Salin Artikel

Terdampak Tol Yogya-Solo, Makam Kiai Kromo Ijoyo Direlokasi dan Jadi Wisata Religi

Lokasi relokasi tetap di wilayah Ketingan dan rencananya dikembangkan menjadi wisata religi. 

"Jadi sudah ada kesepakatan kalau itu kita relokasi," ujar Humas PT Adhi Karya Pembangunan Tol Yogyakarta-Solo Seksi 2 Paket 2.2, Agung Murhandjanto, Rabu (20/12/2023). 

Agung menyampaikan lokasi untuk relokasi makam Kiai Kromo Ijoyo masih berada di wilayah Ketingan, Tirtoadi, Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman. 

Sedangkan untuk proses relokasi makam diperkirakan dikerjakan pada awal tahun 2024 mendatang. 

"Ini sedang persiapan untuk clearing tanah pengganti, yang untuk pengganti makam itu," ucapnya. 

Lahan yang disiapkan untuk relokasi makam yang dipercaya sebagai orang pertama yang tinggal di Tirtoadi ini seluas 5.000 meter persegi. Lahan ini lebih luas dibandingkan dengan sebelumnya. 

Agung mengungkapkan desain makam Kiai Kromo Ijoyo seluruhnya disusun oleh pihak kalurahan bersama dengan warga. 

"Desa kan membentuk panitia, ada rapat kemudian mengusulkan desain. Terus nanti kita suport lah untuk pemindahan dan pembangunanya," katanya. 

Tampak dari desain, struktur bangunan makam akan dibikin tinggi. Terdapat anak tangga di bagian depan untuk menuju ke atas. Selain itu makam juga akan di kelilingi pagar. 

"Iya berundak, kayak punden berundak," ucapnya. 

Diungkapkan Agung selain Makam Kiai Kromo Ijoyo, ada tiga makam lain yang terdampak pembangunan Jalan Tol Yogyakarta-Solo seksi 2 paket 2.2. Tiga makam tersebut nantinya juga akan direlokasi. 

"Iya sama dipindahkan semua nanti. Kalau ini (Makam Kiai Kromo Ijoyo) kan ada nilai historisnya, terus ada nilai spiritualnya, jadi kita prioritaskan. Jadi kita ada treatment khusus lah," tandasnya. 

Menurut Agung, pihak desa memiliki rencana makam Kiai Kromo Ijoyo akan dikembangkan menjadi wisata religi. 

"Ada rencana desa itu mengembangkan menjadi wisata religi. Nanti kalau mau ziarah, di kanan kirinya ada UMKM, ada kulinernya," pungkasnya. 

Siapa Kiai Kromo Ijoyo?

Diberitakan sebelumnya, Ketingan merupakan padukuhan yang berada di Kalurahan Tirtoadi, Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman. Di padukuhan ini terdapat makam yang memiliki nilai historis bagi warganya. 

Lokasi makam itu berada tidak jauh dari Padukuhan Ketingan. Di makam itu terdapat pohon berukuran cukup besar. Pohon yang rimbun ini seakan memayungi makam tersebut. 

Di bawah pohon besar inilah, terdapat makam Kiai Kromo Ijoyo yang disebut orang pertama yang menghuni wilayah Ketingan. Area makam tampak dikelilingi pagar batako di sisi luar dan pagar besi di bagian utamanya. 

Terdapat juga gapura di bagian depan area makam. Selain itu terpasang papan di depan gapura yang menceritakan tentang Kiai Kromo Ijoyo. 

Di papan itu tertulis: 

"Mbah Kromo Ijoyo adalah makam seorang tokoh yang dihormati oleh masyarakat sebagai leluhur dan tokoh adat Dusun Ketingan. Menurut cerita yang beredar di masyarakat, Mbah Kromo Ijoyo diyakini meninggalkan keraton dan dipercaya sebagai penghuni pertama Dusun Ketingan. Dalam perjalanan hidupnya, Mbah Kromo Ijoyo juga dianggap sebagai seorang prajurit yang setia pada Pangeran Diponegoro, salah satu tokoh penting dalam sejarah perlawanan melawan penjajah Belanda. Makamnya yang anggun dan terpelihara dengan baik menjadi tujuan ziarah bagi banyak orang yang menghormatinya sebagai sosok leluhur dalam warisan budaya setempat. Dengan statusnya sebagai penghuni pertama Dusun Ketingan dan hubunganya dengan Pangeran Diponegoro, Makam Mbah Kromo Ijoyo menjadi sebuah simbol penting dari sejarah lokal Dusun Ketingan" 

"Mbah Kromo Ijoyo itu kan, kalau dari cerita itu masa Sultan yang ke-7. Itu kan zaman penjajah, terus mengungsi, keluar dari keraton," ujar Lurah Tirtoadi Mardiharto saat ditemui Kompas.com, Senin (16/10/2023). 

Kromo Ijoyo kemudian tiba di daerah yang saat ini Padukuhan Ketingan. Kromo Ijoyo lantas memutuskan untuk tinggal di Ketingan. 

"Waktu itu ya cikal bakalnya di Ketingan. Kalau ceritanya dulu ada tiga (orang), yang satu di daerah Sleman yang satu daerah Godean. Tiga salah satunya ya Mbah Kromo Ijoyo," tuturnya. 

Mardiharto mengungkapkan dari cerita di masyarakat, Kromo Ijoyo merupakan salah satu prajutrit Pangeran Diponegoro. Namun, Mardiharjo mengaku tidak dapat memastikan kebenaran dari cerita tersebut. 

"Iya katanya gitu (prajurit Pangeran Diponegoro), tapi itu kan cuma cerita-cerita. Cerita itu pas atau tidak, atau ditambah-tambahi saya nggak tahu," ucap Mardiharto. 

Mardiharto menyampaikan di sebelah makam Kiai Kromo Ijoyo terdapat satu makam lagi. Makam tersebut adalah makam pejuang yang gugur setelah tertembak Belanda. 

"Itu dari keraton juga, itu namanya Den Tejo. Saya masih ingat itu tentara ditembak Belanda terus dimakamkan di situ, tapi sudah dipindah ke makam pahlawan, iya tinggal nisannya. Memindahnya itu saya masih kecil," bebernya. 

Makam Kiai Kromo Ijoyo, lanjut Mardiharjo, selama ini memang banyak didatangi orang untuk berziarah. 

"Banyak yang ziarah. Ya, kalau malam Jumat Kliwon, malam Selasa Kliwon sampai sekarang masih banyak yang ke sana," urainya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/12/20/153130678/terdampak-tol-yogya-solo-makam-kiai-kromo-ijoyo-direlokasi-dan-jadi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke