Salin Artikel

Mengenal Gunungan pada Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta

KOMPAS.com - Garebeg Syawal atau Grebeg Syawal adalah salah satu upacara penting di Keraton Yogyakarta yang dilakukan pada tanggal 1 Syawal atau di Hari Raya Idul Fitri.

Perhelatan Grebeg Syawal menjadi salah satu upacara kerajaan yang melibatkan seisi keaton, aparat kerajaan, dan terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat.

Dilansir dari laman kratonjogja.id, sebutan Garebeg atau Grebeg memiliki arti diiringi atau diantar oleh orang banyak yang merujuk pada iring-iringan para prajurit dan Abdi Dalem dalam membawa gunungan dari keraton menuju Masjid Gedhe.

Namun ada pula pendapat yang menyebut istilah Garebeg atau Grebeg berasal dari kata “gumrebeg” yang mengacu kepada deru angin atau keramaian yang ditimbulkan pada saat berlangsungnya upacara tersebut.

Salah satu daya tarik dari tradisi Grebeg Syawal adalah munculnya tujuh gunungan yang nantinya akan dirayah atau diperebutkan isinya.

Nama Gunungan pada Tradisi Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta

Pelaksanaan tradisi Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta akan dihelat lengkap dengan munculnya tujuh buah gunungan.

Tujuh gunungan pada tradisi Grebeg Syawal yang terdiri dari gunungan jaler/kakung sebanyak 3 buah, serta gunungan wadon/estri, gunungan darat, gunungan gepak, dan gunungan pawuhan yang masing-masing berjumlah 1 buah.

Dilansir dari akun Instagram @humasjogja, berikut penjelasan lima jenis gunungan Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta.

1. Gunungan Jaler/Gunungan Kakung

Sesuai namanya, Gunungan Jaler atau Gunungan Kakung melambangkan sifat pria ksatria Jawa.

Gunungan Kakung berbentuk kerucut yang tinggi menjulang, dengan kerangka terbuat dari besi.

Pada bagian atas terdiri dari mustaka yang dibuat dari baderan, kue dari tepung beras yang dibentuk seperti ikan bader (ikan tawes) berjumlah lima buah dan ditancapkan di puncak gunungan.

Di bawah baderan terdapat bendul, sangsangan, dengul, pelokan, dan tangkilan kacang.

Bendul yaitu kue yang terbuat dari tepung beras berbentuk bola kecil berwarna coklat.

Kemudian ada sangsangan atau rangkaian telur asin yang berbentuk melingkar seperti kalung.

Pada bagian tubuh diberi tangkilan kacang sampai ke bawah, dan paling bawah diberi pelokan, yaitu berupa telur dadar.

Tangkilan kacang adalah rangkaian yang terdiri dari kacang panjang, cabai merah, cabai hijau, dan kucu, yang semuanya diikat dan diberi tangkai.

2. Gunungan Estri/Gunungan Wadon

Gunungan Estri atau Gunungan Wadon melambangkan seorang wanita Jawa.

Gunungan Estri berbentuk seperti bokor yang bagian dasar lebih kecil daripada bagian tengah gunungan, dengan kerangka terbuat dari bambu.

Bagian atas gunungan disebut mustaka, dengan sebuah kue ketan berwarna hitam dengan bentuk seperti gunungan wayang kulit yang di sekitarnya dihiasi dengan ilat-ilatan yang berjumlah 60 buah.

Di bawah ilat-ilatan diletakkan upil-upilan yang berwarna-warni, kemudian tlapukan beraneka warna yang melingkari gunungan.

Di bagian bawah tlapukan disusun rengginan sampai memenuhi kerucut bagian atas tersebut.

Untuk menambah nilai keindahan pada bagian atas dari gunungan estri tersebut ditambahkan betetan dan ole-ole.

Pada bagian tubuh gunungan estri seluruhnya dibalut menggunakan kulit pohon pisang yang disusun melingkar tegak.

Kemudian bagian luar dari kulit pohon pisang dihiasi dengan eblek dan tedeng yang disusun menggantung.

Di bagian dasar gunungan diletakkan wajik sebakul hingga penuh dan menutupi area tersebut.

3. Gunungan Dharat

Gunungan Dharat merupakan simbol dari dunia beserta isinya.

Gunungan Dharat memiliki bentuk menyerupai Gunungan Estri, namun mustakanya tidak berwarna hitam dan ilat-ilatnya ada juga yang berwarna-warni.

Mustaka dari Gunungan Dharat dikelilingi upil-upilan, yang di luarnya terdapat tlapukan bintang yatu ketan berbentuk bintang beraneka warna.

Bedanya pada gunungan darat tidak diletakkan di jodang, tidak berwarna hitam melainkan merah.

Ilat-ilatan juga tidak berwarna hitam melainkan berwarna-warni meliputi lima warna, yaitu: hitam, putih, merah, kuning, dan hijau.

Di luar lingkaran tlapukan bintang diikuti dengan rengginang.

Baik tlapukan dan rengginang diberi satu buah kucu dan lima upil-upilan berbeda warna.

Untuk menghiasi gunungan darat diletakkan pula betetan sejumlah 18 buah, dan ole-ole 8 buah yang diletakkan di bagian atas.

4. Gunungan Gepak

Gunungan Gepak berbentuk keranjang-keranjang berisi lima jenis kue kecil seperti wajik, jadah, lemper, kue bolu, dan bolu emprit.

Di atas tumpukannya akan diberi buah-buahan, dengan tiap jenis buah terdiri dari dua biji berpasangan sebagai satu jodoh.

Berbagai jenis buah-buahan yang digunakan, seperti jeruk, pisang, nanas, pepaya, rambutan, salak, duku, langsep, dan jambu.

Ada pula aneka macam pala kependhem antara lain: ubi kayu, ubi jalar, gembili, gadung, kentang, dan suwek.

Semua makanan tersebut dimasukkan ke dalam jodang dan dibawa ke masjid untuk diberikan kepada para petugas yang terlibat dalam upacara grebeg.

5. Gunungan Pawuhan

Nama Gunungan Pawuhan berasal dari kata uwuh yang berarti sampah, karena gunungan ini terbuat dari sisa bahan gunungan yang lain.

Munculnya Gunungan Pawuhan dimaksudkan agar tidak ada sisa bahan yang terbuang percuma.

Gunungan Pawuhan memiliki bentuk seperti Gunungan Estri dan Gunungan Dharat, dengan rangka terbuat dari bambu.

Walau begitu, Gunungan Pawuhan memiliki ukuran lebih kecil dan bagian atasnya diganti dengan bendera putih sebagai pengganti mustaka.

Arak-arakan Gunungan pada Tradisi Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta

Lebih lanjut, ketujuh gunungan tersebut akan diusung oleh para abdi dalem dan dikawal prajurit Bregodo dari Alun-alun Utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menuju tiga tempat.

Lima gunungan akan dibawa ke Masjid Gedhe Kauman, satu dibawa ke Pura Pakualaman, dan satu lagi dibawa ke Kantor Kepatihan.

Gunungan akan diarak dari Alun-alun Utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menuju ke Masjid Gedhe Kauman, Pura Pakualaman, dan Kantor Kepatihan.

Gunungan yang telah diserahterimakan dan didoakan kemudian akan ibgikan kepada abdi dalem serta diperebutkan oleh masyarakat.

Dengan dibagikannya seluruh gunungan kepada masyarakat, maka berakhirlah upacara Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta.

Sumber:
kratonjogja.id  
kratonjogja.id  
dpad.jogjaprov.go.id  
Instagram @humasjogja 
kompas.com (Penulis : Kontributor Yogyakarta, Wisang Setyo Pangaribowo, Editor : Anggara Wikan Prasetya)

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/04/20/230751578/mengenal-gunungan-pada-tradisi-grebeg-syawal-keraton-yogyakarta

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com