Salin Artikel

Pedagang di Sentra Thrifting di Kota Yogyakarta Alami Penurunan Omzet 50 Persen

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - XT Square yang dulunya merupakan terminal kini menjadi sentra thrifting di Kota Yogyakarta.

Belasan toko baju-baju bekas mengisi tenan-tenan di gedung XT Square.

Hal ini membuat XT Square menjadi sentra thrifting di Kota Yogyakarta.

XT Square baru menjadi sentra thrifting di Kota Yogyakarta pada tahun 2021.

Setelah wacana pemerintah melarang penjualan pakaian bekas impor membuat omzet para pedagang turun. Hal ini dikeluhkan oleh pedagang di XT Square.

"Penurunan itu sudah pasti, karena berita-berita seperti itu, bisa lebih dari 50 persen," ucap Asrial, salah satu pemilik toko di XT Square, pada Selasa (21/3/2023).

Barang yang dijual di XT Square, kata dia, tidak semua barang bekas impor.

Menurut dia yang namanya thrifting bukan berarti barang bekas yang tidak layak, tetapi juga ada barang yang masih bagus atau baru.

"Yang dilarang pemerintah itu importirnya bukan ritelnya, itu baru informasinya di media sosial. Kalau ritel tidak ada larangan," kata dia.

Ia menegaskan, sebelum dijual di sentra thrifting pakaian bekas ini dicuci terlebih dahulu. Dia pribadi, dalam sekali cuci bisa mencapai 100 kilogram pakaian.

"Sekali cuci itu 100 kilogram dengan biaya Rp 600.000. Kalau enggak dicuci tidak boleh dijual di sini," kata dia.


Ia menambahkan, sentra thrifting ini baru dibuka pada 2021 lalu, karena pada saat itu gedung XT Square tidak digunakan.

Dirinya bersama penjual lainnya menawarkan konsep membuat thrifting tetapi seperti berbelanja di distro.

"2021 itu kosong semua sini lalu kami bersihkan, dan kami tawarkan layout designnya. Jadi seperti distro," kata dia.

Dia mendapatkan, pakaian bekas ini dari suplier, tetapi dirinya tidak mengetahui berasal dari mana suplier ini.

"Kita beli dari suplier kalau cocok ya kita beli," kata dia.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop-UKM) Teten Masduki menanggapi keresahan penggemar thrifting soal langkah pemerintah melarang masuknya baju bekas impor.

Menurut Teten, pemerintah gencar melarang baju bekas impor karena ingin melindungi industri dalam negeri, khususnya di bidang tekstil.

"Ya kalau itu betul (banyak masyarakat yang mengeluh), tapi saya sebagai pemerintah juga ingin melindungi industri dalam negeri," ujar dia, saat ditemui Kompas.com di kantornya, Senin (20/3/2023).

Ia menjelaskan, banyak produk tekstil dalam negeri yang berasal dari pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Ia pun mengimbau masyarakat untuk bangga dengan produk Indonesia.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/03/21/194913178/pedagang-di-sentra-thrifting-di-kota-yogyakarta-alami-penurunan-omzet-50

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke