Salin Artikel

Tolak Bantuan Air meski Kekeringan, Warga Padukuhan Sejati Sleman Ternyata Pakai Jurus Nenek Moyang "Nge-Lep"

Ada beberapa wilayah yang setiap tahun mengalami kondisi kekeringan. Namun ada juga yang baru tahun ini mengalami kondisi serupa.

Seperti halnya warga Padukuhan Sejati Desa, Kalurahan Sumberarum, Kapanewon Moyudan, Kabupaten Sleman.

Hujan yang tak kunjung datang dan turunnya muka Kali Progo membuat sumur PAM dusun yang selama ini menjadi andalan warga mendapatkan air bersih menjadi tidak terisi.

Kondisi tersebut tak lantas membuat warga pasrah dan berdiam hanya mengandalkan bantuan air. Warga pun secara mandiri berupaya mendapatkan air bersih dengan mempraktikan cara nenek moyang mengisi sumur PAM dusun.

"Tradisinya nenek moyang kita kan kalau kemarau suka lep sumur (mengairi tanah sekitar sumur) dulu dari air irigasi yang di Van Der Wijck," ujar Ketua Pam Dusun Sejati Desa, Bandrio, Selasa (3/10/2023).

Bandrio menjelaskan nge-lep sumur memang sudah ada sejak dahulu. Hanya saja selama ini tidak pernah dilakukan lagi karena debit air sumur untuk PAM desa masih dapat mencukupi kebutuhan warga meski saat musim kemarau.

Namun di musim kemarau tahun ini, nge-lep sumur dilakukan lagi untuk mengisi air di sumur PAM dusun. Aktivitas Nge-lep ini sudah dilakukan sejak dua bulan lalu sampaia hujan turun.

"Baru kali ini (nge-lep sumur) karena keadaan Sungai Progo semakin dalam. Kemarau tahun kemarin belum. Dulu biasa aja, musim kemarau juga PAM (PAM dusun), cukup," ucapnya.

Menurut Bandrio, zaman dahulu nge-lep sumur dilakukan nenek moyang secara manual. Sebab saat itu belum ada teknologi.

Namun sekarang ini nge-lep sumur menggunakan mesin pompa diesel untuk menyedot air Sungai Progo.

Cara nge-lep

Bandrio mengatakan nge-lep bisa dilakukan dengan cara yang sederhana yakni air Sungai Progo disedot. Kemudian menggunakan selang dialirkan ke sekitar sumur PAM.

Kebetulan tanah di sekitar sumur PAM berpasir. Sehingga air Sungai Progo mudah terserap. Air yang terserap ke dalam tanah itu, tersaring secara alami dan kemudian mengisi sumur PAM dusun.

"Nggak langsung ke sumur, tapi dialirkan di sekitar sumur nanti airnya meresap ke sumur jadi sumber mata air untuk sumurnya. Kalau musim hujan itu kan air jatuh ke tanah meresap ke dalam, yang kita ikuti ya itu menyerap ke tanahnya," urainya.

Durasi nge-lep atau mengaliri air di sekitar sumur warga dilakukan selama 5 sampai 7 jam. Nge-lep ini dilakukan dua hari sekali.

Saat akan nge-lep mesin diesel dibawa menggunakan mobil ke pinggir Sungai Progo. Kemudian setelah selesai, mesin diesel kembali dibawa pulang  dengan menggunakan mobil. Sebab jika ditinggal dikhawatirkan hilang.

Meski cara nge-lep mudah, tapi proses memindahkan mesin diesel itulah yang diakui Bandrio cukup berat.

"Minim itu 5 jam. Itu kepakai untuk dua hari. Itu untuk 135 KK (Kepala Keluarga) di satu padukuhan, sebetulnya KK nya di atas 185, cuma ada yang gabungan satu meteran buat dua keluarga," ucapnya.

Bandrio menyampaikan sumur untuk PAM Dusun saat ini ada satu dan dibangun sekitar tahun 2005. Kedalam sumur sekitar 13 meter. Sedangkan jarak Sungai Progo dengan Sumur PAM Dusun sekitar 100 meter.

"Dalamnya sumur 13 meter, tapi air dari bawah ke atas cuma 5 meter. Itu juga paling minim 1 meter baru berhenti, nyedot," tandasnya.

Diakui Bandrio, untuk nge-lep ini menyebabkan adanya tambahan pengeluaran diluar perencanaan meski tidak signifikan. Sebab untuk mengoperasikan diesel memerlukan bahan bakar solar.

"Ya ada tambahan di luar perencanaan ya solar itu. Sebenarnya hemat kalau solar 15 liter bisa untuk 2 kali nge-lep. Sekali nge-lep 7,5 liter," tegasnya.

Sepengetahuanya, di sepanjang aliran Sungai Kali Progo baru di Padukuhan Sejati Desa yang melakukan nge-lep. 

"Baru di sini. Tapi belum tentu juga (daerah lain bisa menerapkan cara nge-lep) karena daerah lainnya belum tentu seperti kita pinggirannya (tanah berpasir). Ada yang (kondisi tanahnya) sulit (air meresap)," ucapnya.

Tak perlu dibantu air, tapi butuh pompa

Bandrio menegaskan cara nge-lep cukup untuk mengisi debit air sumur PAM dusun. Sehingga padukuhanya tidak memerlukan bantuan dropping air dari pemerintah.

"Jadi kalau kita dibantu, misalnya ada bantuan air ya sebetulnya nggak perlu karena cukup dengan itu. Yang penting kita usaha, ya usaha sebenarnya sudah sejak zaman dulu bukan baru sekarang usaha nge-lep sumur," ungkapnya.

Jika pun ada bantuan air bersih, lanjut Bandrio, bisa dialihkan ke wilayah lain yang lebih membutuhkan di musim kemarau ini.

Namun demikian, jika ada bantuan, pihaknya membutuhkan pompa baru. Sebab pompa yang digunakan saat ini sudah cukup tua.

"Bantuan (air bersih) bisa untuk daerah lainnya yang memang tidak punya solusi lain. Kalau kita ada solusi yang tidak terlalu berat, ya memang kita harus kerja tapi kan tidak seberat kalau daerah lain," pungkasnya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/10/04/133620478/tolak-bantuan-air-meski-kekeringan-warga-padukuhan-sejati-sleman-ternyata

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke