Salin Artikel

Viral, Video Perempuan Tak Diizinkan Beribadah di Candi Ijo, Ternyata Begini Ceritanya

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan wilayah X Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng) Manggar Sari Ayuati angkat bicara terkait video viral seorang pengunjung wanita yang mengaku tidak boleh masuk ke Candi Ijo, di Kapanewon Pramvanan, Kabupaten Sleman.

Video yang diunggah di TikTok itu menceritakan wanita itu tidak diperbolehkan masuk ke Candi Ijo untuk beribadah.

Perempuan tersebut mengaku datang ke Candi Ijo pukul 18.00 untuk beribadah.

Kebetulan, pada jam tersebut, Candi Ijo sudah ditutup untuk wisatawan. 

Saat itu, seseorang yang disebutkan di video tersebut sebagai juru kunci Candi Ijo mengatakan jika lokasi itu adalah cagar budaya bukan tempat ibadah.

Kemudian, terjadi perdebatan dengan juru kunci tersebut.

Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) wilayah X Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng) Manggar Sari Ayuati memberikan penjelasan terkait peristiwa tersebut.

"Kemarin kami sudah klarifikasi dan sudah menulis kronologinya," ujar Manggar, saat dihubungi Kompas.com, pada Senin (8/05/2023).

Manggar menuturkan, memang pada tanggal 4 Mei 2023, ada empat orang pengunjung datang ke Candi Ijo.

Pada saat itu Candi Ijo sudah tutup untuk pengunjung karena sudah pukul 17.45 WIB.

"Tutup kami kan jam setengah enam sore, jadi dalam kondisi candi (Candi Ijo) sudah tutup. Dan waktu itu mati lampu, hujan angin di Candi Ijo," urai dia.

Meski sudah tutup, rombongan tersebut ingin tetap masuk untuk sembayang di Candi Ijo. Kemudian, ditanya oleh petugas terkait surat izin.

Sebab, sesuai prosedur, pemanfaatan Candi Ijo harus ada izin.

Manggar pun memastikan setiap aktivitas di wilayah Candi Ijo akan diizinkan selama tidak ada unsur yang dapat merusak cagar budaya.

"Kan memang prosedur di Kami untuk pemanfaatan itu kan harus ada izin. Ya mesti diizinkan, kalau tidak ada unsur perusakan apapun, aktivitas itu diizinkan, misalkan untuk sembanyang, boleh, karena Undang-Indangnya mengatur itu," tegasnya.

Manggar mengungkapkan sesuai Undang-Undang, cagar budaya boleh untuk pengembangan ilmu pengetahuan, pengembangan kebudayaan, termasuk sembayang dan pariwisata.

Tetapi, memang prosedurnya harus izin.

"Petugas itu yang disebutkan juru kunci sebenarnya yang saat itu bertugas adalah Polsus cagar budaya dan satpam," ucap dia.

Menurut Manggar, meski telah tutup dan belum mengajukan izin, dengan pertimbangan kemanusian dan menghormati orang yang akan beribadah, petugas akhirnya memperbolehkan pengunjung tersebut masuk ke Candi Ijo.


"Karena memaksa, teman-teman itu segi kemanusiaan, juga sudah hujan-hujan datang (ke Candi Ijo) akhirnya diperbolehkan, ada dispensasi untuk mereka. Monggo (silahkan) untuk sembayang, tapi dikasih waktu satu jam saja karena sudah gelap, saat itu hujan juga. Dipinjami payung juga sama teman-teman," ujar dia.

Petugas, lanjut Manggar, memang berpesan, meminta agar pengunjung tersebut juga menjaga kebersihkan di Candi Ijo.

"Cuma dipeseni tolong jaga kebersihan, nah tersinggung. Kan kami sering ya menemukan bekas-bekas bunga, dupa, kami tidak bermaksud apa-apa. Hanya petugasnya bilang, tolong jaga kebersihan, mungkin di (artikan) lain, padahal teman petugas itu hanya bilang begitu," ujar dia.

Manggar mengungkapkan selama ini banyak yang datang untuk beribadah di Candi Ijo. Meskipun memang jumlahnya tidak sebanyak di Candi Prambanan.

Rombongan tersebut imbuh Manggar juga diperbolehkan masuk ke Candi Ijo untuk sembayang. Hal itu, dapat dilihat dari rekaman kamera CCTV.

"Boleh (aktivitas di Candi Ijo) kami ampu semua kepentingan itu. Cuma prosedurnya itu ya tolong dipenuhi," ucap dia.

Menurut Manggar, pengajuan izin untuk aktivitas salah satunya beribadah di Candi Ijo tidak sulit. Bahkan izin bisa diajukan melalui online.

"Cuma mengisi form aja, berkirim surat juga boleh, kirim email ke kami, dua hari sudah ada jawaban dari kami. Gampang, kami tidak mempersulit kok, kami melestarikan itu untuk dimanfaatkan, monggo," pungkas dia.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/05/08/191159978/viral-video-perempuan-tak-diizinkan-beribadah-di-candi-ijo-ternyata

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com