Salin Artikel

Ingatkan Sri Sultan, Pasukan Berpakaian ala Bregada Ikut dalam Demo Hari Buruh di Yogyakarta

Bregada adalah seni budaya diadaptasi dari Prajurit Kraton Ngayogjokarto Hadiningrat. Pada zaman dahulu, bregada mempunyai fungsi sebagai pasukan prajurit yang melindungi Keraton dan wilayahnya dari serangan musuh.

Massa buruh melibatkan pasukan berpakaian ala bregada untuk menyampaikan aspirasi kepada Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Mereka ingin Sultan membawa budaya kemakmuran bagi buruh di DIY.

"Itu bukan sebuah sindiran (membawa bregada) tapi sebuah imbauan kepada Sri Sultan HB X bahwa budaya itu, selain budaya pertunjukan harus bisa membawa makmur," ujar Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Irsyad Ade Irawan, saat ditemui di Titik Nol Km, Kota Yogyakarta, Senin (1/5/2023).

Irsyad mengatakan, Gubernur DIY seharusnya bisa memberikan keseimbangan antara memajukan budaya sekaligus memajukan buruh di DIY dengan upah yang layak.

"Jadi kemudian rakyat Jogja bisa berbudaya secara baik dan bisa makmur kehidupan secara upah. Jadi harus berimbang antara memajukan budaya kemudian memajukan buruh di DIY," kata dia.

Selain bentuk imbauan kepada Gubernur DIY, menurut Irsyad, pasukan ala bregada yang dibawa juga merupakan bentuk manifestasi kebangkitan politik bagi pekerja.

"Hari ini kami tidak akan pernah lagi menitipkan nasib kami kepada orang-orang yang telah membuat Undang-Undang Cipta Kerja," beber dia.

Irsyad menjelaskan, sikap ini merupakan bentuk perlawanan bagi pemerintah yang mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja dan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023.

"Sekaligus untuk membukatkan tekat kami agar pemerintah segera mensahkan undang-undang terkait pekerja rumah tangga," ucap dia.

Menurut dia, massa aksi merupakan gabungan dari majelis pekerja buruh Indonesia, serikat-setikat buruh di DIY, KSPSI, dan Partai Buruh.

Dalam unjuk rasa ini para buruh menuntut beberapa hal seperti pencabutan Perpu Cipta Kerja, meminta kepada presiden Jokowi untuk memerintahkan Ida Fauziah agar mencabut Permenaker Nomor 5 Tahun 2023.

Menurut dia Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 ini merupakan dasar hukum untuk menentukan upah buruh.

"Berkaitan dengan isu lokal, kami mendesak kepada Gubernur DIY agar menaikkan upah buruh sebesar 50 persen karena upah buruh di DIY tidak cukup untuk memenuhi hidup layak," beber dia.

Dari perhitungannya, hidup layak di DIY membutuhkan upah sebesar Rp 3,5 juta hingga Rp 4 juta sehingga upah minimum di DIY seharusnya Rp 4 juta.

"Maka, kita perlu kenaikan 50 persen supaya upah buruh di DIY bisa minimal sampai Rp 3 juta," jelas dia.

Dampak dari upah murah bagi buruh di DIY membuat butuh di DIY tidak bisa membeli tanah dan rumah, mengingat harga tanah dan rumah di DIY sudah melambung tinggi dan tak terjanhkau bagi kaum buruh.

"Oleh karena itu, mendesak kepada Gubernur DIY dan wagub untuk membagikan sebagian Sultan Ground dan Pakualaman Ground untuk dijadikan perumahan buruh," ucap dia.

Tuntutan terakhir yang disampaikan buruh bagi Gubernur DIY dan Wakil Gubernur DIY adalah mengalokasikan dana Keistimewaan untuk digunakan membuat program-program kemakmuran buruh.

Ia mencontohkan, program kemakmuran bagi buruh seperti pembuatan koperasi yang dikelola oleh serikat buruh.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/05/01/145324078/ingatkan-sri-sultan-pasukan-berpakaian-ala-bregada-ikut-dalam-demo-hari

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke