Salin Artikel

Keluh Kesah Ribuan Pedagang di Candi Borobudur, Tolak Relokasi Khawatir Dagangan Tidak Laku

KOMPAS.com - Aksi protes dilakukan ribuan pedagang di kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, menolak relokasi dari lokasi saat ini.

Demo ini berulangkali dilakukan setidaknya 5.000 pedagang yang khawatir barang atau jasanya tidak laku apabila harus direlokasi.

Keluh kesah pedagang

Salah satunya diutarakan Naya, penjual busana batik, yang mngeluhkan kondisi jualan saat ini belum pulih usai pandemi Covid-19.

"Di sini aja susah jualannya. Biarkan kami yang menata lapak kami sendiri,” ujarnya yang sudah menempati zona II selama 12 tahun.

Hal demikian juga dirasakan Beti, pemilik warung makan, cemas mesti berusaha dari nol lagi bila berniaga di Kampung Seni Borobudur.

Dia sudah berdagang di kompleks Taman Wisata Candi Borobudur selama 15 tahun.

“(Kampung Seni) jauh dari candi. (Saya khawatir) enggak ada yang beli (makanan saya),” ungkapnya usai mengikuti demonstrasi di Kecamatan Borobudur, Magelang, Sabtu (3/2/2024).

Diketahui, pedagang yang berjualan di zona II kompleks Taman Wisata Candi Borobudur tercatat lebih kurang sekitar 5.000 pedagang.

Zona II sendiri akan dijadikan cultural park, area terbuka tanpa ada bangunan berdiri di dalamnya.

Sembari menunggu pembangunan Kampung Seni Borobudur, pedagang masih diperbolehkan menempati lokasi lama hingga April 2024 atau setelah Lebaran.

Setelah itu, mereka bakal direlokasi ke tempat sementara.

Ada dua lokasi relokasi sementara, yakni lapangan belakang museum di kawasan zona II candi dan Lapangan Tuksongo di Desa Tuksongo yang berjarak sekira 3 kilometer dari Candi Borobudur.

Tanggapan TWC Borobudur

General Manager Taman Wisata Candi Borobudur, Jamaludin Mawardi mengatakan, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menyoroti koefisien dasar bangunan (KDB) di Candi Borobudur yang telah melampaui batas.

KDB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan atau tanah perpetakan atau daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

Menurut panduan Japan International Cooperation Agency (JICA), sebut Jamaludin, batas KDB di areal Candi Borobudur sebesar 4 persen.

Sementara, KDB di areal Candi Borobodur hampir mencapai 13 persen.

“Konsekuensinya untuk mengembalikan KDB ke batas 4 persen, ada bagian-bagian di TWC yang harus di-demolish dan difungsikan menjadi area hijau,” katanya, Sabtu (3/2/2024).

Borobudur Dimulai, Total Rp 101 Miliar Dia menyatakan, salah satu penyumbang KDB terbesar adalah lapak-lapak pedagang di zona II.

“Salah satu penyumbang KDB terbesar lapak (pedagang) yang seharusnya tidak seluas seperti sekarang,” ungkapnya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2024/02/04/131813578/keluh-kesah-ribuan-pedagang-di-candi-borobudur-tolak-relokasi-khawatir

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com