Salin Artikel

Gejog Lesung, Kesenian Tradisional yang Jadi Ekspresi Kebahagiaan Masyarakat Agraris

KOMPAS.com - Gejog Lesung adalah kesenian tradisional khas Jawa, terutama di sekitar Yogyakarta, Klaten, dan Surakarta.

Kesenian yang berkembang di tengah masyarakat agraris ini dimainkan menggunakan alat-alat yang digunakan dalam aktivitas sehari-hari, yaitu alu dan lesung.

Sesuai namanya yang berasal dari bahasa Jawa, kesenian gejog lesung berasal dari dua kata, yaitu gejog berarti memukul atau menumbuk, dan lesung yang merupakan sebuah alat untuk menumbuk padi.

Properti yang digunakan dalam kesenian gejog lesung berupa lesung atau wadah panjang dengan cekungan di tengahnya dan penumbuknya disebut alu, yang keduanya dibuat dari batang kayu yang panjang.

Dilansir dari dari laman wukirsari.bantulkab.go.id, pada umumnya lesung dibuat dari kayu nangka atau munggur.

Dahulu, lesung digunakan oleh masyarakat pedesaan untuk memisahkan padi dari tangkai-tangkainya dengan ditumbuk menggunakan alu secara berirama.

Cara menumbuk menggunakan lesung ini sudah banyak ditinggalkan, namun keberadaan lesung justru dilestarikan melalui kesenian tradisional.

Sejarah Kesenian Gejog Lesung

Dilansir dari laman kikomunal-indonesia.dgip.go.id, kesenian gejog lesung diperkirakan pertama kali berkembang pada sekitar abad ke-9.

Kesenian gejog lesung dilakukan setelah panen padi yang dilakukan bersama-sama masyarakat setempat secara beramai-ramai.

Kegiatan itu diselingi nyanyian dan tarian, serta dialog atau cerita sebagai ekspresi kebahagiaan dan pengusir rasa lelah.

Lama-kelamaan, kegiatan ini tidak hanya dilihat menjadi proses menumbuk padi namun berkembang sebagai sebuah kesenian yang ditunggu masyarakat dan menjadi sebuah hiburan.

Sejarah gejog lesung juga tidak lepas dari cerita nenek moyang berupa mitos atau legenda yang dipercaya masyarakat setempat.

Dilansir dari laman warisanbudaya.kemdikbud.go.id, terdapat tiga cerita yang terkait dengan asal-usul kesenian gejog lesung.

Cerita pertama adalah kisah Dewa Kala Rau alias Lembu Culung yang bercerita tentang tentang terjadinya lesung.

Dikisahkan bahwa lesung adalah bentuk jelmaan (jadi-jadian) dari gembung atau bagian perut dari Dewa Kala Rau alias Lembu Culung.

Hal ini karena bentuk lesung yang kuno menggambarkan beberapa bagian tubuh manusia raksasa, yaitu bagian mustaka atau kepala, jangga atau leher, jaja atau dada, lambung atau perut,suku atau kaki, dan kepet atau sirip.

Bagian kepala dan kaki tidak berlubang dan jika dipukul menimbulkan suara “dhug” dan “theg.

Kemudian bagian leher, dada, dan perut menimbulkan suara nyaring namun berbeda-beda frekuensinya sehingga menimbulkan efek tinggi rendah suara.

Cerita kedua adalah kisah Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang yang bercerita tentang tentang pembuatan candi yang harus selesai dalam semalam.

Kala itu, Bandung Bondowoso diminta membuat seribu candi dalam waktu semalam untuk membuktikan kesaktiannya agar bisa meminang Roro Jonggrang.

Dalam cerita tersebut, Roro Jonggrang mengerahkan petani di desa-desa untuk memainkan musik gejog lesung di tengah malam sehingga ayam berkokok pertanda hari telah fajar dan menggagalkan usaha Bandung Bondowoso.

Cerita kedua adalah kisah perkembangan seni sandiwara ketoprak mataram.

Hal ini berawal dari sebuah seni sandiwara yang merupakan ciptaan Pangeran Wreksadiningrat di Kepatihan Surakarta ini diiringi oleh musik gejog lesung.

Sehingga pada awal kemunculannya, kesenian sandiwara ini sering disebut sebagai ketoprak lesung.

Seni ketoprak ini kemudian masuk ke Yogyakarta pada abad ke-10 dan berkembang pesat menjadi ketoprak mataram dengan iringan musik gamelan secara lengkap berlaras slendro dan pelog.

Cara Memainkan Gejog Lesung

Sebagai alat musik yang bersifat perkusif, cara memainkan lesung adalah dengan dipukul bersahut-sahutan, dengan alu sehingga menimbulkan bunyi yang ramai dan berirama.

Karena alat musik lesung, yang memainkannya dengan dipukul-pukul dengan kayu semacam tongkat yang disebut alu atau secara umum antan (alat penumbuk Bentuk lesung yang digunakan, dari yang memiliki satu lubang memanjang hingga yang tersekat-sekat menjadi beberapa lubang.

Satu lesung biasanya biasanya dimainkan oleh empat sampai lima orang pemain.

Semakin banyak pemain, maka bunyi atau musik yang dihasilkan akan semakin semakin meriah.

Adapun prinsip dasar permainan gejog lesung adalah “kothek-an” yang berpijak pada pola-pola pukulan interlocking.

Ekspresi Kebahagiaan Masyarakat Agraris

Kesenian gejog lesung berawal dari ekspresi kegembiraan kaum petani pedesaan setelah melaksanakan masa panen.

Musik dan gerakan sederhana yang merupakan hasil kreasi dari kalangan para petani ini pun berkembang dan mengalami modifikasi.

Sentuhan-sentuhan kreatif dari para musisi pedesaan membuatnya menjadi lebih ekspresif dan memiliki daya tarik sebagai seni pertunjukkan.

Di Yogyakarta kesenian ini berkembang cukup pesat, khususnya Kabupaten Bantul (berpusat di Imogiri), Kabupaten Gunungkidul (berpusat di Panggang, Giriharjo, Kecamatan Panggang), Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Sleman.

Sumber:
wukirsari.bantulkab.go.id 
kikomunal-indonesia.dgip.go.id 
warisanbudaya.kemdikbud.go.id 

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/11/29/230053278/gejog-lesung-kesenian-tradisional-yang-jadi-ekspresi-kebahagiaan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke