Salin Artikel

Dinding, Kaca hingga Atap Sekolah Memutih Gara-gara Debu Jalan Rusak, Guru-Siswa Gantian Sakit

KULON PROGO, KOMPAS.com – Debu jalan menutupi dua gedung sekolah di Pedukuhan Gendol, Kalurahan Banyuroto, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sekolah itu berdiri bersebelahan, yakni Sekolah Dasar Negeri 2 Wonorejo dan sekolah PAUD Kelompok Bermain Citra Bangsa. 

Debu menempel pada kaca, jendela, pagar hingga kursi dan meja dalam sekolah. Tidak hanya itu, debu juga menyelimuti daun-daun di halaman dan tepi jalan luar sekolah.

“Atap sekolah yang tadinya merah kini menjadi putih,” kata Guru Olahraga SDN 2 Wonorejo, Bardal, Senin (4/9/2023). 

Debu berasal dari jalan kabupaten rusak parah yang berada di depan sekolah mereka. Lapisan aspal sudah tidak tampak. Permukaan jalan lebar empat meter ini berganti pasir dan batu kerikil. 

Ini ruas jalan Pengasih – Nanggulan. Lokasi sekolah bersebelahan dengan balai desa Banyuroto.

Warga yang ingin ke Girimulyo, sesekali juga lewat jalan ini sebagai alternatif. Jalan ini tidak jauh dari tempat pembuangan sampah akhir di dusun sebelah.

Kendaraan kecil besar lewat jalan ini, terlebih  sebagai alternatif menuju Girimulyo. 

Truk dum memuat batu andesit memakai jalan ini sebagai jalur lintasan menuju penggilingan. Truk dum mengangkut sampah sesekali melintas di sini meski sudah punya jalur sendiri. 

Mereka beroperasi sepanjang waktu. 

Debu beterbangan ketika kendaraan lewat. Udara seketika berkabut ketika debu mengudara. Terlebih pada musim panas seperti sekarang, debu semakin banyak berterbangan.

Kepala PAUD KB Citra Bangsa, Leres Mujiyati mengungkapkan, debu terbang menempel di semua sisi sekolah. Debu tetap menerobos meski lubang angin dan pintu ditutup. 

Lantai hingga loker buku para bocah tertutup debu tipis. Guru dan anak-anak selalu membersihkan setiap sudut ruang sebelum pelajaran. 

“Anak-anak tetap bermain di permainan anak. Setiap selesai, semua celana dan baju putih-putih kena debu,” kata Leres. 

Debu diperkirakan juga berpengaruh pada penerimaan siswa. Tahun ini, PAUD punya 28 siswa lebih sedikit dari tahun-tahun lalu yang selalu lebih dari 30 orang. 

Leres meyakini, jumlah siswa merosot jumlahnya tahun ini terkait kondisi sekolah tidak sehat. “Sudah 10 tahun terakhir seperti ini,” kata Leres.

Bardal menceritakan, dirinya menjadi guru di SD 2 ini sejak 2012. Kondisi jalan sudah rusak berat dan semakin parah dari waktu ke waktu. 

Banyak kasus terjadi karena jalan rusak ini. Tidak sedikit pelajar maupun guru yang tergelincir karena jalan licin karena hujan. Bahkan, guru dan murid bergiliran sakit pada saluran pernafasan. 

“Anak-anak ada saja yang sakit, seperti batuk. Begitu sesak, jadi batuk, batuknya gatal. Lama-lama kena debu seperti ini,” kata Bardal. 

“Saat ini saja ada dua guru dan satu murid yang terserang sakit pada pernafasan,” kata Bardal.

 

Banyak jalan rusak

Dukuh (kepala dusun) Gendol Sahfitri mengungkapkan, panjang jalan rusak parah yang berada di depan sekolah lebih dari 200 meter. 

Menurut Sahfitri, tidak ada perbaikan jalan selama lima tahun belakang di jalan itu. Akibatnya, debu beterbangan ketika truk dan motor lewat, aktivitas sekolah terganggu. 

“Saya kira (jalan) ini yang paling urgen diperbaiki. Dampak debu pada anak sekolah, pendidikan terganggu,” kata Sahfitri di kantornya.

Sejatinya, kerusakan jalan tidak hanya depan sekolah. Bila diinventarisir ada lima ruas jalan kabupaten rusak dengan kondisi serupa di wilayahnya.

Lurah Banyuroto, Sudalja menceritakan, ia sudah beberapa kali menyampaikan kesulitan warga  akibat jalan rusak di depan SDN 2 Wonorejo lewat beberapa forum. Ia pernah pula bersurat yang ditujukan pada dinas terkait yang menangani jalan rusak. Namun, sampai sekarang belum ada kejelasan. 

“Banyak yang belum tersentuh, bentuknya aspal tapi rusak,” kata Sudalja.

Lurah mengungkapkan, 50 persen jalan kabupaten di wilayahnya masih rusak dan belum terbangun baik. Progres pembangunan jalan rusak itu tidak menggembirakan. Sebaliknya, pembangunan jalan desa malah lebih cepat terealisir ketimbang jalan kabupaten. 

“Kalau desa sudah banyak yang terbangun,” kata Sudalja di kantornya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/09/04/180503878/dinding-kaca-hingga-atap-sekolah-memutih-gara-gara-debu-jalan-rusak-guru

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com