Salin Artikel

Cerita Rakyat Ki Ageng Mangir dan Alasan Separuh Makamnya Berada di Luar Tembok

KOMPAS.com - Makam Raja-raja Mataram Islam di Kotagede menyimpan berbagai cerita, salah satunya tentang Ki Ageng Mangir.

Cerita Rakyat Ki Ageng Mangir terkait dengan masa kepemimpinan Sutawijaya, pendiri Kerajaan Mataram yang bergelar Panembahan Senopati.

Dilansir dari dpad.jogjaprov.go.id, dikisahkan bahwa Ki Ageng Mangir atau juga dikenal sebagai Ki Ageng Mangir Wanabaya adalah seorang penguasa di tanah Mangir.

Sebagai penguasa tanah Mangir, ia tidak hanya tampan dan gagah berani, namun juga sakti mandraguna.

Bahkan konon Ki Ageng Mangir juga memiliki senjata ampuh berupa tombak, yang dikenal dengan sebutan Baru Klinthing.

Namun sikapnya yang egois dan sombong membuatnya menjadi musuh sekaligus menantu Panembahan Senopati.

Hal ini berawal dari keputusannya yang tidak mau tunduk kepada Kerajaan Mataram Islam yang dipimpin Panembahan Senopati.

Ia menganggap bahwa tanah Mangir yang dikuasainya adalah tanah perdikan yang artinya bebas merdeka.

Sementara Panembahan Senopati sebagai raja telah beberapa kali mengirim utusan ke Mangir untuk membujuk Ki Ageng Mangir mau menghadap ke Mataram.

Namun Ki Ageng Mangir tetap pada pendiriannya, yaitu tidak mau menghadap ataupun tunduk pada Mataram.

Bahkan karena sikapnya yang keras, ia berani menantang untuk berperang.

Panembahan Senopati yang marah karena disepelekan sempat akan bersiap menyerang tanah Mangir, namun dihalangi oleh Ki Juru Mertani, penasihat Kerajaan Mataram.

Karena peperangan akan memakan banyak korban, maka jalan yang diambil adalah melakukan tipu daya yang halus.

Hal ini melibatkan salah satu puteri Panembahan Senopati yaitu Putri Pembayun.

Putri Pembayun ditemani seorang saudara dan pengiringnya kemudian menyamar menjadi rombongan ledhek yang akan mengamen dengan menari berkeliling dari kampung ke kampung.

Dalam rombongan ledhek tersebut, Putri Pembayun menjadi penari tayub, sementara saudaranya bertugas menjadi penabuh gamelan.

Ki Ageng Mangir yang terkenal menjadi penggemar ledhek pun jatuh hati dengan sosok penari yang cantik dan kemudian memutuskan untuk menikahinya.

Pernikahan Ki Ageng Mangir dan Putri Pembayun berjalan dengan bahagia, hingga akhirnya sang istri pun hamil.

Namun di tengah kehamilannya, Putri Pembayun merasa gusar karena menyembunyikan sesuatu dari suaminya.

Pada akhirnya, Putri Pembayun memberanikan diri untuk mengungkap jati dirinya kepada Ki Ageng Mangir.

Ki Ageng Mangir yang mengetahui hal tersebut sangat marah karena telah masuk dalam tipu daya Panembahan Senopati.

Namun dengan kesabaran dan cinta Putri Pembayun, Ki Ageng Mangir akhirnya menuruti bujukan untuk menghadap kepada mertuanya.

Demi cinta kepada istri dan calon bayinya, Ki Ageng Mangir kemudian berangkat ke Mataram.

Ia disambut dengan tarub yang dipasang rendah, dengan tujuan agar Ki Ageng Mangir tidak dapat membawa masuk tombak Baru Klinthing.

Sesampai di dalam, Putri Pembayun dan Ki Ageng Mangir kemudian hendak menghaturkan sujud sungkem kepada Panembahan Senopati.

Namun saat Ki Ageng Mangir sedang menghaturkan sujud sungkem, Panembahan Senopati malah membenturkan kepala sang menantu ke batu duduknya yang disebut Watu Gilang.

Ki Ageng Mangir pun tewas seketika, sementara Putri Pembayun menangis sejadi-jadinya melihat nasib suami yang dicintainya.

Jasad Ki Ageng Mangir kemudian dimakamkan di kompleks Makam Raja-raja Mataram Islam di Kotagede namun dengan cara yang tidak biasa.

Makam Ki Ageng Mangir yang menjadi menantu sekaligus musuh Panembahan Senopati separuh berada di dalam tembok kawasan makam, dan separuhnya lagi berada di luar.

Sumber: dpad.jogjaprov.go.id dan budaya.jogjaprov.go.id  

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/06/25/232002978/cerita-rakyat-ki-ageng-mangir-dan-alasan-separuh-makamnya-berada-di-luar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke