Salin Artikel

Alun-alun Utara Yogyakarta: Sejarah, Fungsi, dan Makna Lautan Pasir

KOMPAS.com - Alun-alun Utara atau Alun-alun Lor adalah sebuah landmark berupa tanah lapang yang tidak bisa dipisahkan dengan Keraton Yogyakarta.

Sesuai namanya, lokasi Alun-alun Utara berada di sebelah utara atau sisi depan dari Keraton Yogyakarta.

Keberadaan Alun-alun Utara juga berada pada sumbu filosofis yang ditarik lurus antara Tugu Golong Gilig hingga Panggung Krapyak.

Maka apabila wisatawan datang dari arah titik nol kilometer, maka pemandangan hamparan pasir Alun-alun Utara Yogyakarta akan segera menyambut.

Lokasi Alun-alun Utara juga berdekatan dengan lokasi incaran wisatawan seperti Masjid Gedhe, sentra Gudeg Wijilan, sentra wisata Malioboro, serta Benteng Vredeburg.

Bagian Alun-alun Utara Yogyakarta

Dilansir dari laman pariwisata.jogjakota.go.id, Alun-alun Utara Yogyakarta memiliki luas 150 x 150 meter persegi dengan dua pohon beringin kurung di tengah-tengahnya.

Dua pohon beringin kurung tersebut bernama Kiai Dewadaru dan Kyai Janadaru atau yang sekarang bernama Kyai Wijayadaru.

Sementara di sisi utara dan sisi selatan Alun-alun Utara Yogyakarta juga berdiri sepasang pohon beringin.

Sepasang pohon beringin di utara bernama Kiai Wok dan Kiai Jenggot, sedangkan sepasang pohon beringin di selatan bernama Agung dan Binatur.

Menurut Serat Salokapatra, benih Kyai Janadaru berasal dari Keraton Pajajaran, sementara Kyai Dewadaru benihnya berasal dari Keraton Majapahit.

Alun-alun Utara Yogyakarta juga dikelilingi oleh pagar yang membatasi antara bagian trotoar jalan dengan bagian tanah lapang.

Sejarah Alun-alun Utara Yogyakarta

Pada masa lalu, Alun-alun Utara Yogyakarta memiliki 64 pohon beringin yang melambangkan usia Nabi Muhammad SAW dalam perhitungan Jawa ketika beliau meninggal.

Di antara pohon-pohon beringin tersebut berjajar pendopo-pendopo kecil yang disebut bangsal perkapalan, yaitu tempat para bupati menginap dan beristirahat ketika menghadap sultan.

Ada pula dua bangsal pangurakan di pinggir sisi utara, yaitu tempat ngurak atau mengusir warga yang tidak taat pada aturan dan tempat menyimpan senjata.

Selanjutnya ada dua bangsal balemangu yang mengapit gerbang menuju Masjid Gedhe sebagai tempat untuk pengadilan agama.

Beberapa sumber menyebut bahwa permukaan Alun-alun Utara pada masa lalu tidak ditumbuhi rumput, melainkan ditutupi dengan lapisan pasir halus.

Alun-alun ini dikelilingi oleh pagar batu bata dan selokan di mana airnya dapat digunakan untuk menggenangi tanah lapang tersebut saat dibutuhkan.

Sebagai bagian dari wilayah keraton, Alun-alun Utara juga menjadi sebuah wilayah sakral dimana tidak sembarang orang diperkenankan untuk memasukinya.

Untuk masuk ke Alun-alun Utara Yogyakarta, seseorang harus memperhatikan aturan-aturan yang wajib dipatuhi.

Aturan tersebut seperti tidak boleh menggunakan kendaraan, tidak boleh mengenakan alas kaki (sepatu atau sandal) tidak boleh bertongkat, dan tidak boleh mengembangkan payung.

Hal ini dilakukan sebagai wujud penghormatan kepada Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengkubuwono.

Fungsi Alun-alun Utara Yogyakarta

Alun-alun utara Yogyakarta diketahui telah mengalami pergeseran fungsi dari waktu ke waktu.

Pada masa lalu, tanah lapang ini menjadi tempat latihan para prajurit untuk unjuk kehebatan di hadapan sultan dan para pembesar kerajaan yang menyaksikan dari Siti Hinggil.

Selain itu, Alun-alun Utara Yogyakarta juga menjadi tempat tapa pepe yaitu bentuk unjuk diri dari rakyat agar pendapat atau permintaannya didengar dan mendapat perhatian dari sultan.

Tapa pepe atau laku pepe adalah aksi duduk berdiam diri pada siang hari terik (pepe) di antara kedua pohon beringin oleh seseorang yang hendak memohon keadilan langsung kepada sultan.

Seiring berjalannya waktu, Alun-alun Utara Yogyakarta yang mulanya disakralkan sempat berubah menjadi ruang publik yang bebas dimanfaatkan oleh masyarakat.

Alun-alun utara Yogyakarta sempat dimanfaatkan sebagai lokasi parkir wisata, tempat rekreasi masyarakat, bahkan tempat menghelat panggung hiburan, dan pasar rakyat sekaten.

Makna Pasir di Alun-alun Utara Yogyakarta

Menyusul pemasangan pagar pada tahun 2020, pada tahun 2022 Keraton Yogyakarta kembali melakukan revitalisasi Alun-alun Utara Yogyakarta dengan menutup permukaannya dengan pasir.

Dilansir dari laman kratonjogja.id, alasan Alun-alun Utara ditutup dengan pasir lembut yang bermakna penggambaran laut tak berpantai sebagai perwujudan dari Tuhan yang Maha Tidak Terhingga.

Secara keseluruhan makna alun-alun beserta kedua pohon beringin di tengahnya menggambarkan konsepsi manunggaling kawula Gusti.

Adapun tujuan utama revitalisasi Alun-alun Utara adalah untuk mengembalikan fungsi tempat ini seperti sebelumnya.

Dilansir dari laman jogja.tribunnews.com, Wakil Penghageng II Tepas Panitikisma Keraton Yogyakarta, KRT Suryo Satriyanto, melalui keterangan tertulisnya menjelaskan bahwa revitalisasi dilakukan karena kondisi alun-alun utara Yogyakarta kurang ideal.

Material asli yaitu pasir disebut telah tercampur dengan banyak material lain karena kegiatan yang dilaksanakan di tempat tersebut sering tidak sejalan dengan kelestarian alun-alun.

Kondisi tersebut ditambah dengan sistem drainase yang kurang memadai.

Paniradya Pati Kaistimewaan DIY, Aris Eko Nugroho juga mengungka bahwa selama proses pengerukan Alun-alun Utara Yogyakarta memang ditemukan timbunan sampah, seperti sampah bekas tenda, bekas beton, bahkan sampah spanduk yang bertuliskan 1983.

Karena kondisi memprihatinkan tersebut, maka pihak Keraton Yogyakarta mengganti pasir yang telah tercemar dengan pasir baru.

Adapun pasir pengganti diambil dari tanah Kasultanan yang ada di Bantul.

Proses revitalisasi Alun-alun Utara menjadi salah satu upaya keraton menyempurnakan area sumbu filosofis untuk mewujudkan Yogyakarta sebagai Kota Warisan Dunia.

Sumber:
arsipdanperpustakaan.jogjakota.go.id  
pariwisata.jogjakota.go.id  
kratonjogja.id  
kebudayaan.kemdikbud.go.id  
jogja.tribunnews.com  

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/03/09/165548278/alun-alun-utara-yogyakarta-sejarah-fungsi-dan-makna-lautan-pasir

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke