Salin Artikel

Mengapa Kue Apem Identik dengan Tradisi Ruwahan?

KOMPAS.com - Masyarakat Jawa memiliki tradisi menyambut bulan Ramadhan dengan tradisi Ruwahan.

Ruwahan berasal dari kata Ruwah yaitu sebutan masyarakat Jawa untuk bulan Sya’ban dalam kalender Islam.

Ada pula yang menyebut Ruwahan berhubungan dengan istilah dalam bahasa arab yaitu ruh atau arwah.

Istilah tersebut terkait dengan anggapan masyarakat Jawa yang memandang bulan Sya’ban sebagai waktu melakukan budaya dalam bentuk ritual khusus untuk mengingat kematian seperti ziarah kubur.

Namun ada juga masyarakat Jawa di beberapa daerah yang melaksanakan tradisi Ruwahan dengan membuat kue apem.

Apem dalam Tradisi Jawa

Apem adalah jajan atau kue tradisional berbahan dasar tepung beras, santan, tape singkong, gula pasir, gula jawa dan garam.

Apabila dimasak secara tradisional, adonan kue apem tersebut akan dimasak di atas wajan dengan tungku berupa anglo berbahan bakar kayu bakar hingga matang.

Kue apem merupakan makanan sederhana yang sudah ada sejak zaman dahulu dan melekat kepada budaya masyarakat Jawa, termasuk dalam pelaksanaan beberapa ritual termasuk Ruwahan.

Hal ini karena kue apem pada zaman dahulu kerap digunakan sebagai sesaji yang memiliki nilai pengharapan, kebersamaan, dan kesederhanaan.

Sementara dalam tradisi Ruwahan, keberadaan kue apem konon dipengaruhi dari asal penamaannya.

Dilansir dari Kompas.com, nama kue apem merujuk pada kata ‘afuan, afwan, affan, atau afuwwun’ yang dalam bahasa Arab yang berarti maaf atau pengampunan.

“Dalam konteks ini, apem dipandang sebagai simbol permohonan ampun atas berbagai kesalahan. Orang Jawa menyederhanakan kata Arab ini dengan ‘apem’,” kata Travelling Chef Wira Hardiansyah ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (19/8/2020).

Kue apem juga dijadikan representasi dari hubungan manusia dengan Tuhannya.

“Tujuan penggunaanya adalah agar masyarakat terdorong untuk selalu memohon ampun kepada Sang Pencipta,” lanjutnya.

Adapun kue apem diyakini merupakan variasi dari kue Khamir di Arab yang biasa disantap untuk sarapan dan kudapan di sore hari.

Sementara dilansir dari laman Kemendikbud, kue apem disebut juga berasal dari India yang bernama Appam.

Ada pula yang menyebut bahwa masuknya kue apem ke budaya Jawa dibawa oleh Ki Ageng Gribik yakni keturunan Prabu Brawijaya dan salah satu murid Sunan Kalijaga yang baru pulang dari ibadah haji.

Apem yang Identik dengan Tradisi Ruwahan

Kegiatan pembuatan apem sebagai tradisi Ruwahan ada yang disebut sebagai Apeman atau tradisi Ngapem Massal yang menyajikan Ketan Kolak Apem.

Kue apem memiliki filosofi sebagai harapan agar manusia selalu bisa memberi maaf atau memaafkan kesalahan orang lain, yang juga dimaknai sebagai pertobatan manusia yang memohon ampun.

Jika ditarik kesimpulan, makna Apem dalam tradisi Ruwahan ini memiliki makna bahwa manusia harus selalu ingat dan memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan kepada Sang Pencipta, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Meski begitu, mengingat nilai filosofis dan historisnya yang penuh makna memang kue apem tak hanya melekat pada tradisi ruwahan saja, namun digunakan dalam perayaan dan tradisi lain dalam budaya Jawa.

Sumber:
radioedukasi.kemdikbud.go.id  
desapucung.gunungkidulkab.go.id  
kadipatenkel.jogjakota.go.id  
kompas.com  (Penulis : Syifa Nuri Khairunnisa, Editor : Yuharrani Aisyah)

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/03/05/071100978/mengapa-kue-apem-identik-dengan-tradisi-ruwahan-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke