocok tanam dan menjadikan daerah subur makmur. Setelah sekian lama, Ki Seco akhirnya wafat dan dikebumikan di Blarangan.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2024/02/26/134336978/menengok-tradisi-nyadran-seribu-ingkung-jelang-ramadhan-di-gunungkidul

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com