Salin Artikel

Menahan Tangis, Terdakwa Dhio Minta Dihukum 20 Tahun Usai Bunuh Keluarganya di Magelang

MAGELANG, KOMPAS.com - Terdakwa Dhio Daffa Syahdilla (DDS) atau Dhio (22) menyampaikan pembelaan (pledoi) di hadapan Majelis Hakim pada persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Kamis (25/5/2023). 

Pada persidangan sebelumnya, Dhio dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman penjara seumur hidup karena secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan dengan rencana terhadap ayah, ibu dan kakak kandungnya.

Dengan terbata-bata, pemuda itu mengaku menyesal dan meminta agar diberikan hukuman pidana seringan-ringannya. 

Dia ingin melanjutkan hidup dengan baik dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya.

"Saya merasakan penyesalan karena kelakuan saya. Memohon kepada jaksa, hakim, untuk memberikan keringanan hukuman pidana," ungkap Dhio, yang tampak mengenakan kemeja putih, celana hitam dan peci itu.

"Karena ,saya ingin melanjutkan masa depan saya, bermasyarakat. Saya akan memperbaiki sikap dan saya tidak akan mengulangi lagi," tandasnya. 

Salah satu penasihat hukum terdakwa, AS Arif Nurohman mengatakan, pihaknya meminta kepada majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman maksimal 20 tahun atau seringan-ringannya kepada terdakwa Dhio.

Alasannya, karena Dhio belum pernah dihukum pidana, masih muda dan masih memiliki masa depan kembali ke masyarakat dengan baik

"Dengan pledoi Dhio Daffa Syadilla kita dari penasihat hukum untuk bisa mendapatkan keringanan yaitu 20 tahun atau seringan-ringannya," katanya.

"Dengan alasan karena Dhio Daffa Syahdila itu belum pernah (menjadi) terpidana, terdakwa juga masih muda dan masih banyak jenjang masa depannya," lanjut Arif.

Arif mengakui, selama membacakan pledoi, Dhio ingin menangis karena menyesal telah menghilangkan nyawa ketiga anggota keluarganya sekaligus.

"(Mau nangis) Iya, karena bentuk penyesalannya yang paling dalam karena dia bunuh keluarga, kakak, ibu, dan ayahnya, seperti itu. Dia sangat menyesal sekali," sebut Arif.

Selain itu, Dhio juga dianggap kooperatif selama menjalani proses hukum hingga persidangan. 

"Terdakwa juga mempermudah, tidak mempersulit masa persidangan, yang mana ada rasa penyesalan yang dalam tentang perbuatannya," tambahnya.

Pada persidangan itu, Dhio meminta agar salah satu mobil yang disita sebagai barang bukti oleh petugas untuk dikembalikan kepadanya. Sedianya mobil itu akan dijual lalu uangnya untuk biaya hidup. 

"Itu mobil yang jadi barang bukti juga mohon dikembalikan untuk biaya hidup Dhio, mobilnya Yaris," ujarnya.

"Untuk saat ini keluarga tidak ada yang pernah menjenguk, yang sering itu pembantunya," imbuh Arif. 

Pembunuhan berencana dilakukan terdakwa Dhio pada 28 November 2022 lalu di rumahnya di Dusun Prajenan, Desa/Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. 

Dhio membunuh keluarga kandung, terdiri dari ayah (Abas Azhar), ibu (Heri Riyani) dan kakak perempuan (Dhea Khaerunisa) dengan diracun sianida yang dicampur ke dalam minuman teh dan es kopi. 

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/05/25/194203478/menahan-tangis-terdakwa-dhio-minta-dihukum-20-tahun-usai-bunuh

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com