Salin Artikel

Usung Tema Luminescene, JAFF Ke-18 Pijarkan Sinema Asia

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF) ke-18 kali ini mengusung tema luminescene.

Executive Director JAFF Ajish Dibyo menjelaskan, luminescene adalah kata yang digunakan untuk meresonansi pijaran atau cahaya yang merupakan intepretasi kekuatan karakter baik untuk seseorang atau komunitas.

"Luminescene dalam konteks ini membicarakan pijaran dari sinema Asia. Sinema Asia jadi salah satu paling kuat di dunia," ujarnya saat ditemui pada acara pembukaan JAFF ke-18 di Kota Yogyakarta, Sabtu (25/11/2023).

Menurut Ajish, sinema Asia sekarang memiliki perbedaan yang tidak dimiliki oleh sinema di tempat lain. Bahkan menurutnya, banyak sinema Asia yang kerap berada di posisi yang strategis di festival-festival internasional.

"Tidak jarang film Asia mendominasi award di festival besar," katanya.

Sinema Asia naik daun sejak 2010, dan dikukuhkan dengan menangnya film Parasite pada ajang Oscar.

Beberapa negara Asia yang sudah menunjukkan kelebihan di bidang sinema seperti Jepang, China, dan India. Tetapi, saat ini film-film dari Asia Tenggara, khususnya Indonesia sudah mampu untuk menandingi film-film dari negara tersebut.

"Pada faktanya film-film Indonesia mendapat posisi strategis di festival film besar. Misalnya film Ali Topan di Gaspar, Bussan," jelas Ajish.

Ajish mengatakan, kekuatan sinema-sinema Asia, terutama Indonesia, adalah kultur atau budaya yang tidak dimiliki oleh negara-negara lain.

"Salah satunya keunikan tema. Misalnya kita punya konsep gotong-royong yang pada pandemi Covid-19 negara besar kolaps kita enggak, eksotisme kita berbeda, karakter kita sekuat itu," kata dia.

"Begitu kita ngomongin kultur cabangnya banyak banget, cara pandang, merespons hidup berbeda," bebernya.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan HB X dalam keterangan tertulis mengatakan, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bangga atas keberlangsungan Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF) yang telah melalui berbagai situasi seperti gempa bumi (2006), letusan Gunung Merapi (2010) dan bencana alam.

"Pandemi Covid-19 (2020-2021), tahun lalu JAFF menandai kembalinya kehidupan normal, sehingga tahun ini saya berharap festival ini dapat mempercepat pembangunan daerah," katanya.

Tema festival luminescene yang menekankan perspektif inklusif dalam sinema.

"Prinsip ini sesuai dengan Rencana Penanggulangan Bencana DIY 2022-2027 yang bertujuan mewujudkan pembangunan DIY yang inklusif dan berkelanjutan berdasarkan keseimbangan aspek sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup," katanya.

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menekankan pemulihan ekonomi dan kesehatan pascapandemi yang inklusif.

"Saya yakin seluruh kegiatan seni dan budaya mempunyai peranan penting dalam pembangunan daerah yang inklusif. Saya berharap JAFF dapat merangkul semua orang tanpa memandang status sosial, budaya, ekonomi, dan disabilitas mereka karena film adalah media yang tepat untuk menyampaikan pesan-pesan inklusivitas," kata Sultan.

Selain itu, budaya film di DIY yang telah berkembang selama dua dekade telah mendorong perspektif dan cara produksi yang inklusif. JAFF memainkan peran penting dalam membentuk karakter budaya film yang berbeda.

"Saya konsisten mendukung penerapan JAFF sebagai wujud karakter inklusif DIY. Acara ini terus menyebarkan karakter unik dan daya tariknya secara global dengan memanfaatkan nilai-nilai budaya Jawa yang berbeda. Festival ini memadukan mobilisasi sumber daya (golong gilig) secara terpadu (sawiji), kegigihan dan kerja keras yang dinamis (greget), disertai rasa percaya diri (asli), dan kegigihan apa pun risikonya (ora mingkuh)," bebernya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/11/26/135956178/usung-tema-luminescene-jaff-ke-18-pijarkan-sinema-asia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke