Salin Artikel

Sejarah Gereja Katolik Santo Antonius Kotabaru

KOMPAS.com - Gereja Katolik Santo Antonius Padua atau dikenal dengan nama Gereja Kotabaru adalah salah satu gereja Katolik yang berada di wilayah Kota Yogyakarta.

Lokasi Gereja Kotabaru tepatnya di Jalan Abu Bakar Ali No 1, Kelurahan Kotabaru, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta.

Bangunan Gereja Kotabaru yang menghadap ke arah timur akan terlihat berdiri megah di simpang tiga jalan utama yang menghubungkan Stadion Kridosono menuju kawasan Malioboro.

Dilansir dari laman Kemendikbud, bangunan Gereja Kotabaru juga telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya melalui Per.Men Budpar RI No. PM.07/PW.007/MKP/2010.

Sejarah Gereja Kotabaru

Dilansir dari laman Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, awal kegiatan keagamaan Katolik di sekitar Kotabaru bermula dengan kehadiran Romo F. Strater pada sekitar tahun 1918.

Sebelum Gereja Kotabaru berdiri, Romo F. Strater merintis pendirian Kolese Santo Ignatius (Kolsani) dan Novisiat Kolsani pada 18 Agustus 1922.Kolsani ini juga mempunyai kapel yang terbuka untuk umum.

Romo F. Strater akhirnya memutuskan untuk mendirikan gereja yang lebih besar dan representatif, untuk menampung umat Katolik yang terus bertambah.

Akhirnya Provinsial Serikat Jesus Indonesia saat itu, yaitu Romo J. Hoeberechts, mendapatkan bantuan dana dari Belanda untuk membangun sebuah gereja.

Sebagai syaratnya, gereja yang akan dibangun itu nantinya akan diberi nama Santo Antonius van Padua.

Dilansir dari laman Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Gereja Kotabaru dibangun pada 1926.

Pendirinya adalah Romo F. Strater dengan penanggung jawab pendirian gereja ini adalah Romo J. Hoeberecht Sj.

Bangunan Gereja Kotabaru ini didirikan dengan dana dari pemerintah Belanda.

Pada awal masa berdirinya, Gereja Kotabaru merupakan bagian dari Kolese St. Igantius yang merupakan sekolah bagi para romo muda.

Dilansir dari laman Keuskupan agung Semarang, Gereja Kotabaru diresmikan pada 26 September 1926 oleh Mgr. A. van Velsen, SJ.

Semula, gereja ini adalah bagian dari Komunitas Kolese Ignatius (Kolsani) dengan Rektor Kolsani merangkap sebagai Pastor Kepala. Gereja Kotabaru kemudian berstatus menjadi paroki mandiri pada 1 Januari 1934.

Namun pada masa pendudukan Jepang, Gereja Kotabaru sempat berubah fungsi menjadi gudang senjata.

Pada masa itu, di kawasan Kotabaru memang banyak bangunan yang kemudian diambil alih oleh tentara Jepang untuk diubah fungsinya sesuai kebutuhan.

Sehingga kegiatan peribadatan dipindahkan ke rumah joglo di daerah Kemetiran yang kemudian menjadi cikal bakal Gereja Kumetiran.

Karena perubahan fungsi tersebut, menyebabkan beberapa komponen bangunan gereja yang hilang.

Salah satu diantaranya adalah patung logam manusia kudus pada pilar yang kini sudah tidak dapat dijumpai lagi.

Baru setelah Indonesia merdeka, bangunan ini kemudian dikembalikan fungsinya menjadi gereja seperti semula.

Pada tahun 1967, Kolsani menyerahkan Gereja kepada paroki, tetapi pemisahan sepenuhnya baru terjadi pada awal tahun 1975 pada saat Gereja Kotabaru di bawah penggembalaan Romo Contanstinus Harsosuwito, SJ.

Pada tahun 1990 – 1995, atau di masa penggembalaan Romo Gundhart Gunarto, SJ, Gereja Kotabaru menampilkan budaya Indonesia melalui lukisan-lukisan di dinding bangunan utama Gereja yang terinspirasi dari kisah Injil.

Arsitektur Gereja Kotabaru

Gereja Kotabaru memiliki bentuk bangunan khas dengan gaya kolonial yang masih dipertahankan hingga saat ini.

Bangunan gereja ini menara yang menjadi penghias bagian fasad depannya.

Bagian atap menara Gereja Kotabaru berbentuk limas dengan bagian puncaknya diberi hiasan berupa windwijzer (penunjuk arah tiupan angin) dengan hiasan ayam jago di bagian atasnya.

Bagian atap menara yang berupa limasan dengan bagian dinding di bawahnya yang memiliki banyak ventilasi adalah bentuk adaptasi terhadap iklim tropis.

Pada bagian dalam gereja terdapat ruang untuk mempersiapkan upacara, tempat penyimpanan alat alat upacara, ruang-ruang pengakuan dosa, dan ruang utama.

Pada bagian ruang utama ini terdapat kursi sebagai sarana peribadatan yang masih menggunakan kursi asli sejak pertama kali dibangun.

Pada bagian dindingnya juga terdapat hiasan berupa mural yang menceritakan tentang Yesus.

Kondisi Gereja Kotabaru saat ini masih menunjukkan bentuk aslinya, meskipun terdapat penambahan bangunan di sayap utara sebagai salah satu cara untuk mengakomodasi banyaknya jemaah.

Bangunan Gereja Kotabaru juga pernah direhabilitasi pada tahun 2007, sebagai langkah pemulihan pasca bencana Gempa Jogja yang melanda di tahun 2006 silam.

Sumber:
pariwisata.jogjakota.go.id
jogjacagar.jogjaprov.go.id  
kas.or.id   
kebudayaan.kemdikbud.go.id    

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/12/10/232832478/sejarah-gereja-katolik-santo-antonius-kotabaru

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke