Salin Artikel

KKP: Karpet Merah bagi Masyarakat Hukum Adat Mengelola Ruang Laut

YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Masyarakat hukum adat (MHA) mendapat keistimewaan dalam mengelola pesisir dan ruang laut.

Keistimewaan MHA ini karena mereka hidup untuk mengelola sumber daya di lingkungannya dengan kearifan lokal.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia terus mendorong pemberdayaan dan penguatan masyarakat hukum adat di pesisir.

“Dia karpet merah sudah. Keistimewaan sendiri, kita bangga,” kata Ismail MP, Ketua Kelompok Kerja MHA, Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Perencanaan Ruang Laut, Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau Kecil di Kementerian Kelautan dan Perikanan RI,  dalam acara Festival Masyarakat Hukum Adat di Teras Malioboro 2, Yogyakarta, Sabtu (16/12/2023).

Ismail mengatakan, sesuai UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, setiap masyarakat yang hidup di perairan atau memerlukan ruang laut, baik masyarakat, usaha atau pengusaha, harus sesuai peruntukannya.

Dengan kata lain, dalam mengelola sumber daya laut, baik itu menentukan masa panen, seberapa banyak yang diambil, ukuran ikan yang bisa diambil, dan sebagainya memiliki aturan.

“Jadi tidak boleh melakukan sembarang di laut. Kalau sesuai peruntukannya, pemerintah terbitkan izin,” kata Ismail.

Ismail mengatakan, masyarakat adat dan MHA di pesisir sudah lama hidup mengelola laut. Mereka memiliki ikatan dengan leluhurnya dan memiliki pranata di sana.

Keistimewaan yang dimiliki MHA diakui lewat Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi pengakuan dan penghormatan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya harus didasarkan pada syarat-syarat, (di antaranya) sepanjang masih hidup.

“Ini yang membedakan dengan kelompok masyarakat pada umumnya. Maka, Undang-undang menyebutkan pemerintah harus memberi pengakuan pada masyarakat hukum adat di pesisir,” kata Ismail.

Ketua Pokja MHA ini mengungkapkan, KKP menetapkan MHA sebagai salah satu dari lima prioritas kerja dalam ekonomi biru Pemerintahan Jokowi.

Selain pemberdayaan MHA, pemerintah juga memperluas konservasi di laut hingga 30 persen wilayah laut Indonesia. Kemudian, kebijakan menangkap ikan berbasis terukur, tidak lagi sembarangan.

Selain itu, masa depan perikanan untuk komoditas tertentu, seperti rumput laut, kepiting, udang lobster.

“Juga program BCL atau bulan cinta laut. Pada bulan paceklik (tidak ada penghasilan), nelayan berpartisipasi mengambil sampah di laut. Sampah akan kita beli sesuai dengan nilai terendah ikan per kg di bulan itu,” kata Ismail.

Festival Masyarakat Hukum Adat

Festival Masyarakat Hukum Adat merupakan upaya KKP dan organisasi nirlaba Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) untuk mendorong penguatan MHA lewat kampanye dan memberi pengetahuan bagi masyarakat yang ada di Yogyakarta.

Festival ini menampilkan atraksi budaya, kuliner, kerajinan, produk khas lokal, dan berbagai seni tradisi lainnya.

Di tengah festival, Ismail juga mengenalkan keberadaan masyarakat hukum adat yang hidup sambil merawat alam di wilayah konservasi dengan hukum adatnya.

Menurut Ismail, diadakannya festival ini merupakan bentuk dukungan dan penguatan bagi MHA yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil agar memiliki daya saing dengan masyarakat lain, mampu mengelola wilayahnya dengan baik, serta mampu menjadi bagian penting dari isu-isu global yang terus berkembang.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/12/16/220309678/kkp-karpet-merah-bagi-masyarakat-hukum-adat-mengelola-ruang-laut

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke