Salin Artikel

Melihat Kebun Kurma di Berbah Sleman, Ada Ribuan Pohon yang Ditanam

Di lokasi tersebut terdapat kebun dengan ribuan pohon kurma. Pohon-pohon kurma ini ditanam oleh seorang pensiunan bernama Suparyoto.

Pria berusia 65 tahun ini merupakan salah satu pegiat pohon kurma di Indonesia. Suparyoto mulai menanam pohon kurma sejak awal tahun 2016 lalu.

"Saya menyemai di sini. Jadi ada buahnya dari sana, kita pilih yang standar untuk pembibitan. Salah satunya adalah matang di pohon. Kita seleksi, kita jadikan bibit. Saya mulai menyemai 2016," ujar Suparyoto saat di kebun Pohon Kurma miliknya di Padukuhan Gamelan, Kalurahan Sendangtirto, Kapanewon Berbah, Kabupaten Sleman, Selasa (28/03/2023).

Pada saat awal menanam, pohon kurma milik Suparyanto dalam jangka waktu 22 bulan sudah berbuah. Seiring dengan tersiarnya kabar berbuahnya pohon kurma yang ditanamnya tersebut, kemudian mulai ramai di Indonesia.

"2016 saya tanam, 22 bulan berbuah. Saya ekspose dan itu mulai booming, mulai bergerak seluruh Indonesia itu," tuturnya.

Suparyoto menceritakan dari kecil sudah senang berkebun. Dahulu, Suparyoto pernah memiliki kebun jeruk hingga jambu. Kemudian setelah pensiun, pria berusia 65 tahun ini memutuskan untuk menanam pohon kurma.

Melalui menanam pohon kurma ini, Suparyoto ingin mengangkat ekonomi masyarakat sekitar. Selain itu, juga untuk menarik generasi muda untuk menekuni dunia pertanian.

Hal ini karena saat ini generasi muda jarang yang mau terjun untuk menjadi seorang petani. Kebanyakan mereka memilih bekerja di kantor hingga pabrik.

Di sisi lain, Suparyoto melihat penghasilan petani dari menanam padi hingga jagung terbilang sedikit. Bahkan tak jarang harus tombok.

Dia mengatakan Pohon kurma ini dapat menjadi alternatif selain menanam tanaman pada umumnya. Petani juga tidak perlu berkubang lumpur saat menanam pohon kurma. Selain itu, dari sisi finansial, penghasilannya cukup menjanjikan.

"Saya berusaha memberi contoh masyarakat bahwa ada tanaman alternatif yang cukup menjanjikan dari segi penghasilan dan juga tidak perlu berkubang lumpur, berkotor-kotor," ucapnya.

Suparyoto mengaku harus berkorban biaya dan tenaga demi menjadi contoh menanam pohon kurma. Namun, semua itu tetap dijalaninya.

"Harus dikasih contoh, karenanya saya selaku penggiat pohon kurma ya harus berkorban, biaya, tenaga. Nah untuk menutup operasional saya jualan bibit ini, selama belum bisa panen bagus," tegasnya.

Kurma, lanjut Suparyoto, selama ini terkesan tanaman di padang pasir. Namun ternyata di Indonesia bisa tumbuh dengan bagus dan berbuah dengan cepat.

"Pemeliharanya tidak sulit, yang penting ada matahari, ada air dan ada pupuk," tuturnya.

Kelebihan pohon kurma yang ditanam di Indonesia dapat berbuah sepanjang tahun. Sehingga pohon kurma bisa berbuah tanpa mengenal musim.

"Kelebihan di negeri kita itu justru kurma itu bisa berbuah sepanjang tahun. Kalau seperti di Saudi itu kan musiman. Kalau di sini tidak kenal musim, jadi susul menyusul seperti kelapa," urainya.

Sejak 2016 hingga saat ini Suparyoto sudah menanam ribuan pohon. Suparyoto menanam di tiga lahan dengan total 3.000 meter persegi. Ada sebanyak 9 jenis pohon kurma yang ada di kebun milik Suparyoto.

"Jenisnya ada Barhee, ada Ajwa, ada KL-one ada Medjool. Ada sekitar delapan sampai sembilan jenis. Tapi yang paling favorit ada tiga jenis, Barhee, Ajwa atau Kurma Nabi sama KL-one," bebernya.

Menurut Suparyoto usia pohon kurma dapat mencapai 200 tahun. Namun masa produktif pohon kurma 15 tahun sampai 150 tahun.

"Hama yang paling sulit itu kumbang tanduk, biasa juga menyerang kelapa sawit," urainya.

Meski sudah panen, Suparyoto tidak menjual buah kurma. Suparyoto lebih fokus pada menjual bibit pohon kurma.

Tiga jenis pohon kurma yakni Barhee, Ajwa dan KL-one menjadi bibit yang paling banyak diminati pembeli. Tiga jenis bibit pohon kurma tersebut diminati karena cepat berbuah dan mudah dalam perawatanya.

"Tapi kalau skala perkebunan besar biasanya Barhee, karena berbagai kelebihan. Barhee itu produksinya tinggi, buahnya masih muda sudah manis, dan pemeliharanya gampang, cepat berbuah," urainya.

Harga bibit pohon kurma bervariasi, mulai dari Rp 40.000, hingga Rp 350.000. Bibit tersebut berumur 1 tahun hingga 3 tahun.

"Yang paling banyak (membeli bibit) dari luar Yogya, paling jauh dari Kalimantan Utara. Bibit kurma itu sampai tiga minggu masih aman," tegasnya.

Suparyoto mengaku menanam pohon kurma tidak semata-mata hanya untuk bisnis. Sehingga dirinya tidak pernah menghitung omset dari bibit yang laku terjual.

"Pandemi ini memang agak menurun, selain di luar daerah juga banyak yang sudah pembibitan. Kalau sekarang ya sekitar Rp 5 juta sebulan. Ya Alhamdulilah bisa menggaji karyawan," bebernya.

Menurut Suparyoto banyak orang dari luar DI Yogyakarta (DIY) yang datang ke kebun kurma miliknya yang bernama "Pusat Bibit Pohon Kurma Ngadinah". Mereka yang berkunjung mulai dari Kalimantan, Aceh, Jakarta, Nusa Tenggara Barat hingga Sumatera.

"Buahnya selama ini tidak kita jual. Misalnya ada tamu silakan ambil, silakan dimakan," pungkasnya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/03/29/055000478/melihat-kebun-kurma-di-berbah-sleman-ada-ribuan-pohon-yang-ditanam

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com