Salin Artikel

Ragam Motif Batik Larangan di Keraton Yogyakarta dan Surakarta, Tidak Boleh Dipakai Sembarangan

KOMPAS.com - Dalam tradisi Jawa terutama di lingkungan keraton, terdapat ragam motif batik larangan yang penggunaannya terikat dengan aturan tertentu.

Batik larangan adalah jenis kain batik dengan motif tertentu di mana penggunaannya terikat dengan aturan di lingkungan keraton sehingga tidak boleh dipakai orang biasa.

Dikutip dari laman kratonjogja.id, motif batik larangan dipercaya dapat menciptakan suasana religius serta memancarkan aura magis sesuai dengan makna yang dikandungnya.

Tak heran jika terdapat beberapa motif batik terutama yang memiliki nilai falsafah tinggi kemudian dinyatakan sebagai batik larangan.

Motif batik larangan Keraton Yogyakarta

Di Keraton Yogyakarta, keberadaan motif batik larangan dikenal dengan sebutan Awisan Dalem.

Setiap Sultan yang duduk di atas tahtanya berhak menetapkan corak batik yang menjadi motif batik larangan.

Sejarah Motif batik larangan Keraton Yogyakarta pertama kali ditetapkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada 1785 yaitu Parang Rusak.

Kemudian pada saat Sri Sultan Hamengku Buwono VII memerintah, batik larangan ditekankan pada motif huk dan kawung.

Pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII bertahta (1921-1939), motif parang dan variasinya menjadi batik larangan yang sangat ditekankan di Keraton Yogyakarta.

Penggunaannya motif tersebut diatur secara khusus dalam “Rijksblad van Djokjakarta” tahun 1927, tentang Pranatan Dalem Bab Jenenge Panganggo Keprabon Ing Keraton Nagari Yogyakarta.

Saat ini motif batik larangan di Keraton Yogyakarta antara lain Parang Rusak Barong, Parang Rusak Gendreh, Parang Klithik, Semen Gedhe Sawat Gurdha, Semen Gedhe Sawat Lar, Udan Liris, Rujak Senthe, Parang-parangan, Cemukiran, Kawung, dan Huk.

Motif batik larangan Keraton Surakarta

Tak hanya Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta yang sama-sama pecahan dari Keraton Mataram juga memiliki motif batik larangan dengan corak yang khas.

Dalam wawancara Kompas.com dengan Dosen Batik Universitas Sebelas Maret (UNS) Tiwi Bina Affanti pada (21/5/2022) terungkap bahwa sejak terpisah akibat Perjanjian Giyanti 1955, Keraton Surakarta memang membuat busana sendiri dengan gagrak Surakarta atau gaya Surakarta.

Busana gagrak Surakarta yang dibuat Paku Buwono II berkembang dengan pesat, termasuk di dalamnya kain Batik.

Adapun aturan motif batik larangan gagrak Surakarta pertama kali dicetuskan oleh Paku Buwono III.

Oleh Susuhunan Paku Buwono III, aturan tersebut ditetapkan dalam naskah nomor 27 berupa undang-undang yang berisi larangan mengenakan pakaian dan perlengkapan pakaian tertentu di Keraton Surakarta.

Motif batik larangan pada masa itu adalah Batik Sawat, Batik Parang Rusak, Batik Sumangkiri yang bertelacap modang, Bangun Tulak, Lenga Teleng, Daregem, dan Tumpal.

Aturan motif kain batik larangan kemudian diubah oleh Paku Buwono IV melalui naskah nomor 7.

Kain batik yang termasuk larangan di Keraton Surakarta berubah menjadi Batik Sawat, Parang Rusak, Cemukiran yang memakai talacap modang, Udan Riris, dan Tumpal.

Ada pula aturan yang serupa dengan Keraton Yogyakarta, yaitu hanya raja yang boleh memakai Parang Barong di Keraton Surakarta.

Sehingga jenis kain batik yang menjadi motif batik larangan Keraton Surakarta, antara Batik Lar, Batik Parang, Batik Bangun Tulak, Batik Lengo Teleng, dan Batik Cemukiran yang berujung seperti paruh podang.

Kemudian ada juga Batik Cemukiran yang berujung lung atau daun tumbuhan yang menjalar di tanah yang diperbolehkan untuk dikenakan oleh para patih dan kerabat keraton, namun tiak boleh dikenakan orang biasa.

Sumber:
https://www.kratonjogja.id  
Kompas.com (Penulis : Desi Intan Sari, Ahmad Naufal Dzulfaroh | Editor : Anggara Wikan Prasetya, Inten Esti Pratiwi)

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/12/10/090105678/ragam-motif-batik-larangan-di-keraton-yogyakarta-dan-surakarta-tidak

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke