Salin Artikel

Ribuan Warga Bantul Positif TBC, Banyak Kasus Masih Belum Ditemukan

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul, DI Yogyakarta, melaporkan ada ribuan kasus aktif tuberkulosis (TBC). Faktanya, masih ada banyak kasus yang belum tercatat atau diketahui.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bantul, Agus Budi Raharja menyampaikan, berdasar data yang ada terdapat 1.144 kasus aktif TBC dari Januari sampai pertengahan November 2023. Namun angka itu masih lebih rendah dari estimasi 1.950 kasus TBC tahun 2023.

Agus mengatakan, dengan banyaknya kasus yang belum tercatat, artinya ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Sebab, kasus TBC yang tidak tercatat berarti tidak terobati dengan baik.

"Wong yang ditemukan saja belum pasti 100 persen diobati. Sekitar 42 persen belum bisa ditemukan dan kemungkinan bisa menularkan ke orang lain karena belum ada intervensi obat dari kita," katanya kepada wartawan di Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, Jumat (24/11/2023)

Mantan kepala dinas kesehatan Bantul ini mengatakan, pemerintah Bantul berkomitmen kalau ada temuan kasus TBC harus diobati sampai tuntas dan jangan sampai putus.

Capaian temuan kasus TBC di Bantul telah melebihi target nasional terkait pemeriksaan terhadap terduga TBC.

"Oleh nasional sudah dihitung, bahwa target kita (Bantul) memeriksa terduga TB itu 9.477 orang. Alhamdulillah kita sampai saat ini memeriksa 12.576 ribu orang atau 132 persen," kata Agus.

Dari 1.144 sebanyak 420 pasien TBC dalam usia produktif dengan rincian 122 pasien berstatus sebagai pelajar/mahasiswa (10,6 persen), wiraswasta (6,5 persen) serta pegawai swasta 3 persen.

Berdasarkan jenis pekerjaan, tertinggi bekerja sebagai buruh dengan 11 persen, pelajar/mahasiswa 10,6 persen, ibu rumah tangga (IRT) 7 persen, wiraswasta 6,5 oersen serta pegawai swasta 3 persen.

Dari 1.144 kasus tadi sekitar 21,24 Persen tercatat memiliki penghasilan rendah.

Dijelaskannya, warga dengan penghasilan rendah berpotensi tertular penyakit TBC karena beberapa hal. Seperti rumah yang lembab, selain itu sering berganti menggunakan tempat makan.

"Kalau rumah semakin tidak sehat, ventilasi kurang, pencahayaan kurang dan alat-alat rumah tangga tidak dicuci dengan baik tentu dan itu sering digunakan berganti itu pasti meningkatkan risiko penularan TB," kata Agus.

Hal itu diperparah dengan tidak mengakses layanan kesehatan. Sebagian besar menunggu sampai kondisinya parah seperti batuk berdarah.

Agus mengatakan, untuk menekan angka penularan dengan Terapi Pencegahan TBC (TPT) bagi kontak erat pasien TBC dan kasus Infeksi Laten TBC; Penemuan kasus secara aktif pada populasi beresiko melalui kegiatan Active Case Finding (ACF), serta kolaborasi multi sector melalui pendekatan District based Public Private Mix (DPPM).

Dikatakannya, Dinas Kesehatan Bantul, fasyankes, dan Komunitas saling berkolaborasi untuk meningkatkan temuan kasus TB, dan memastikan pengobatannya sampai tuntas.

Kepala Dinas Kesehatan Bantul Agus Tri Widiyantara mengatakan ada tiga Kapanewon penyumbang kasus TBC tertinggi yakni Sewon, Banguntapan, dan Imogiri. Hal ini berdasarkan temuan oleh puskemas.

"Puskesmasnya paling banyak Puskesmas Banguntapan, khususnya Puskesmas Banguntapan I, kemudian Puskesmas Sewon dan Puskesmas Imogiri," kata dia.

Dijelaskannya, untuk Sewon dan Banguntapan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, sehingga mobilitas masyarakat tinggi. Sementara di Imogiri kepadatan penduduk dan faktor ekonomi dan sosial.

Kepala Sub Sub Recipient (SSR) Sinergi Sehat Indonesia Kabupaten Bantul Nurkolis Majid mengatakan, diperlukan kesiapan semua pihak untuk pemeriksaan TBC. Selain fasilitas kesehatan, melibatkan semua pihak mulai dari jajaran pemerintahan di kabupaten, kapanewon, kalurahan, hingga kader-kader kesehatan ditingkat padukuhan.

Pemerintah DIY juga bisa melakukan pelacakan terhadap mahasiswa yang masuk dari luar daerah. 

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/11/24/191944578/ribuan-warga-bantul-positif-tbc-banyak-kasus-masih-belum-ditemukan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke