Salin Artikel

Sejarah Kabupaten Gunungkidul, Hutan Belantara Tempat Pelarian Orang Majapahit

KOMPAS.com - Kabupaten Gunungkidul adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di bagian timur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Nama Gunungkidul berasal dari bahasa Jawa yang berarti gunung di selatan, yang merujuk pada wilayah yang terletak di bagian selatan jajaran Pegunungan Sewu.

Sebagai bagian dari Pegunungan Sewu, sebagian besar wilayah kabupaten ini berupa perbukitan dan pegunungan kapur (karst) yang dikenal sebagai daerah tandus dan sering mengalami kekeringan di musim kemarau.

Walau begitu, jajaran pantai-pantai di pesisir Kabupaten Gunungkidul yang menghadap ke Samudera Hindia dikenal dengan keindahannya.

Sejarah Kabupaten Gunungkidul

Dilansir dari laman Bappeda Kabupaten Gunungkidul, dahulu wilayah ini merupakan hutan belantara, di mana terdapat suatu desa yang dihuni oleh beberapa orang pelarian dari Majapahit.

Desa bernama Pongangan yang dipimpin oleh R. Dewa Katong yang merupakan saudara Raja Brawijaya.

Setelah R. Dewa Katong pindah ke Desa Katongan yang berada 10 km utara Desa Pongangan, puteranya yang bernama R. Suromejo membangun Desa Pongangan yang semakin lama semakin ramai.

Beberapa waktu kemudian, R. Suromejo pindah dari Desa Pongangan ke Karangmojo.

Perkembangan penduduk di daerah Gunungkidul itu didengar oleh Raja Mataram, Sunan Amangkurat Amral yang berkedudukan di Kartosuro.

Kemudian ia mengutus Senopati Ki Tumenggung Prawiropekso agar membuktikan kebenaran berita tersebut.

Setelah dinyatakan kebenarannya, Tumenggung Prawiropekso menasehati R. Suromejo agar meminta izin pada Raja Mataram, karena daerah tersebut masuk dalam wilayah kekuasaannya.

R. Suromejo menolak, sehingga terjadi peperangan yang mengakibatkan R. Suromejo beserta dua anak dan menantunya tewas.

Ki Pontjodirjo yang merupakan anak R Suromejo akhirnya menyerahkan diri, dan oleh Pangeran Sambernyowo diangkat menjadi Bupati Gunungkidul I.

Saat itu sebagai pusat pemerintahannya berada di Pati Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, dengan wilayah Kepanjen Semanu yang dipimpin oleh Panji Hardjodipuro.

Sementara itu, hutan belantara yang berada di sebelah barat Pati yang lebih dikenal dengan sebutan hutan atau alas Nongko Doyong, telah berhasil dibuka, berkat kerja keras dan semangat gotong royong yang tinggi, dipimpin oleh Demang Piyaman Wonopawiro yaitu menantu dari Panji Hardjodipuro.

Dengan dibukanya hutan Nongko Doyong, maka pusat pemerintahan Kabupaten Gunungkidul dipindahkan dari Pati ke Wonosari hingga saat ini.

Namun Bupati Mas Tumenggung Pontjodirjo tidak lama menjabat karena adanya penentuan batas-batas daerah Gunungkidul antara Sultan dan Mangkunegaran II pada tanggal 13 Mei 1831.

Gunungkidul (selain Ngawen sebagai daerah enclave Mangkunegaran) menjadi kabupaten di bawah kekuasaan Kasultanan Yogyakarta.

Sehingga kedudukan Mas Tumenggung Pontjodirjo diganti Mas Tumenggung Prawirosetiko, yang mengalihkan kedudukan kota kabupaten dari Ponjong ke Wonosari.

Selanjutnya, sejarah berdirinya wilayah ini dimulai setahun seusai Perang Diponegoro, yaitu pada Tahun 1831.

Dalam buku pertama “ Peprentahan Praja Kejawen” (1939) karangan Mr. Raden Mas Suryodiningrat, hal ini berlangsung bersamaan dengan terbentuknya kabupaten-kabupaten lainnya di Yogyakarta,

Disebutkan dalam buku tersebut bahwa ”Goenoengkidoel, wewengkon pareden wetan lepen opak. Poeniko siti maosan dalem sami kaliyan Montjanagari ing jaman kino, dados bawah ipun Pepatih Dalem. Ing tahoen 1831 Nagoragung sarta Mantjanagari-nipoen Ngajogjakarta sampoen dipoen perang-perang, Mataram dados 3 wewengkon, dene Pangagengipoen wewengkon satoenggal-satoenggalipoen dipoen wastani Boepati Wadono Distrik kaparingan sesebatan Toemenggoeng, inggih poeniko Sleman (Roemijin Denggong), Kalasan serta Bantoel. Siti maosan dalem ing Pengasih dipoen koewaosi dening Boepati Wedono Distrik Pamadjegan Dalem. Makanten oegi ing Sentolo wonten pengageng distrik ingkang kaparingan sesebatan Riya. Goenoengkidoel ingkang nyepeng siti maosan dalem sesebatan nipoen Riya.”

Hal ini pula yang menjadi alasan ditetapkan bahwa Kabupaten Gunungkidul dengan Wonosari sebagai pusat pemerintahan lahir pada hari Jumat Legi tanggal 27 Mei 1831 atau 15 Besar Je 1758 .

Hal ini juga dikuatkan dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Gunungkidul No : 70/188.45/6/1985 tentang Penetapan hari, tanggal bulan dan tahun Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul

Dilansir dari laman Pemerintah Kabupaten Sleman, selanjutnya pada tahun 1916, dikeluarkan Rijksblad no.12/1916 menempatkan Gunungkidul sebagai kabupaten keempat wilayah Kasultanan Yogyakarta.

Pada tahun 1927, saat wilayah Kesultanan Yogyakarta mengalami penyederhanaan melalui munculnya Rijksblad no. 1/1927, status Gunungkidul masih dipertahankan sebagai kabupaten.

Pada tahun 1940, wilayah Kasultanan Yogyakarta mengalami reorganisasi dengan munculnya Rijksblad Van Jogjakarta no. 13/1940 tanggal 18 Maret 1940.

Rijksblad tersebut membagi wilayah kasultanan Yogyakarta tetap dalam 4 Kabupaten Gunungkidul yang wilayahnya terbagi menjadi 3 (tiga) distrik, yakni Wonosari, Playen dan Semanu.

Pada tanggal 8 April 1945, Sri Sultan Hamengkubuwono IX v melakukan penataan wilayah Kasultanan Yogyakarta melalui Jogjakarta Koorei angka 2 (dua) yang menyatakan wilayah Kasultanan Yogyakarta dibagi menjadi lima Kabupaten yakni Kabupaten Kota Yogyakarta (Yogyakarta Syi), Kabupaten Sleman (Sleman Ken), Kabupaten Bantul (Bantul Ken), Kabupaten Gunung Kidul (Gunung Kidul Ken) dan Kabupaten Kulon Progo (Kulon Progo Ken).

Sedangkan secara yuridis, status Kabupaten Gunungkidul ditetapkan pada tanggal 15 Agustus 1950 dengan UU no 15 Tahun 1950 jo Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1950 pada saat Gunungkidul dipimpin oleh KRT Labaningrat.

Hal ini membuat Kabupaten Gunungkidul menjadi daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan Wonosari sebagai ibukota kabupaten.

Hingga tahun 1995, Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 13 kecamatan.

Namun seiring dengan perkembangan wilayah dan bertambahnya penduduk serta untuk menampung aspirasi masyarakat di Kabupaten Gunungkidul, maka tahun 1996 terjadi pemekaran wilayah menjadi 15 kecamatan, dengan tambahan Kecamatan Saptosari (pemecahan Kecamatan Paliyan) dan Kecamatan Gedangsari (pemecahan Kecamatan Patuk)

Kemudian saat diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, Kabupaten Gunungkidul berkembang lagi menjadi 18 kecamatan, yaitu dengan tambahan Kecamatan Purwosari (pecahan Kecamatan Panggang), Kecamatan Tanjungsari (pecahan Kecamatan Tepus) dan Kecamatan Girisubo (pecahan Kecamatan Rongkop).

Sumber:
gunungkidulkab.go.id, bappeda.gunungkidulkab.go.id, slemankab.go.id 

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/06/05/231443878/sejarah-kabupaten-gunungkidul-hutan-belantara-tempat-pelarian-orang

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com