Salin Artikel

Jeritan Hati Pembeli Unit Rumah di Atas Tanah Kas Desa yang Disegel, Nasib Tak Jelas dan Waswas Uang Hilang

Salah satunya tanah kas desa di wilayah Candibinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman. Di tanah kas desa tersebut dibangun perumahan.

Pengembang dari perumahan di atas tanah kas desa tersebut yakni RS (33), telah ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi DIY. RS ditetapkan sebagai tersangka atas kasus tindak pidana korupsi terkait dengan pemanfaatan tanah kas desa Caturtunggal, Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman.

Dari pengamatan Kompas.com, di lokasi tersebut, terlihat bangunan yang sudah jadi. Di dinding bagian depan rumah bertuliskan villa lengkap dengan kode huruf dan nomor.

Di bangunan yang sudah jadi ada yang telah ditinggali dan bahkan disewakan. Namun banyak juga bangunan yang mangkrak.

Sejumlah konsumen yang telah mengambil unit rumah di atas tanah kas desa tersebut membagikan kisahnya kepada Kompas.com.

Konsumen berinisial AM mengaku pada tahun 2021 belum memiliki rumah. Sementara dirinya akan pensiun dari pekerjaanya.

"Saya kan belum punya rumah. Saya berusaha mendapatkan rumah untuk pensiun saya, untuk masa tua saya," katanya saat ditemui Kompas.com di rumahnya, Jumat (6/05/2023).

Saat sedang mencari rumah tersebut, AM bertemu dengan seseorang yang menawarkan bangunan di atas tanah kas desa daerah Candibinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman.

"Saya tanya ada enggak tanah yang kira-kira 50 meter atau 100 meter, Dia bilang ada dan diantarkan ke sini. Pada waktu itu proses pembangunan sedang masif," ucapnya.

"Ya sudah saya ambil, saya bayar dua kali pada waktu itu," ucapnya.

AM mengaku telah mengetahui jika bangunan yang dibelinya tersebut di atas tanah kas desa.

"Tanah itu kan punya status masing-masing, memang yang paling afdol itu SHM. Tapi kalau HPL atau HGB (Hak Guna Bangunan) bagi saya nggak masalah karena sepanjang saya bisa mengambil manfaat sesuai dengan apa yang dijanjikan, peruntukanya," urainya.

Ada beberapa hal yang membuat AM memutuskan untuk mengambil unit di lokasi tersebut. Selain murah, juga karena tergiur dengan master plan yang disampaikan oleh pengembang.

Di sebutkan, jika lokasi tersebut akan dijadikan kawasan objek wisata terpadu.

Bangunan berbentuk rumah yang disebutkan sebagai vila dibangun dalam rangka mendukung kawasan objek wisat tersebut. Vila-vila tersebut ditawarkan dalam bentuk investasi.

Orang yang mengambil unit rumah tersebut, kemudian diberi Surat Perikatan Investasi (SPI).

"Vila-vila ini nanti untuk mendukung perekonomian bisa disewakan, bisa ditempati sendiri, ada penjelasan seperti itu. Bisa disewakan langsung, atau lewat manajemen" urainya.

"Jangka waktunya 20 tahun sejak ditandatangani SPI dan bisa diperpanjang hanya dengan membayar biaya notaris saja," imbuhnya.

AM mengaku tidak curiga karena merasa legalitasnya terjamin. Sebab proses penandatanganan Surat Perikatan Investasi (SPI) dilakukan di depan notaris.

"Bahkan di dalam SPI yang di depan notaris yang kami tanda tangani antara direkturnya sini itu menyebutkan surat dari Badan Pertanahan, dari Bappeda, SK gubernur dan segala macam, yang seakan-akan ini ada tanah, silakan di kelola tapi harus digunakan untuk seperti ini," ucapnya.

AM pun kembali mendapatkan tawaran untuk mengambil satu unit lagi. Merasa yakin dengan legalitasnya, AM memutuskan untuk mengambil satu unit dengan harga Rp 130 juta.

Namun, di luar dugaan apa yang dijanjikan tidak terlaksana. Bangunan yang diambilnya tersebut tidak kunjung selesai atau mangkrak.

AM mengungkapkan saat ini pembangunan di lokasi tersebut berhenti. Namun, tidak ada penjelasan dari pihak pengembang terkait hal tersebut. Beberapa konsumen juga telah berusaha menanyakan tapi tidak mendapatkan jawaban yang jelas.

"Seperti ini kan pembangunan berhenti, sepertinya mereka-mereka sudah bayar. Tapi tidak ada penjelasan secara patut, kenapa berhenti. Ketika ditanyakan, dikomunikasikan baik-baik, ada statement ini rahasia perusahaan," tegasnya.

Sementara itu, pembeli lain berinisial T mengatakan pembangunan di atas tanah kas desa itu dilakukan dengan menggunakan beberapa alat berat. Bahkan truk-truk keluar masuk lokasi proyek pembangunan.

"Kala itu di waktu 2020, 2021 di sini keluar masuk truk, backhoe (alat berat). Itu (backhoe) nggak cuma satu atau dua," ucapnya.

Selama proses pembagunan tersebut, tidak ada dari pihak-pihak pemerintah yang menghentikan. Prosesnya terus berjalan, sehingga T merasa pembangunan proyek di atas tanah kas desa ini tidak bermasalah.

"Ya otomatis kan saya, warga nggak papa, lurah tidak protes. Berarti ini legal, gitu lho," tandasnya.

Dari hal itu, T melihat adanya pembiaran. Menurut T jika pembangunan proyek di atas tanah kas desa ini bermasalah seharusnya sudah bisa diketahui dan dihentikan sejak awal.

Di sisi lain T menyoroti dalam permasalahan penyalahgunaan tanah kas desa ini seakan-akan hanya melihat dua sisi yakni pemerintah dalam hal ini Pemda DIY dengan pengusaha. Sementara ada orang-orang yang menjadi korban.

"Seolah-olah begitu. Yang dimana di antara itu ada kita, duit kita itu sudah keluar, tertipu," urainya.

Harapan para warga yang mengambil unit rumah

Para konsumen yang telah mengambil unit bangunan rumah telah mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Uang tersebut mereka keluarkan untuk mengambil unit bangunan setelah mendapatkan tawaran dengan narasi investasi.

Para konsumen ini pun menyampaikan harapanya setelah mencuatnya kasus penyelahgunaan tanah kas desa.

"Harapan kami ya sesuai dengan SPI yang kami tanda tangani. Kami paling tidak bisa memanfaatkan 20 tahun," ujar Salah satu salah satu konsimen berinisial AM.

AM menyampaikan setelah 20 tahun apakah nantinya dapat diperpajang atau tidak, bisa didialogkan lebih lanjut.

"Perkara nanti bisa diperpanjang lagi atau tidak itu urusan nanti," tegasnya.

Sementara itu T mengatakan bersedia jika diminta untuk mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

"Kita berharap dengan secara baik, jika memang IMB dibutuhkan kita siap untuk membayar. Membayar apa yang seharusnya kepada Pemda," tuturnya.

T mengungkapkan jika nantinya keputusan akhir di pengadilan bangunan dirobohkan, maka harus restitusi atau pembayaran kembali. Sebab dirinya dan konsumen yang lain adalah korban dan sudah mengeluarkan uang yang tidak sedikit.

"Misalnya pahit banget robohkan, ya kita minta restitusi. Dari mana, ya sayae nggak tahu mungkin sita aset (pengembang) atau dari pejabat-pejabat yang lalai. Besarannya sesuai yang kita keluarkan seperti di SPI itu, tidak lebih tidak kurang," tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, Satpol PP Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyegel 5 perumahan yang didirikan di atas tanah kas desa (TKD). Sesuai Perda DIY, TKD dilarang untuk digunakan sebagai tempat hunian.

Kepala Satpol PP DIY Noviar Rahmad menjelaskan, 5 perumahan yang telah disegel oleh Satpol PP DIY berada di Kabupaten Sleman, yakni di Nologaten, Caturtunggal, Candibinangun, Minomartani, dan Maguwoharjo.

"Total baru 5 (perumahan disegel), lokasinya  di Nologaten, Caturtunggal, Candibinangun, Minomartani, Maguwoharjo. Iya Sleman semua," katanya saat dihubungi, Selasa (2/5/2023).

Pantauan Satpol PP DIY, tak hanya 5 lokasi yang disinyalir menyalahgunaan TKD di DIY. Seperti di Maguwoharjo, terdapat 90 titik TKD yang disinyalir disalahgunakan sebagai hunian.

"Banyak, jadi contohnya di Kelurahan Maguwo saja sebetulnya kami sudah mendeteksi ada 90 titik di satu kalurahan," ucap dia.

Tak hanya itu, di Gunungkidul juga banyak TKD yang disalahgunakan sebagai tempat hunian.

Menurut Noviar, pihaknya belum melakukan penyegelan terhadap puluhan perumahan yang menggunakan TKD karena berbagai hal. Salah satunya saat ini Pol PP sedang melengkapi bukti-bukti. Selain itu tupoksi yang lain juga harus dilaksanakan sehingga tidak bisa kita laksanakan dalam satu waktu.

"Bertahap semuanya kita lakukan. Jadi kalau yang melakukan pelanggaran yang banyak sekali," kata dia.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/05/08/051700678/jeritan-hati-pembeli-unit-rumah-di-atas-tanah-kas-desa-yang-disegel-nasib

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke