Salin Artikel

Busana Pranakan, Seragam Abdi Dalem di Keraton Yogyakarta

KOMPAS.com - Abdi Dalem Keraton Yogyakarta adalah aparatur spil yang bertugas sebagai pelaksana dalam setiap organisasi yang dibentuk oleh Sultan.

Semua hal yang berkaitan dengan tugas Abdi Dalem terikat dengan aturan serta unggah-ungguh di lingkungan Keraton Yogyakarta.

Ciri khas Abdi Dalem Keraton Yogyakarta terletak pada pakaian atau busana yang disebut dengan pranakan.

Sejarah Busana Pranakan

Dilansir dari laman kratonjogja.id, awal mula busana pranakan ditetapkan sebagai seragam Abdi Dalem adalah pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono V.

Busana pranakan konon terinspirasi dari baju kurung yang dikenakan para santri putri di Banten pada pertengahan abad-19 saat Sultan berkunjung ke daerah tersebut.

Busana pranakan menjadi seragam harian yang dikenakan Abdi Dalem pria (jaler) saat mengerjakan tugas baik di dalam dan luar lingkungan keraton.

Pemberian nama busana peanakan berasal dari kata pernakan yang berarti rahim atau kandungan.

Nama pranakan juga disebut berasal dari kata ‘diper-anak-kan’ yang bermakna bahwa seorang Abdi Dalem akan dianggap seolah-olah satu saudara yang dilahirkan dari seorang ibu.

Hal ini juga terlihat dari cara pemakaian busana pranakan dengan cara dimasukkan terlebih dahulu ke bagian atas kepala atau dislobokke, yang terlihat seperti posisi ketika anak keluar dari kandungan.

Sesuai aturan, penggunaan busana pranakan oleh Abdi Dalem memiliki kelengkapan yang harus dipenuhi.

Dari bagian kepala, Abdi Dalem pria akan mengenakan udheng/dhestar/blangkon dengan gagrak atau model khas Yogyakarta dngan ciri khas mondolan di bagian belakangnya.

Selanjutya adalah Samir merupakan kain atau pita penanda yang dikalungkan di leher hingga dada yang menjadi tanda bahwa Abdi Dalem tersebut tengah melaksanakan tugas dari Sultan.

Sedangkan apabila tidak digunakan, samir akan diselipkan di bagian pinggang sebelah kanan.

Abdi Dalem juga akan mengenakan lapisan penutup pinggang yang terdiri dari tiga bagian yang dipakai secara berurutan.

Lapisan pertama adalah setagen, yaitu kain pengikat jarik yang dililit melingkari perut.

Lapisan kedua adalah lonthong atau kain polos yang digunakan mengelilingi perut untuk menutup setagen.

Lapisan ketiga atau terluar adalah sabuk dengan kepala pengait yang disebut timang.

Selanjutnya ada kain yang digunakan sebagai penutup badan bagian bawah, disebut nyamping, sinjang, bebed, atau jarit.

Kain nyamping yang dikenakan Abdi Dalem bercorak batik gagrak Yogyakarta dan di luar motif larangan.

Pemakaian kain nyamping bagian depan akan dilipat (diwiron engkol) dengan ujung paling bawah harus menunjuk ke arah kiri.

Adapun fungsi kain yang diwiron engkol ini berfungsi untuk melindungi saat Abdi Dalem saat berada di posisi jongkok atau duduk.

Untuk bagian kaki, biasanya Abdi Dalem yang mengenakan busana pranakan tidak mengenakan alas kaki apapun atau bertelanjang kaki.

Sumber: 
kratonjogja.id  

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/01/21/222318578/busana-pranakan-seragam-abdi-dalem-di-keraton-yogyakarta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke