Salin Artikel

Curhat di Twitter karena Cita-cita Anaknya "Dibunuh" Oknum Guru, Dosen Asal Bantul Berharap Ada Perubahan Kurikulum dan Guru

Dalam thread-nya, ia menyampaikan bahwa mimpi putrinya "dibunuh" oleh salah satu oknum guru pada saat duduk di bangku SMP.

Saat duduk di bangku SMP, putri Bambang memiliki cita-cita menjadi seorang penyanyi, cita-cita. Namun, saat guru SMP menanyakan cita-cita ke putri Bambang justru mendapatkan cibiran.

"Ya tidak diolok-olok, mungkin cuma sebenarnya cuma ditanya, kan yang lain-lain bilang jadi dokter, jadi polisi, kan sekelas itu beberapa orang kan. Giliran anak saya bilang gitu (menjawab penyanyi) terus gurunya tu bilang, 'mbok cita cita ki sing tenanan, mosok dadi penyanyi', (cita-cita itu yang benar, masa jadi penyanyi). Nah gitu lho, sebenarnya ya sekadar dipertanyakan aja," ujar Bambang saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Jumat (24/2/2023).

Bambang menambahkan, putrinya memang memiliki ketertarikan pada seni tarik suara ini sejak kecil. Perkataan guru ini membuat anaknya syok, hingga anaknya tak mau lagi berlatih musik sejak saat itu.

Imbasnya, saat putrinya diminta untuk bermain musik jazz dan beralih dari piano ke alat musik gesek putrinya tidak bisa memainkannya.

"Saya belikan biola, tapi kok kemudian dia merasa enggak bisa, padahal nggak mungkin harusnya apapun bisalah, karna dia suka musik. Terus cuma dia taruh aja, dia nggak mau lagi main musik. Saya pikir dulu itu ditegur sama guru musiknya itu malahan," jelas Bambang.

Saat duduk di bangku SMA, putri Bambang memilih untuk masuk ke jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), putrinya saat itu beralaaan masuk IPA karena ingin melanjutkan studi ke fakultas kedokteran.

"Lha saya pikir juga bagus kan. Benar kalau ditanya besok mau ke kedokteran. Nah karena itu cita-cita ya udah kita dorong, kita fasilitasi," paparnya.

Namun, seiring berjalannya waktu, putri Bambang justru merasa tertekan. "Sampai mengalami ya guncangan, halusinasi, sampai dirawat itu," kata dia.

Bambang sempat didatangi oleh pihak kampus putrinya dan menanyakan apakah Koas akan dilanjutkan atau tidak, mengingat aturan dari kampus mahasiswa tidak diperbolehkan cuti 2 kali berturut-turut.

"Setelah saya bicarakan dengan anak yang bersangkutan, ya intinya 'pokoknya aku ndak mau untuk nerusin Koas'. Ya sudah maka kami memang terus diminta membuat surat pengunduran diri," kata dia.

Keputusan putrinya itu membuat Bambang bingung, dan dia sempat merenung karena perjalanan panjang yang ditempuh putrinya pupus di tengah jalan.

Saat Koas, putrinya sedang dalam masa perawatan psikiater yang berdampak pada tubuh putrinya karena harus mengonsumsi obat penenang.

"Setelah selesai keperawatan itu setahun dia baru cerita kalau 'aku tu dulu waktu SMP kelas 2 itu ya dibegitukan itu,' diomongi itu sama gurunya. Nah saya itu taunya belum lama, mungkin sebulan yang lalu mungkin," beber dia.

Saat menjalani perawatan putrinya kembali mencoba untuk berlatih bernyanyi lagi namun, saat itu suaranya cenderung sumbang dan tidak bisa menyentuh nada tinggi. Tapi, hal ini disyukuri oleh keluarga karena sang anak sudah mau untuk berlatih bernyanyi kembali.

"Nah begitu sudah selesai pengobatan kembali lagi, suaranya bagus, main musiknya tuh halus, jadi kondisinya sudah seperti itu sekarang," kata dia.

Putrinya memang tergolong anak yang cerdas dalam akademik, saat ini putrinya sering diminta tolong oleh dosen-dosennya untuk ikut dalam penelitian.

Sekarang, putri Bambang bercita-cita ingin melanjutkan studi di luar negeri dengan mencari beasiswa.

Bambang yang juga sebagai dosen berharap kepada Menteri Pendidikan agar dapat merombak sistem pendidikan yang ada di Indonesia.

Bambang mencontohkan, tingkat SD seharusnya digunakan untuk pengembangan karakter siswa. Namun saat ini siswa SD justru dibebani dengan sisi akademik.

"SMP itu sudah mulai karakter psikologis, tentang hubungan sosial, lalu hubungan antar teman, hubungan lawan jenis. Di SMP itu harus ditekankan lebih dari akademiknya. Tetapi kan nyatanya tidak. Itu pertama ya, sistem kurikulum pendidikan dasar," jelas dia.

Selain itu sambung Bambang, pendidikan guru terutama SD dan SMP selama ini justru tidak membuat guru dengan jiwa pendidik, selama ini ia menilai bahwa guru hanya sekedar mengajar tetapi belum bisa mendidik.

"Kalau guru itu masih berkomentar seperti itu (mencibir siswa), dan ternyata banyak di Twitter yang ngaku baik trauma, inner child traumanya di SD maupun SMP itu kan banyak sekali yang ngaku," kata dia.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/02/25/074345578/curhat-di-twitter-karena-cita-cita-anaknya-dibunuh-oknum-guru-dosen-asal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke