Salin Artikel

Sejarah Masjid Pathok Negoro Mlangi, Dibangun Sebagai Bentuk Penghormatan kepada Kyai Nur Iman

KOMPAS.com - Keraton Kasultanan Yogyakarta memiliki lima buah Masjid Pathok Negoro atau Masjid Pathok Negara, salah satunya adalah Masjid Mlangi.

Lokasi masjid yang berada di wilayah pinggiran Kuthanegara, tepat berada di perbatasan wilayah Negaragung (sebutan hirarki tata ruang dalam wilayah kerajaan Mataram Islam) membuat pathok negara bisa diartikan sebagai batas wilayah negara.

Keberadaan Masjid Pathok Negoro Mlangi atau Masjid Jami An-nur di Mlangi ini menjadi salah satu pilar bagi berdirinya Kasultanan Yogyakarta.

Masjid Mlangi terletak di terletak di Dusun Mlangi, Kelurahan Nogotirto, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sejarah Masjid Pathok Negoro Mlangi

Dilansir dari laman jogjacagar.jogjaprov.go.id, Masjid Pathok Negoro Mlangi diperkirakan dibangun pada tahun 1723, berdasarkan angka tahun yang ditemukan pada umpak tiang masjid yang ada di sisi barat daya di dalam ruang utama.

Penemuan angka tahun pada umpak tiang masjid ini terjadi ketika dilakukan pemugaran pada tahun 1981.

Pembangunan Masjid Mlangi ini adalah sebagai bentuk penghormatan kepada Kyai Nur Iman (kakak dari Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I) atas jasanya melakukan syiar agama di daerah Mlangi.

Dilansir dari laman kratonjogja.id, Masjid Pathok Negoro Mlangi didirikan seiring dengan lahirnya daerah Mlangi, yang merupakan hadiah tanah perdikan dari Sri Sultan Hamengku Buwono I kepada Kyai Nur Iman pada tahun 1758.

Masjid Mlangi berdiri di atas tanah seluas 1.000 meter persegi, terdiri atas bangunan utama seluas 20 x 20 meter persegi, serambi seluas 12 x 20 meter persegi, ruang perpustakaan 7 x 7 meter persegi, dan halaman seluas 500 meter persegi.

Sementara dilansir dari laman TribunJogja.com, setelah pembangunan Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono I memberikan tanah kepada Kyai Nur Iman yang masih saudaranya di wilayah Mlangi untuk menyebarkan ajaran agama Islam.

Sri Pujo, satu diantara keturunan Kyai Nur Iman menjelaskan bahwa Kyai Nur Iman mendirikan pesantren dan masjid di wilayah Mlangi pada tahun 1758.

“Pada saat itu Kyai Nuriman membangun tempat untuk mengajarkan agama Islam. Kata mengajarkan dalam bahasa jawa disebut Mulangi, kata mulangi itu yang menjadi asal usul kata Mlangi," terang Sri Pujo.

Masjid Mlangi saat ini dikelola sepenuhnya oleh masyarakat, walaupun pihak keraton masih menempatkan Abdi Dalem sebagai salah satu penanda bahwa masjid tersebut adalah Kagungan Dalem.

Berdasarkan keterangan Sri Pujo, pada tahun 1955 pihak Keraton Yogyakarta menyerahkan pengelolaan masjid kepada masyarakat Mlangi.

Saat ini ada sekitar sembilan pondok pesantren yang dipimpin oleh para kyai yang merupakan keturunan Kyai Nur Iman, dengan tidak kurang 1.000 santri yang belajar di pondok-pondok tersebut.

Renovasi Masjid Pathok Negoro Mlangi

Pada awal berdirinya, masjid Pathok Negoro Mlangi memiliki 16 tiang utama dari kayu jati yang terdiri dari 4 saka guru dan 12 saka penanggep.

Selanjutnya, pada masa pemerintahan Hamengkubuwono II, Masjid Pathok Negoro Mlangi di pindah sedikit ke timur bangunan lama.

Pada saat itu masjid Pathok Negoro Mlangi dibangun sama dengan ketiga Masjid Pathok Negoro lainnya yang mengikuti gaya arsitektur Jawa dengan penyangga-penyangga kayu dan beratap tumpang.

Di bagian depan, sisi depan, kanan dan kiri masjid terdapat blumbang sebagai tempat membersihkan kaki jamaah sebelum memasuki masjid.

Selain itu, terdapat pohon sawo kecik yang berada di halaman masjid.

Namun seiring kebutuhan masyarakat sekitar, bangunan ini mengalami perubahan besar-besaran pada tahun 1985 agar dapat menampung jamaah yang lebih banyak.

Masjid dibuat bertingkat dengan pilar-pilar beton, hanya bentuk asli masjid ini yang dipertahankan dengan cara diangkat ke lantai atas.

Salah satu bagian masjid yang tidak berubah adalah mustaka, atau mahkota masjid.

Di dalam masjid masih terdapat mimbar, bedug dan kentongan, di mana bedug dan kentongan tersebut merupakan replika yang dibuat sama persis dengan bedug dan kentongan pada masa Kyai Nur Iman.

Sumber:
kratonjogja.id, budaya.jogjaprov.go.id, dpad.jogjaprov.go.id, kebudayaan.kemdikbud.go.id, jogja.tribunnews.com, jogjacagar.jogjaprov.go.id  

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/06/28/195212478/sejarah-masjid-pathok-negoro-mlangi-dibangun-sebagai-bentuk-penghormatan

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com