Salin Artikel

Usai Bangun Rumah, Belasan Mahasiswa Jepang Pakai Blangkon dan Kebaya Ikut Menari Jatilan di Dusun Kulon Progo

Mereka menari mengikuti irama dan pukulan kendang yang ditabuh grup jatilan Rukun Warga Banyunganti Lor.

Bedanya, penari jatilan langkah maju mundur bergelombang, sementara para mahasiswa menari sambil setengah meloncat-loncat karena begitu bergembira.

“Menari (jatilan) merupakan pengalaman yang tidak biasa untuk kami. Melalui pengalaman lain seperti kegiatan ini, kami jadi tahu betapa menariknya budaya Indonesia,” kata Takenori, salah satu mahasiswa itu, Jumat (8/9/2023).

Takenori satu dari belasan mahasiswa yang berasal dari Universitas Doshisha, Jepang. Mereka berada di Yogyakarta selama 10 hari, di mana lima hari di antaranya jadi relawan pembangunan rumah sehat keluarga miskin di Banyunganti Lor.

Selama menjadi sukarelawan, mereka bekerja seperti halnya tukang membangun rumah. Ikut mengaduk semen, menggali tanah, mengangkat batu, mengangkat adukan semen dan lainnya. Takenori dkk terlibat dalam pembangunan dua rumah di dusun ini.

Pada penghujung kegiatan sukarelawan, pemerintah kalurahan Kaliagung melepas para mahasiswa dengan jatilan. Saat itu, mereka mengenakan pakaian Jawa.

Mahasiswa laki-laki memakai surjan dan blangkon, juga jarit selutut. Perempuan pakai kebaya dan jarit selutut, tapi tidak bersanggul. Mahasiswa Jepang terlihat menikmati acara perpisahan itu.

Takenori mengatakan, dirinya tidak pernah bersentuhan dengan budaya lain di luar Jepang. Terlebih mengenakan pakaian Jawa dan menari jatilan.

Lurah Kaliagung, Sugeng Nugroho mengatakan, dirinya berniat mengenalkan budaya Jawa yang ada di Kulon Progo lewat kesenian jatilan.

Mereka menggelarnya saat melepas kepergian sukarelawan dari Jepang itu. “Kami kenalkan dengan kegiatan budaya di kalurahan kami,” kata Sugeng.

Rombongan mahasiswa tersebut sejatinya relawan yang ikut dalam pembangunan rumah sehat di Kaliagung. Pembangunan ini merupakan kegiatan lembaga nir-laba Habitat for Humanity Indonesia yang memiliki program rehabilitasi rumah tidak layak huni di Indonesia sejak puluhan tahun lalu.

Pembangunan rumah melibatkan sukarelawan dari berbagai negara, termasuk Jepang. Di Kaliagung, sukarelawan dari Jepang berlangsung dalam tiga kloter untuk membangun tujuh rumah, baik di Banyunganti Kidul, Kemiri, dan Banyunganti Lor.

“(Mahasiswa Jepang) ini kloter yang terakhir. Berikutnya belum tahu, tapi kabarnya mulai lagi Oktober mendatang,” kata Sugeng.

Lurah Sugeng mengungkapkan, desanya terbuka bagi bantuan lain banyak rumah tidak layak huni di sini. Sugeng memerinci sekitar 115 RTLH tersebar di 12 dusun masih memerlukan bantuan.

Tidak hanya bantuan dari lembaga lain, tapi juga sentuhan Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kulon Progo.

“Masih ada ratusan rumah yang perlu direhabilitasi dan juga jamban. Ada di semua pedukuhan (dusun),” kata Sugeng.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/09/09/073933678/usai-bangun-rumah-belasan-mahasiswa-jepang-pakai-blangkon-dan-kebaya-ikut

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke