Salin Artikel

Sejarah GPIB Marga Mulya, Gereja Protestan Peninggalan Belanda di Kawasan Malioboro

KOMPAS.com - Gereja Protestan Indonesia Barat Marga Mulya atau GPIB Marga Mulya adalah sebuah gereja peninggalan Belanda yang berada di kawasan Malioboro.

Lokasi GPIB Marga Mulya tepatnya berada di Jalan Margo Mulyo No.5, Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta.

Gereja ini berada di dekat simpang tiga yang menghubungkan GPIB Marga Mulya, Pasar Beringharjo, Gedung Agung, dan Benteng Vredeburg.

Bangunan tempat ibadah umat Kristen tersebut mempunyai corak Indis karena memang merupakan salah satu bangunan peninggalan Belanda.

Sejarah GPIB Marga Mulya

Dilansir dari laman Kemendikbud, GPIB Marga Mulya dibangun dengan menggunakan gambar rancangan dan rencana anggaran yang dibuat oleh Ir. P.A. van Holm.

Pengawasan pembangunan gereja yang dikerjakan pada era Residen C.P. Brest van Kempen (1857 – 1863) ini dilakukan oleh teknisi B.O.W. (Burgerlijke Openbare Werken)yang bernama J.G.H. van Valette.

Dilansir dari laman gpibMarga Mulya.or.id, GPIB Marga Mulya diresmikan dan diberkati sebagai tempat ibadah oleh Pendeta Ds. C.G.S. Begemann pada Minggu, 11 Oktober 1857.

Majelis Gereja kemudian mengadakan rapat pada 13 Oktober 1857 yang menyatakan pembangunan gereja telah selesai. Selanjutnya, pemakaian gereja ini dimulai dengan satu upacara pada 15 Oktober 1857. 

Dilansir dari laman jogjaprov.go.id, awalnya nama gereja ini menggunakan bahasa Belanda, yaitu De Prostantse Kerk in Westelijk Indonesia.

Gereja ini kemudian menjadi salah satu rumah ibadah bagi orang Eropa di Yogyakarta.

Jejak tersebut dapat terlihat di ruang utama, di mana masih terdapat tulisan dalam bahasa Belanda yang berbunyi “die in my gelooft heet eeuwige leven” yang berarti “yang percaya kepada Ku memperoleh kehidupan yang kekal”.

Arsitektur GPIB Marga Mulya

Dilansir dari laman Kemendikbud, gaya arsitektur bangunan GPIB Marga Mulya berdiri di atas tanah seluas 745 meter persegi dengan luas bangunan 415 meter persegi.

Gaya bangunan gereja in bercorak Indis, dengan bagian atap pada sisi selatan yang terbuat dari seng terdapat bentuk lucarne atau jendela kecil di atas kemiringan atap yang befungsi sebagai hiasan sekaligus memberikan aliran udara pada ruang dalam atap.

Bangunan gereja terdiri dari tiga ruangan yang membujur dari timur ke barat, yaitu ruang depan atau porch, ruang utama atau nave (ruang ibadah), dan ruang pastori.

Sebelum memasuki ruang depan, terdapat pintu masuk dengan bentuk kupu tarung dari kayu jati.

Pada bagian atas pintu terdapat vousoir atau unit-unit batu yang biasa disusun dalam bentuk melengkung di atas gerbang, pintu, atau jendela.

Renovasi GPIB Marga Mulya

Pada 10 Juni 1867, bangunan GPIB Marga Mulya sempat rusak parah akibat guncangan gempa.

Gedung gereja kemudian dibangun kembali pada masa Residen Hubert Desire Bosch (1865 – 1873).

Renovasi pembangunan GPIB Marga Mulya saat itu juga mendapat bantuan dana dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII.

Bangunan GPIB Marga Mulya yang berdiri hingga saat ini ini merupakan hasil renovasi pasca gempa bumi di tahun 1867.

Karena nila sejarahnya, bangunan GPIB Marga Mulya juga telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya melalui Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia No.PM25/PW.007/MKP/2007.

Sumber:
gpibmargamulya.or.id  
kebudayaan.kemdikbud.go.id  
jogjaprov.go.id   

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/12/18/222800578/sejarah-gpib-marga-mulya-gereja-protestan-peninggalan-belanda-di-kawasan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke