Salin Artikel

Raperda Pendanaan Pendidikan DIY Jadi Polemik, Orangtua Siswa Khawatir Bayar Uang Bulanan

Adanya aturan itu membuat orangtua atau wali murid merasa khawatir jika harus membayar uang bulanan sekolah. Di sisi lain, sekolah negeri sudah mendapatkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), baik itu dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Salah satu orangtua murid bernama Robani menilai Raperda ini bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 31 dan juga PP No 17/2010.

"Sudah jelas dalam aturan disebutkan bahwa pungutan tidak diperbolehkan," kata dia saat dihubungi, Kamis (19/1/2023).

Bahkan dirinya menyebut adanya larangan pungutan masih dilanggar oleh beberapa sekolah. Dia mengaku pernah menjadi korban pungutan sekolah. Namun dia tidak menyebut secara pasti berapa jumlah pungutan yang dilakukan oleh sekolah.

"Pernah (kena pungutan sekolah), sumbangan peningkatan mutu. Tapi, sejak tahu aturannya saya tidak pernah bayar," kata dia.

Dia menyebut ada pengutan lain di sekolah dalam bentuk infak, kas, hingga seragam sekolah.

"Tak banyak wali murid yang tahu aturan, dan masih berpikir di swasta lebih mahal," ucap Robani.

"Khawatir nanti ada tagihan yang muncul, selama anak kami sekolah. Termasuk tagihan kelas 10 yang selama ini belum bayar," kata dia.

Orangtua siswa lainnya, Agung juga menyampaikan keberatannya. Menurutnya, pungutan akan membebani masyarakat. Terutama masyarakat kecil yang memiliki pendapatan tidak jelas tiap harinya.

"Saya memiliki gaji tiap bulan mungkin tidak terlalu berat, tapi saya yakin banyak orangtua yang tidak mampu secara ekonomi sulit bersikap dalam membayar pungutan," katanya.

Namun jika pungutan bersifat seperti sumbangan atau tidak adanya keterikatan waktu dan nominal, dia tidak mempermasalahkannya.

"Sumbangan itu ya seperti kita nyumbang di Masjid. Mau bayar berapa, kapan, dalam bentuk apa silakan saja," kata dia.

Selain itu sumbangan itu juga harus disertai akuntabilitas yang jelas. Dia mengatakan penerimaan maupun penggunaannya juga harus jelas.

"Apalagi dana nonpemerintahan, ini tidak bisa diaudit Irda (inspektorat daerah), BPK, atau auditor pemerintah lain jadi dikhawatirkan disalahgunaan oknum," katanya.

Sedangkan orangtua lain berinisial P juga menyampaian hal senada. Menurut dia jika nanti raperda disahkan maka dapat membatasi akses pendidikan bagi masyarakat.

"Kalau diminta bayar dan wajib justru membatasi akses. Apalagi kalau itu sekolah negeri," kata dia.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Didik Wardaya menjelaskan sumbangan hanya diperbolehkan dilakukan oleh komite sekolah. Sedangkan pungutan dilakukan sekolah.

"Cara pengaturannya pungutan hanya untuk menutup selisih pembiayaan yang tertuang pada APBS (anggaran pendapatan dan belanja sekolah). Misalnya dalam APBS itu kan ada sumber masukan dari BOS berapa, APBD berapa. Kemudian rencana belanja seperti apa tentu ada selisih. Nah di situ mungkin bisa melakukan pungutan walaupun kita buat ketentuan," jelas dia.

Dia menegaskan biasa operasional sekolah ada batasannya. Disdikpora DIY telah melakukan kajian soal operasional sekolah untuk SMA jurusan IPA Rp 4,9 juta per siswa per tahun. Sedangkan untuk IPS RP 4,8 juta per siswa per tahun. Sementara SMK teknik Rp 5,6 juta, non teknik Rp 5,2 juta.

"Kita hitung kemampuan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk sekolah negeri. Katakanlah, kemampuan pemerintah pusat Rp 1,6 juta, kemudian pemerintah daerah untuk SMA Rp 2,1 juta, kita tambahkan. Berarti Rp 3,7 juta. Kebutuhan maksimal IPS kan Rp 4,8. Itu ada selisih tetapi kita lihat dalam APBS-nya seperti apa tidak lebih dari itu," paparnya.

Menurut Didik dengan adanya aturan ini sekolah tidak bisa sembarangan melakukan pungutan kepada orangtua. Ia menambahkan APBS juga disahkan melalui Disdikpora DIY.

"Enggak bisa (bebas melakukan pungutan), kalau di SD dan SMP sudah ada aturan bahwa tidak boleh ada pungutan," kata dia.

Lanjut Didik siswa dengan latar belakang ekonomi tidak mampu harus dibebaskan dari pungutan tersebut.

"Siswa dengan latar belakang tidak mampu harus dibebaskan dari pungutan," jelas dia.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/01/19/212708778/raperda-pendanaan-pendidikan-diy-jadi-polemik-orangtua-siswa-khawatir

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke