Salin Artikel

Tantangan Demokrasi di Indonesia, Mahfud MD: Kita Berdebat Apa Pun, Keputusannya Ada di Oligarki

Kuliah umum ini digelar di Ruang Bulaksumur, University Club UGM Jumat (6/10/2023). Hadir sebagai moderator dalam kuliah umum ini Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat dan Alumni UGM, Arie Sujito.

Saat menjadi pembicara Mahfud MD menyampaikan tentang tantangan pembangunan demokratisasi di Indonesia. Salah satu tantangan yang masih dihadapi adalah tingginya biaya politik. 

"Sekarang ini politik kita berbiaya tinggi. Saudara bayangkan kalau sekali pemilu saja, biaya pemilunya untuk pemilu presiden, pemilu legislatif misalnya Rp 106 triliun," katanya.

"Itu yang untuk penyelanggara pemilu. Belum yang untuk kontestan masing-masing cari biaya sendiri," lanjutnya.

Tantangan selanjutnya yang harus dihadapi adalah masih banyaknya pengaruh kelompok kepentingan atau oligarki yang mengambil keputusan publik. 

"Rakyat itu pemilu, selesai. Lalu keputusan negara itu diatur oleh kelompok oligarki, yang biasanya koalisi atau kolaborasi antara penguasa politik dan pemilik modal besar," tuturnya. 

Menurutnya, hal ini yang menimbulkan banyak korupsi berdasarkan hasil penelitian Transparansi Internasional.

"Karena banyak double fungsi kayak gini. Jadi conflict of interest di kalangan pemerintah, pejabat legislatif dengan pebisnis, itu sudah menjadi suatu kekuatan sendiri. Yang sering kita berdebat apa pun, keputusannya ada di oligarki," paparnya. 

"Undang-undang, kita berdebat. Kalau saudara ndak mampu meyakinkan oligarki ini atau oligarki punya kepentingan yang tak bisa ditawar, ini yang jadi. Ini tantangan demokrasi kita," tuturnya. 

Selain itu yang menjadi tantangan lainya adalah politik identitas. Kemudian demokrasi yang manipulatif yang justru mencederai hak orang lain atau melanggar konstitusi.

"Lalu masalah yang paling bersentuhan dengan tugas saya yaitu belum optimalnya penegakan hukum yang memenuhi harapan dan keadilan publik," tuturnya.

Tantangan lainya, Mahfud MD menyebutkan masih adanya ancaman terhadap kebebasan sipil dan berpendapat di ruang-ruang digital.

Namun saat ini berbeda, tindakan represi terhadap kebebasan berpendapat bukan dilakukan oleh pemerintah.

"Saudara jangan berpikir sekarang kebebasan berpendapat itu represi dari pemerintah, nggak ada itu," tegasnya.

Dia mengatakan sejak jaman reformasi orang boleh berpendapat apa saja. Menurutnya, jika ada represi kebebasan berpendapat maka itu terjadi antarkelompok masyarakat.

"Nah kalau ada repsesi kebebasan berpendapat itu terjadi antar kelompok-kelompok masyarakat sendiri sekarang, karena terlalu bebas justru. Siapa menggalang opini, lalu pakai buzzer gitu. Itu orang menjadi takut berpendapat," ungkapnya.

Tantangan berikutnya adalah masih adanya praktik diskriminasi dan intoleransi yang berpotensi memicu konflik horizontal.

"Kemudian ada praktik diskriminasi dan intoleransi, nah itu tantangan," pungkasnya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/10/06/160850178/tantangan-demokrasi-di-indonesia-mahfud-md-kita-berdebat-apa-pun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke