Salin Artikel

Polisi Tangkap Guru Ngaji yang Cabuli Belasan Santriwati di Sleman

KOMPAS.com - K (50), seorang guru mengaji di Gamping, Sleman, Yogyakarta ditangkap polisi karena diduga mencabuli para santriwatinya.

Kasus pencabulan terungkap setelah pihak keluarga dari empat korban melaporkan peristiwa tersebut.

Salah satu di antaranya menjadi korban pencabulan pelaku berulang kali.

Namun, ketika dilakukan pendampingan, ternyata ditemukan lagi tujuh korban lainnya sehingga total menjadi 11 korban.

KBO Reskrim Polresta Sleman, Ipda Safiudin mengatakan, pihaknya telah menerima laporan kasus tersebut.

Menurut dia, berita acara pemeriksaan (BAP) kepolisian, ada 4 anak di bawah umur yang menjadi korban pencabulan.

Pihaknya sudah mendengar ada tambahan korban lainnya, namun hingga kini baru sebatas informasi.

"Keempat- empatnya ini dicabuli dan disetubuhi satu (anak). Yang tiga dicium, dipangku, dan diraba payudara maupun alat vitalnya," ujar dia, Sabtu.

Pelaku jadi tersangka

Saat ini pelaku telah ditahan dan ditetapkan tersangka oleh kepolisian.

Meskipun, pelaku belum mengakui perbuatannya, tetapi pihak kepolisian berpegang pada alat bukti yang ada sehingga tetap ditahan.

Penahanan dilakukan terhitung mulai tanggal 20 April 2023.

"Jadi untuk tersangka sudah kami lakukan penahanan. Itu terhitung mulai Kamis malam, tanggal 20 April hingga sekarang," ujar dia.

Awal mula kasus

Diketahui, dugaan kasus pencabulan terhadap para santriwati ini terungkap ketika salah satu korban enggan mengaji lagi ditempat tersangka.

Saat ditanya alasan, korban menangis kemudian menceritakan semua peristiwa yang dialaminya kepada kakak perempuan orangtuanya pada bulan Januari 2023.

Pihak keluarga korban pencabulan melaporkan peristiwa tersebut ke Polsek Gamping pada 12 Januari 2023.

Untuk melengkapi bukti, korban juga sudah divisum di RSUD Sleman.

Tambahan 7 korban

Sementara tujuh korban lainnya direncanakan menyusul untuk membuat laporan.

"Tambahan 7 korban lainnya itu santriwati dari tersangka. Ibaratnya, dia (pelaku) itu membuat pondok (ngaji) itu, buat kedok saja," kata Ketua Peradi Rumah Bersama Advokat (RBA) Sleman, yang juga pendamping hukum korban, Iwan Setyawan.

Iwan bercerita, terungkapnya tujuh korban lainnya tersebut bermula ketika berita tentang oknum guru ngaji di Gamping diduga melakukan pencabulan viral.

Warga kampung gempar dan awalnya tak percaya dengan kabar tersebut.

Kementerian Sosial pun turun untuk melakukan pendampingan dan pemulihan terhadap empat korban yang usianya masih di bawah umur.

Ketika melakukan pendampingan itu, ternyata banyak anak yang diduga menjadi korban akhirnya mau bercerita.

Anak yang mau bercerita kemudian didata dan ternyata jumlahnya tujuh anak.

"7 korban ini baru pengakuan, belum di BAP Kepolisian. Kementerian sosial sudah berkoodinasi dengan penyidik. Yang 7 ini sudah janjian mau didampingi Kemensos ke penyidik (Polresta Sleman) untuk membuat laporan," kata dia.

Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Siasat Licik Guru Ngaji di Yogyakarta Cabuli Santriwatinya, Pelaku Pakai Modus Bikin Pondok

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/04/29/230627278/polisi-tangkap-guru-ngaji-yang-cabuli-belasan-santriwati-di-sleman

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com