Salin Artikel

Mampir di Gunungkidul, SBY Ceritakan Lahirnya UU Keistimewaan Yogyakarta

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, menceritakan tentang diterbitkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta.

SBY mengaku, mendukung penuh keistimewaan untuk menghormati sejarah.

"Dari dulu mendukung (UU Keistimewaan DIY), kalau Demokrat tidak mendukung, kalau saya enggak mendukung, enggak terbit undang-undang itu. Kalau saya tidak tanda tangan, enggak mungkin (terbit)," kata SBY, ditemui seusai makan siang di Rumah Makan Bu Tiwi Tan Tlogo, Semanu, Gunungkidul, DI Yogyakarta, Jumat (15/12/2023).

Ia mengatakan, waktu itu Demokrat menguasai parlemen. Memang ada beberapa pandangan yang berbeda sebelum akhirnya UU itu terbit.

SBY mengungkapkan, Presiden pertama RI Soekarno menerbitkan UU Yogyakarta sebagai daerah Istimewa pada tahun 1950.

Dalam UU itu, belum mengatur secara jelas kewenangan DIY, tentang Gubernur hingga Kepimilikan Tanah.

"Bismillah di era pemerintahan saya, kita ingin sempurnakan dan ingin hadirkan undang-undang yang sudah dipikirkan baik, undang-undang tentang keistimewaan Yogyakarta," kata dia.

Adapun beberapa pandangan menurut dia, ada pandangan dari tentang Keistimewaan Yogyakarta dari DPR, pemerintah dan pemerintah DIY punya pandangan sendiri.

Saat itu, dirinya berpandangan jika melihat sejarah tentang kasultanan dan pakualaman, SBY menilai Gubernur DIY tidak perlu dipilih.

Gubernur dari Kalsutanan Ngayogyokarto Hadiningrat dan Wakilnya Kadipaten Pakulaman.

Saat itu, ada dua pandangan tentang posisi gubernur, apakah ada pejabatnya atau dirangkap dengan raja kraton.

"Pilihan saya jadi satu saja (gubernur dan raja), setelah mendengarkan dari berbagai pandangan. Jadi, Gubernurnya DIY istimewa itu plus menjalankan roda pemerintahan sehari-hari," kata SBY.

SBY menceritakan, setelah diterbitkan UU Keistimewaan, 5 minggu setelahnya, SBY melantik Sultan dan Paku Alam menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DIY pertama kali di Gedung Agung, Kota Yogyakarta.

"Nah, sekarang, Ngarso Dalem sudah punya kewenangan yang kuat, punya hak yang juga luas, saatnya bersama masyarakat Yogyakarta, membangun lagi lebih maju lagi Yogyakarta, lebih sejahtera lagi Yogyakarta," kata dia.

"Menurut saya, ini Undang-undang (keistimewaan) yang baik menghormati Keistimewaan Yogyakarta, peran sejarahnya sejak Ngarso Dalem Hamengku Buwono IX sampai sekarang, dan seterusnya," kata SBY.


Dari pantauan Kompas.com, SBY sempat mampir di Hotel Santika, Logandeng, Kapanewon Playen, Jumat pukul 12.30 WIB menggunakan Bbus pribadi.

Dalam kesempatan ini, SBY sempat menyapa petani yang datang.

SBY sempat berbincang mengenai komitmen partai berlambang mercy itu untuk menyejahterakan petani. Jangan sampai harga jatuh, karena saat panen malah impor.

"Kalau kita kembali ke pemerintahan petani prioritas," kata SBY.

Ketua DPC Demokrat Gunungkidul Henry Ardianta mengatakan, tidak ada agenda khusus SBY di Gunungkidul. Setelahnya acara internal.

"Bapak tidak ada agenda khusus. Beliau ingin menyapa para kader Partai Demokrat di sini, sebelum melanjutkan ke Pacitan," kata Henry.

Dia berharap, dengan semangat yang diberikan oleh SBY kepada kadernya di Gunungkidul bisa memupuk semangat menghadapi pemilu.

"Kunjungan ini menambah semangat kami menghadapi pemilu 2024 nanti," kata dia.

Dalam kunjungan ini SBY didampingi Andi Malarangeng, dan sejumlah petinggi partai Demokrat DIY.

SBY melanjutkan perjalanan dan sempat mampir di salah satu rumah makan di Kapanewon Semanu.

Rumah makan Bu Tiwi Tan Tlogo langganan SBY sejak aktif saat menjabat Presiden.

"Tadi kami menyiapkan beberapa makanan tradisional seperti sego berkat tempe garit, dan tiwul. Juga tadi ayam kampung. Ini sudah keempat kali Pak SBY mampir ke warung saya. Dulu pas di GOR Voli beliau pesan makan dari sini," kata pemilik rumah makan Sunyoto.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/12/15/163300878/mampir-di-gunungkidul-sby-ceritakan-lahirnya-uu-keistimewaan-yogyakarta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke