Salin Artikel

Sulap Lereng Bukit Tandus Jadi Padang Rumput Pakan Ternak, Karya Alumni UGM Ini Siap Hadapi Musim Kering Tahun ini

Lereng itu terbuka dan tidak banyak yang sedia mengelola lahan seperti ini. Terlebih ketika masa sulit air.

Satu komunitas alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) punya pandangan lain. Intuisi mereka tajam. Mereka melirik potensi lokasi itu untuk pertanian dan peternakan yang berbasis sentra hijauan makanan ternak. Masyarakat sekitar akan merasakan manfaat dari usaha ini.

Padang rumput dibangun sejak awal 2023.

“Pemberdayaan masyarakat sekitar berupa penanaman rumput hijauan makanan ternak (HMT). Berbagai jenis rumput, rumput unggulan, sehingga jadi sentra HMT,” kata Hariyadi (56), kepala kandang Wanadelima Mandiri Farm di Pedukuhan Secang, Kalurahan Sidomulyo, Rabu (21/6/2023).

Awalnya, beberapa mantan mahasiswa Fakultas Kehutanan 1985 UGM bertemu dalam sebuah reuni. Mereka prihatin pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan bahwa Sidomulyo salah satu dari desa termiskin di Indonesia.

Muncul gagasan untuk mengelola sentra pertanian yang melibatkan masyarakat.

Waktu berselang, gagasan disambut perangkat desa Sidomulyo yang mengungkap adanya tanah kas desa seluas hampir 8 hektar yang baru selesai kontrak dari usaha perkebunan tebu. Tanah itu kosong dan terbuka.

Alumni Kehutanan bikin perkumpulan dengan nama Wanadelima Mandiri Farm dari kata wana (hutan atau kehutanan) dan delima (angkatan delapan lima). Wanadelima terjun ke Sidomulyo untuk mengelola dan melibatkan warga sekitar. Setidaknya sekitar 25 orang aktif di kegiatan ini.

Diawali menata lahan dengan mendatangkan tiga alat berat. “Pembangunannya cukup sulit, ada saja kejadian mulai dari ban bocor (alat berat) hingga As patah,” kata Hariyadi.

Kemudian, mereka menanam rumput unggulan di lahan ini. Mulai dari rumput odot, pakchong, sorgum hingga kalanjana. Dari rumput hasil riset UGM (gama umami) hingga temuan IPB (biovitas).

Padang rumput memenuhi 80 persen kawasan lereng hingga lembah. Sisanya untuk kandang yang memuat 200 domba, kandang breeding kambing etawa, gudang, pencacah rumput, bank rumput yang diawetkan, hingga tempat pertemuan. Juga terdapat track sepeda gunung di sana.

“Kandang sebagai showroom sentra hijauan makanan ternak. Rumput yang ditanam ini cocok untuk ternak,” kata Hariyadi.

Bank pakan

Wanadelima juga mengembangkan lumbung pakan ternak di kawasan pertaniannya. Mereka menyebut sebagai bank pakan hijauan.

Lumbung itu tempat menyimpan pakan yang bisa tahan cukup lama.

Sebagaimana jamaknya kemarau, kata Hariyadi, kekeringan sering menjadi persoalan bagi semua peternakan. Pengelola peternakan kesulitan mendapat pakan terutama hijauan.

“Semacam bank pakan hijauan,” kata Hariyadi.

Pada musim kemarau tahun ini, lumbung atau bank pakan ini bakal teruji keandalannya. Bank itu berisi ribuan kantong plasik berisi hijauan cacah yang diawetkan atau hasil fermentasi. Tiap karung plastik beratnya 50 kilogram. Untuk bisa bertahan lama, isi plastik dibikin kedap udara.

Pengawetan alami itu membuat pakan masih bisa bertahan setidaknya satu bulan. “Totalnya bisa 10 ton,” kata Hariyadi.

Lumbung untuk cadangan pakan peternakan sendiri, tetapi juga rencananya akan dijual ke peternakan yang seprofesi. “Kami siap kirim ke Jateng–DIY,” kata Hariyadi.

Usaha pengembangan rumput pakan ternak terbilang menguntungkan ketimbang komoditas lain. Menurut Sutikno, penyuluh pertanian dari Balai Penyuluh Pertanian Pengasih, menyatakan rumput lebih cepat tumbuh dan bisa segera dipanen asalkan cukup air. Berbeda dengan ladang tebu yang muncul sebelum masuk Wanadelima.

Rumput pakan ternak tumbuh hingga dipanen pada usia 40 hari. “Sementara kalau tebu itu ditanam hingga panen membutuhkan waktu 10 bulan,” kata Sutikno di lokasi Wanadelima.

Penyuluh pertanian ini mengharapkan, kawasan Wanadelima terus berkembang. Pasalnya, masih banyak potensi, misal menjadi tempat wisata edukasi pertanian dan peternakan. Rencananya pula, akan dikembangkan bumi perkemahan.

“Ke depan di sini bisa jadi pusat pelatihan pertanian dan peternakan” kata Sutikno.

Plt. Kepala Dinas Pertanian Trenggono Tri Mulyo mengatakan, Wanadelima merupakan salah satu percontohan sistem pertanian terpadu di Kulon Progo. Aktivitasnya mulai dari pakan fermentasi dengan teknik silase, penggemukan, pemanfaatan kotoran sebagai kompos, dan lain-lain.

Semua yang dikembangkan mampu menyediakan sumber pakan ternak saat menghadapi kemarau panjang.

Dengan hasil tanam sendiri tersebut, Wanadelima mampu memproduksi 1-2 ton pakan silase perhari, dengan harga jual mencapai Rp. 1.100 per kilonya.

“Wanadelima jadi salah satu percontohan Integrated Farming System di Kulon Progo," kata Trenggono.

Ke depan, kawasan akan dikembangkan jadi desa wisata karena potensi pemandangan alam yang bagus. Wisata edukasi dinilai paling cocok sebagai pusat pembelajaran peternakan di Kulon Progo.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/06/22/102320678/sulap-lereng-bukit-tandus-jadi-padang-rumput-pakan-ternak-karya-alumni

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke