Salin Artikel

Miras Oplosan Tewaskan Nelayan Bantul Diracik dari Sisa Alkohol Penanganan Covid-19

YOGYAKARTA,KOMPAS.com-Polisi mengungkap fakta baru yakni bahan baku pembuatan minuman keras (miras) oplosan yang menewaskan TM (37) seorang nelayan Samas,Bantul, DI Yogyakarta,adalah alkohol sisa pandemi Covid-19.

Tersangka S (53) meracik miras oplosan hingga luar DIY. 

Kasat Reskrim Polres Bantul AKP Bayu Sila Pambudi menyampaikan pihaknya menetapkan R dan S sebagai tersangka kasus miras oplosan yang menewaskan TM.

Kejadian ini bermula saat R membawa 15 liter alkohol murni sisa penanganan Covid-19 lalu ke rumah S pada awal bulan Oktober.

R meminta S meracik miras oplosan yang dimasukkan ke dalam botol minuman keras impor.

R merupakan relawan penanggulangan Covid-19.

"Alkohol di drum ini dulunya kerap digunakan untuk penyemprotan APD untuk badan, jadi sudah lama sekali. Karena sisa lalu disimpan, kemudian muncul ide dari R untuk membawanya ke tempat S agar diracik menjadi miras," kata Bayu di Mapolres Bantul, Rabu (18/10/2023). 

S akhirnya meracik miras dari alkohol, minuman frrmentasi, air, gula pasir hingga perasa makanan.

Total ada 17 botol miras oplosan dan R mengambil 3 botol untuk diminum bersama tiga rekannya di Pantai Samas, Sabtu (7/10/2023). 

Salah seorang teman minum S, yakni TM meninggal dunia Selasa (10/10/2023). 

Bayu mengatakan, setelah ada laporan mengenai warga yang tewas, langsung melakukan lidik.

Polisi akhirnya mengamankan S di kediamannya, Kalurahan Panggungharjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, Jumat (13/10/2023).

Polisi menemukan miras yang dikemas dalam 3 botol bermerk Red Label, beragam botol miras impor, cukai palsu, hingga beberapa botol miras impor dengan berbagai merek.

"S mengaku sudah meracik miras sejak tahun 2022. S menjual miras racikannya melalui aplikasi online, sebarannya mulai Jakarta hingga Bali dengan harga Rp 60.000 perbotol," kata dia. 

Adapun keterangan S, satu botol minuman impor Rp 15.000, tapi kalau botol lengkap sama kardus, dan cukai palsu Rp 20.000. Lokasi pembelian di Solo. 

"Jadi S ini otodidak tidak ada privat atau ikut pelatihan khusus meracik miras. S ini juga mengaku meracik sesuai pesanan saja," kata dia.

S dan R disangkakan Pasal 204 KUHP tentang tindak pidana barang siapa menjual, menawarkan, menerimakan atau membagi-bagikan barang, sedang diketahuinya bahwa barang itu berbahaya bagi jiwa atau kesehatan orang dan sifat yang berbahaya itu didiamkannya. Untuk ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara. 

Pengakuan tersangka miras

R mengaku sudah kenal dengan TM, awalnya menghubungi minta ikan. Saat itu, TM mengatakan memiliki ikan dan meminta R untuk datang ke Pantai Samas.

"Lalu saya bawa tiga botol dan barter sama ikan 2 atau 3 kilogram, ikan itu ya untuk makanan sambil minum-minum juga," kata dia.

Dikatakannya, bahan baku alkohol bantalan sebagai bahan utama pembuatan miras racikannya, didapatkan dari Kota Yogya. 

"Tidak setiap hari, hanya kalau ada pesanan saja. Kadang saya dua minggu sekali cuma satu krat," kata dia. 

Dia mengatakan, jika sering mencicipi hasil racikannya sendiri. Meski sebagian besar dijual. 

"Jadi satu botol saya jual Rp 60.000, dan untuk itu tidak sampai Rp 5 juta, paling Rp 1,5 juta dua minggu sekali, kadang sebulan juga nggak ada pesanan," kata S. 

Mengaku anggota Brimob

KBO Satreskrim Polres Bantul Iptu Imam Sutrisna mengatakan S merupakan pecatan kepolisian puluhan tahun silam.

"Desersi, terus dipecat tahun 1995," katanya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/10/18/235032278/miras-oplosan-tewaskan-nelayan-bantul-diracik-dari-sisa-alkohol

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com