Salin Artikel

Buruh Gendong Perempuan di Pasar Beringharjo Yogyakarta, Upahnya Rp 2.000, Tempuh Puluhan Km dari Rumah

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - "Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin", ungkapan Percy Bysshe Shelley dalam esainya A Defence of Poetry saat ini masih relevan di Indonesia.

Ketika para pejabat sibuk flexing, rakyatnya berjibaku untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.

Contohnya adalah Siyem (68), seorang buruh gendong di Pasar Beringharjo yang memulai harinya sejak pagi buta.

Setiap fajar Siyem telah bersiap untuk menuju Pasar Beringharjo, berjarak lebih kurang 30 kilometer dari rumahnya yang berada di Kulon Progo 

Tiap hari Siyem pulang pergi menggunakan bus kota, dari rumahnya dibonceng dengan sepeda motor oleh anaknya, Siyem diantar sampai jalan utama penghubung Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Kulon Progo, yaitu Jalan Wates.

Setelah sampai Jalan Wates Siyem menunggu bus kota menuju timur, ia menempuh perjalanan lebih kurang 1 jam. Pukul 05.30 pagi, dia sudah sampai di Pasar Beringharjo.

Sesampainya di Pasar Beringharjo, Siyem lalu berkeliling menawarkan jasanya sebagai buruh gendong.

Pada Selasa (14/3/2023), Siyem mendapatkan pekerjaan untuk memanggul belasan karung beras.

Tiap karung lebih kurang berisi 5 kilogram, Siyem dapat memanggul 5 sampai 7 karung beras di punggungnya.

Dari kios yang berada di lantai 2 Siyem naik ke lantai 3 dengan beban beras di punggungnya.

Totalnya, dia naik turun tangga sebanyak 3 kali dengan beban hampir 40 kilogram sekali jalan.

"Sehari enggak pasti tadi sudah angkut roti 2 kali, sama beras tadi 3 kali. Tadi pegawai beras tidak masuk, jadi saya yang diminta untuk memanggul," kata dia, Selasa (14/3/2023).

Sekali mengangkut dia mendapatkan upah Rp 5.000, upah yang tetap dia syukuri karena biasanya ia hanya mendapatkan upah Rp 2.000 sekali angkat.

"Kadang ada yang Rp 2.000, ada yang Rp 3.000. Kalau beras tadi Rp 5.000. Sehari enggak pasti juga dapatnya, karena kalau jam 10 pagi sudah sepi," kata dia.

Upah yang didapat hanya bisa digunakan untuk ongkos bus pulang pergi dari Kulon Progo ke Pasar Beringharjo.

Sekali berangkat ia harus merogoh koceknya dalam-dalam. Lantaran, sekali berangkat naik bus ongkosnya Rp 10.000.

Selain untuk ongkos pulang, jika terdapat uang sisa, Siyem gunakan untuk membelikan jajanan untuk cucunya yang menunggu di rumah.

"Paling enggak ada oleh-oleh untuk cucu," kata dia.

Beratnya beban yang dipikul tiap harinya membuatnya harus menjaga kondisi fisik saat usia senja. Untuk menjaganya, Siyem meminum jamu 3 kali selama satu minggu.

"Kalau BPJS di rumah dapat (program pemerintah)," katanya.

Tidur di emperan toko

Potret lain dari perjuangan perempuan buruh gendong di Pasar Beringharjo juga dapat dilihat dari Wagirah (70) asal Kulon Progo.

Jika dunia ini hanya urusan siasat, Wagirah juaranya. Bagaimana tidak, menyiasati pendapatan yang tergolong minim ini dia rela harus tidur di emperan toko atau perko mereka menyebutnya.

Dinginya malam tak ia hiraukan, beralaskan kardus berkas ia tidur di perko bersama buruh gendong lainnya. Emperan yang tak lebih dari 2 x 2 meter ini ia gunakan untuk beristirahat malam.

Saat hujan datang hal ini tak jadi soal oleh Wagirah, saat tidur sebuah payung ia letakkan di depan tempatnya tidur untuk menghalau air hujan.

"Ya tetap tampias, saya kasih payung depannya itu," kata dia.

Berbeda dengan Siyem, Wagirah memulai harinya jauh lebih awal. Karena menginap, Wagirah memulai kerja pada pukul 3 pagi. Saat mobil pick up datang dan bongkar-bongkar muatan, di situ Wagirah ikut bekerja membawa muatan dari pick up ke kios-kios.

Ia beristirahat mulai pukul 8 pagi, dia mengangkut berbagai jenis komoditi pasar seperti gandum, seledri, kubis, bawang putih bawang merah.

"Dari mobil dibawa ke pedagang," kata dia.

Wagirah menjadi buruh gendong di Pasar Beringharjo sudah selama 35 tahun, dari awal dia menjadi buruh gendong Wagirah sudah menginap di perko di sekitar Pasar Beringharjo.

"Kalau ngelaju itu enggak punya sangu (uang saku), uang sakunya kurang kalau sekarang cari duit itu sulit, pasar sepi sekarang kalau untuk pulang pergi enggak cukup," ucap dia.

Kalau dia harus pulang pergi Kulon Progo Pasar Beringharjo upahnya habis hanya untuk ongkos jalan.

Wagirah mendapatkan upah sebesar Rp 2.000 untuk sekali angkut, setiap harinya ia bisa mendapatkan upah Rp 25.000 hingga Rp 30.000.

"Kadang Rp 40.000, tergantung. Pulang Kulon Progo kalau sudah dapat uang saku biasanya 4 hari sampai seminggu," kata dia.

Pulangnya ke Kulon Progo tergantung kebutuhan hidup, seperti untuk menyumbang tetangga jika terdapat hajatan, menyumbang orang sakit, dan arisan.

Jika kebutuhannya sedang tinggi ia bisa pulang Kulon Progo seminggu sekali.

Nenek bercucu 14 dengan buyut 3 ini, menjalani sebagian hidupnya di Pasar Beringharjo. Berkumpul dengan keluarga pun sangat jarang karena anak-anak dan cucunya berada di Wonosari, Kabupaten Gunungkidul.

"Sebenarnya ya seneng kalau kumpul, tapi gimana ya. Kalau saya itu masih senang cari uang, masih senang sama teman-teman kalau pegang uang sendiri itu senang," jelas dia.

Wagirah lebih senang mencari uang sendiri hingga usia senjanya dengan alasan tak mau merepotkan anak-anaknya.

Buruh gendong perempuan lainnya Merit juga hampir sama dengan buruh gendong perempuan lainnya.

Menurutnya saat ini kondisi pasar sudah sepi, berbeda jika dibanding beberapa belas tahun lalu.

Dulu, pada pukul 9 pagi dia bersama buruh gendong lain belum bisa beristirahat karena banyaknya komoditi pasar yang harus diangkut.

"Dulu itu sampai segini (09.00) belum bisa istirahat, kalau istirahat hanya makan, sekarang itu sepi cari rezeki sulit," kata dia.

Dia menceritakan saat-saat Covid-19 melanda Yogyakarta saat itu dirinya dan para buruh gendong lainnya terpuruk tak ada barang yang diangkut.

"Pas corona itu jam 9 sudah tidak ada orang, jam 10 pagi pasar tutup," ucapnya.

Merit dan buruh gendong perempuan lainnya berharap pemerintah setempat memberikan fasilitas kamar mandi secara gratis.

Karena, selama ini para buruh gendong harus membayar jika menggunakan kamar mandi, dan hal ini membebani para buruh gendong mengingat penghasilan yang diapat.

"Harapannya semoga ada toilet gratis," kata Merit.

Menjadi buruh gendong puluhan tahun menurutnya menyimpan kesenangan tersendiri, yaitu dapat memegang uang hari itu juga. Berbeda dengan karyawan yang harus menunggu sebulan sekali baru mendapatkan uang.

"Berkumpul dengan teman-teman ini juga kesenangan, kalau susahnya sih enggak ada saya enggak anggap susah. Yang penting bisa ngumpul sama teman-teman," jelasnya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/03/15/093400178/buruh-gendong-perempuan-di-pasar-beringharjo-yogyakarta-upahnya-rp-2000

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com