Salin Artikel

Masjid Pathok Negara di Kasultanan Yogyakarta: Lokasi, Sejarah, dan Fungsi

KOMPAS.com - Melacak jejak sejarah Kasultanan Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari keberadaan lima buah Masjid Pathok Negara.

Nama kelima Masjid Pathok Negara antara lain Masjid Wonokromo, Masjid Plosokuning, Masjid Mlangi, Masjid Babadan, dan Masjid Dongkelan.

Kelima Masjid Pathok Negara ini dibangun di empat penjuru mata angin, dengan Masjid Gedhe yang berada di dekat pusat pemerintahan sebagai pusatnya.

Dilansir dari laman Kemendikbud, Masjid Ploso Kuning, Masjid Mlangi, Masjid Babadan, dan Masjid Dongkelan dibangun pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I.

Sementara Masjid Wonokromo baru dibangun pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono IV.

Sejarah Masjid Pathok Negara di Kasultanan Yogyakarta

Berikut adalah lokasi dan sejarah dari kelima Masjid Pathok Negara yang dirangkum Kompas.com dari berbagai sumber.

1. Masjid Pathok Negara Mlangi

Masjid Pathok Negara Mlangi terletak di Dusun Mlangi, Nogotirto, Gamping, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Masjid Mlangi atau lebih dikenal dengan sebutan masjid Jami Mlangi dibangun sebelum Kasultanan Yogyakarta berdiri, yaitu pada tahun 1723.

Hal ini didapat berdasarkan angka tahun yang ditemukan pada umpak tiang masjid yang ada di sisi barat daya di dalam ruang utama, ketika dilakukan pemugaran pada tahun 1981.

Saat masjid ini dibangun, daerah Mlangi sudah menjadi permukiman penduduk yang keberadaannya berkaitan erat dengan sosok Raden Sandiyo (kakak Sultan Hamengku Buwana I).

Penetapan Masjid Mlangi sebagai masjid Pathok Negara dan Desa Mlangi sebagai desa perdikan merupakan penghargaan Sultan Hamengku Buwana I terhadap Raden Sandiyo atau Kiai Nur Iman sebagai kakaknya.

Di kompleks Masjid Mlangi terdapat makam patih pertama Kasultanan Yogyakarta, yaitu Patih Danurejo I yang meninggal tahun 1799.

2. Masjid Pathok Negara Plosokuning

Masjid Pathok Negara Plosokuning berada di Dusun Plosokuning, Desa Plosokuning, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Masjid Ploso Kuning diperkirakan didirikan setelah tahun 1724, di mana sejarah pendiriannya berkaitan erat dengan Kiai Mursodo (putra Kiai Nur Iman).

Diantara masjid-masjid Pathok Negara yang lain, Masjid Plosokuning adalah masjid yang masih banyak mempertahankan keaslian bangunannya.

3. Masjid Pathok Negara Dongkelan

Masjid Pathok Negara Dongkelan terletak di Kauman, Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Masjid Dongkelan diperkirakan didirikan setelah Perjanjian Salatiga tahun 1757.

Pendirian Masjid Dongkelan bermula dari peranan Kyai Syihabudin I yang berhasil mengusir pemberontakan Raden Mas Said dari wilayah Kasultanan Yogyakarta setelah Perjanjian Giyanti.

Atas jasanya tersebut, Sultan Hamengku Buwono I menganugerahi Kiai Syihabudin I tanah perdikan di Dongkelan dan memerintahkannya untuk mendirikan masjid.

Setelah itu Kiai Syihabudin I juga diangkat menjadi Abdi Dalem Pathok Negara.

4. Masjid Pathok Negara Babadan

Masjid Pathok Negara Babadan terletak di Kampung Kauman Babadan, Desa Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Masjid Babadan didirikan pada tahun 1774, masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana I.

Pada masa penjajahan Jepang (1942-1945), Babadan pernah direncanakan menjadi tempat gudang senjata untuk keperluan perang.

Hal ini membuat masyarakat Babadan banyak yang pindah ke arah utara menuju Kentungan, termasuk memindahkan seluruh konstruksi masjid ke Babadan Baru.

Masyarakat Babadan yang pindah ke Babadan Baru kemudian membangun masjid yang kemudian dinamai Masjid Sultan Agung.

Namun pada akhirnya rencana Jepang untuk menjadikan Babadan sebagai pusat penyimpanan amunisi tidak berhasil, sehingga masyarakat dapat kembali ke Babadan dan membangun masjidnya kembali.

Pembangunan kembali masjid tersebut dilakukan pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

5. Masjid Pathok Negara Wonokromo

Masjid Pathok Negara Wonokromo terletak di Dusun Wonokromo I, Desa Wonokromo, Kapanéwon Pleret, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Awalya Masjid Wonokromo tidak berstatus Masjid Pathok Negara, namun merupakan perluasan dari Masjid Babadan yang dimaksudkan untuk menambah jumlah Masjid Pathok Negara.

Masjid Wonokromo didirikan di desa perdikan yang diberikan Sultan Hamengku Buwana I kepada Kiai Haji Muhammad Fakih atau Kiai Welit.

Kiai Haji Muhammad Fakih sendiri adalah guru sekaligus kakak ipar Sultan Hamengku Buwana I.

KH. Muhammad Fakih juga disebut Kyai Seda Laut (meninggal di laut) karena sepulang dari tanah suci pada tahun 1757, kapal yang ditumpangi karam di selat Malaka.

Falsafah dan Fungsi Masjid Pathok Negara

Dilansir dari laman dpad.jogjaprov.go.id, posisi kelima Masjid Pathok Negara ini berhubungan dengan falsafah Jawa dikenal istilah 'kiblat papat limo pancer', atau yang dikenal juga dengan 'mancapat-mancalima'.

Falsafah ini diwujudkan dengan posisi empat Masjid Pathok Negara di empat penjuru mata angin, dengan Masjid Gedhe sebagai pusatnya, yang menjadi perwujudan konsep mandala.

Hal ini berpengaruh pada jumlah tumpang pada atap digunakan sebagai pembeda antara posisi Masjid Gedhe sebagai pusat dan keempat masjid lainnya sebagai penjuru.

Mandala dalam konsep pemerintahan merupakan penggambaran keharmonisan antara makrokosmos dengan mikrokosmos (rakyat dan pusat kekuasaan), yang dalam bahasa Jawa dikenal sebagai Manunggaling Kawulo Gusti.

Adapun nama Masjid Pathok Negara tidak lepas dari asal istilah yang terdiri dari dua kata yaitu ‘Pathok’ dan ‘Negara’.

Kata ‘Pathok’ berarti sesuatu yang ditancapkan sebagai batas atau penanda, dapat juga berarti aturan, pedoman ,atau dasar hukum. Sementara kata ‘Negara’ berarti negara, kerajaan, atau pemerintahan.

Sehingga sebutan ‘Pathok Negara' dapat diartikan sebagai batas wilayah negara atau pedoman bagi pemerintahan negara.

Lebih lanjut, posisi Masjid Pathok Negara berada di wilayah pinggiran Kuthanegara, atau tepat berada di perbatasan wilayah Negaragung.

Kuthanegara dan Negaragung adalah sistem pembagian hirarki tata ruang dalam wilayah kerajaan Mataram Islam.

Jika wilayah Kuthanegara adalah tempat dimana pusat pemerintahan berada, maka Negaragung adalah wilayah inti kerajaan yang berfungsi sebagai pelingkup atau penyangga pusat pemerintahan.

Pathok negara juga merupakan nama jabatan Abdi Dalem di bawah struktur Kawedanan Reh Pangulon, yang menguasai bidang hukum dan syariat agama Islam.

Para Abdi Dalem ini diberi wilayah perdikan dan ditugasi mengelola masjid di wilayah tersebut, termasuk memberikan pendidikan keagamaan kepada masyarakat yang berada di sekitar bangunan Masjid Pathok Negara.

Secara keseluruhan Masjid Pathok Negara memiliki fungsi sebagai pusat pendidikan, tempat upacara serta kegiatan keagamaan, bagian dari sistem pertahanan, sekaligus bagian dari sistem peradilan keagamaan yang disebut juga sebagai Pengadilan Surambi.

Pengadilan Surambi memutus hukum perkara pernikahan, perceraian atau pembagian waris, sementara untuk hukum yang lebih besar (perdata atau pidana) diputus di pengadilan keraton.

Sumber:
kratonjogja.id, kebudayaan.kemdikbud.go.id, dpad.jogjaprov.go.id, jogja.tribunnews.com, jogja.tribunnews.com, jogjacagar.jogjaprov.go.id, jogjacagar.jogjaprov.go.id, jogjacagar.jogjaprov.go.id

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/06/27/132815578/masjid-pathok-negara-di-kasultanan-yogyakarta-lokasi-sejarah-dan-fungsi

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com