Salin Artikel

Berebut Berkah Raja Keraton Yogyakarta pada Grebeg Maulud

Ribuan masyarakat dari berbagai penjuru DIY mulai berdatangan ke halaman Masjid sejak pukul 08.00 WIB. Ada yang datang sendiri, ada pula yang mengajak sanak saudaranya untuk mengikuti atau menyaksikan prosesi ini secara langsung.

Petugas sudah menyiapkan tempat bagi para pengunjung. Teriknya matahari membuat petugas harus menyiram halaman masjid dengan air dengan tujuan agar lantai halaman yang tersusun dari batu ini tidak mencederai para abdi dalem yang kebanyakan tak mengenakan alas kaki.

Pukul 10.18 WIB bregada abdi dalem Keraton Yogyakarta mulai memasuki area halaman Masjid Kagungan Dalem Keraton Yogyakarta, masyarakat akrab menyebutnya dengan nama Masjid Gedhe Kauman.

Sejumlah bregada masuk dengan diiringi irama seruling dan genderang senar, gong, dan alat musik tradisional lainnya.

Masuknya Bregada Keraton Yogyakarta ini membuat warga kembali bersemangat untuk mengikuti prosesi berebut gunungan grebeg mulud. Warga yang berteduh seketika kembali ke tempat yang disediakan oleh petugas.

Total tujuh Gunungan disiapkan oleh Keraton Yogyakarta. Gunungan adalah tumpukan berisi sejumlah makanan yang disusun seperti tumpeng. Gunungan akan menjadi obyek yang diperebutkan massa 

Sebanyak lima gunungan diletakkan di halaman Masjid, satu gunungan di Kantor Gubernur Kompleks Kepatihan, dan satu sisanya di Pura Pakualaman.

Ketika lima gunungan akan memasuki halaman Masjid Keraton Yogyakarta, bregada menyambut dengan tembakan senapan laras panjang atau Salvo ke udara beberapa kali dengan mengikuti komando dari Manggalayuda (inspektur upacara) Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro. 

Setelah itu, gunungan didoakan oleh Pengulu yang ada sudah berada di halaman Masjid.

"Rayah!" seru Pengulu setelah mendoakan kelima gunungan itu.

Saat aba-aba rayah diserukan oleh Manggalayuda, warga yang berdiri di pinggir-pinggir merangsek menyerbu kelima gunungan yang ada. Mereka berdesakan, memanjat gunungan yang tersusun dari hasil bumi sayur-sayuran, jajan pasar, dan rengginang.

"Tadi berangkat dari rumah jam 06.00, rumah saya di Wonosari, Gunungkidul," ujar Kuwat (72) yang ikut berebut isi gunungan, Kamis (28/9/2023).

Usia tak menghalangi Kuwat untuk ikut berebut isi Gunungan, dan hasilnya ia mendapatkan bambu yang digunakan sebagai kerangka hasil bumi dan lainnya disusun.

"Dapat pring (bambu), dan rafia. Kalau cara desa bambu nanti ditancapkan di ladang saat musim tabur, untuk tolak bala agar tanaman terhindar dari penyakit (hama)," kata dia.

"Bambu ditancap keliling ladang. Biasanya saya menanam tela, kacang, jagung, kedelai, dan padi," katanya.

"Harapannya saat di akhirat mendatang mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad, di dunia juga dapat barokah," jelas Zhuban.

Lalu soal rayahan atau berebut isi gunungan yang dilakukan oleh masyarakat, Zhuban mengatakan bahwa setiap event yang bersifat ritual termasuk Grebeg Maulud mengandung keberkahan.

"Keberkahan jatuh kepada dirinya, dirinya bisa sehat. Jatuh pada putranya jadi cerdas, soleh, kalau jatuh ke hartanya jadi berkah," kata dia.

"Ada kayu (saat grebeg), ditanam di tanah mungkin padinya bisa menjadi subur, terhindar penyakit, dan hasilnya berlipat ganda," kata dia.

Kahartakan Urusan Pengulon Keraton Yogyakarta Riya Sarihartakadipura menjelaskan bahwa gunungan ini sebagai bentuk sedekah raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X kepada rakyatnya.

"Bentuknya memang sedekah. Ada juga yang datang dari Boyolali ngerayah (berebut) itu atas permintaan tetua di sana, agar saat Keraton Yogyakarta mengadakan grebeg diminta datang. Supaya tentram kalau ada bawaan dari Keraton Yogyakarta," kata dia.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/09/28/203438678/berebut-berkah-raja-keraton-yogyakarta-pada-grebeg-maulud

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke