Salin Artikel

Biografi KGPAA Paku Alam VIII, Raja dari Kadipaten Pakualaman yang Mendapat Gelar Pahlawan Nasional

KOMPAS.com - Bandara Raden Mas Harya Sularso Kunto Suratno atau yang dikenal dengan gelarnya sebagai Sri Paduka KGPAA Paku Alam VIII adalah raja dari Kadipaten Pakualaman.

Disebut raja karena dahulu Kadipaten Pakualaman adalah satu dari empat kerajaan yang berstatus swapraja pada masa kolonial Belanda selain Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Kasunanan Surakarta, dan Kadipaten Praja Mangkunegaran.

Nama KGPAA Paku Alam VIII mendapatkan gelar sebagai pahlawan nasional pada 7 November 2022, dalam rangka peringatan Hari Pahlawan.

Dikutip dari laman setkab.go.id, pemberian gelar pahlawan nasional kepada KGPAA Paku Alam VIII antara lain karena beliau telah mengintegrasikan wilayah Kadipaten Pakualaman untuk bergabung dengan NKRI pada awal masa kemerdekaan.

Berkat jasa-jasanya, maka Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat menjadi utuh hingga saat ini.

Biografi Singkat KGPAA Paku Alam VIII

Dilansir dari pemberitaan Kompas.com (16/09/2021), Bandara Raden Mas Haryo Sularso Kunto Suratno lahir di Yogyakarta, 10 April 1910.

BRMH Sularso Kunto Suratno sempat menempuh pendidikan pertamanya di Europeesche Lagere School Yogyakarta.

Kemudian, ia melanjutkan sekolahnya di Christelijke MULO Yogyakarta dan Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta sampai tingkat candidaat.

Beliau memiliki dia orang istri yaitu Kanjeng Raden Ayu Ratnaningrum dan Kanjeng Raden Ayu Purnamaningrum.

Pada 13 April 1937, BRMH Sularso Kunto Suratno ditahtakan sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Prabu Suryodilogo.

Ia naik menggantikan mendiang ayahnya BRMH Surardjo yang bergelar KGPAA Paku Alam VII yang mangkat pada 16 Februari 1937.

Baru pada masa penjajahan Jepang di tahun 1942, beliau mulai menggunakan gelar KGPAA Paku Alam VIII.

Setelah peristiwa Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya pada 19 Agustus 1945, KGPAA Paku Alam VIII bersama dengan Hamengkubuwono IX, Paku Alam VIII mengirimkan pesan kepada Soekarno dan Hatta.

Pesan tersebut dikirim melalui telegram yang berisi tentang berdirinya Republik Indonesia dan atas terpilihnya mereka sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Selanjutnya pada 5 September 1945, secara resmi KGPAA Paku Alam VIII mengeluarkan amanat bergabungnya Kadipaten Pakualaman dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Melalui Amanat Bersama yang dikeluarkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dari Keraton Yogyakarta dan KGPAA Paku Alam VIII dari Kadipaten Pakualaman yang disetujui Badan Pekerja Komite Nasional Daerah Yogyakarta pada 30 Oktober 1945, maka terbentuklah penggabungan wilayah yang dikenal dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Selanjutnya dengan diterbitkan UU Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta, maka status DIY ditetapkan sebagai sebagai daerah yang setara dengan provinsi dengan wilayah meliputi Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, dan Daerah Kadipaten Pakualaman.

Sosok Raja di Pura Pakualaman ini kemudian diangkat sebagai Wakil Gubernur Provinsi DIY pertama mendampingi Sri Sultan Hamengku Buwono IX sejak 4 Maret 1950 hingga 3 Oktober 1988.

KGPAA Paku Alam VII juga seringkali menggantikan tugas sebagai kepala daerah karena kesibukan Hamengkubuwono IX dalam berbagai kabinet Republik Indonesia.

Setelah Sri Sultan Hamengku Buwono IX mangkat pada tahun 1988, KGPAA Paku Alam VII kemudian menggantikan posisinya sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (1988 – 1998).

KGPAA Paku Alam VII menyandang jabatan sebagai Raja Kadipaten Pakualaman selama 61 tahun yang menjadikannya penguasa negeri pecahan Mataram yang berkuasa paling lama (1937-1998).

Jabatan lain yang sempat dipangku KGPAA Paku Alam VII antara lain Wakil Ketua Dewan Pertahanan DIY (1946), Gubernur Militer DIY dengan pangkat Kolonel (1949 setelah agresi militer II).

Selain itu beliau juga pernah menjabat sebagai Ketua Panitia Pemilihan Daerah DIY dalam pemilu tahun 1951, 1955, dan 1957, Anggota Konstituante (November 1956), Anggota MPRS (September 1960), dan Anggota MPR RI Fraksi Utusan Daerah (1997-1999).

Pada 20 Mei 1998, KGPAA Paku Alam VIII bersama Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengeluarkan Maklumat untuk mendukung Reformasi Damai untuk Indonesia dalam acara yang disebut Pisowanan Agung.

Sri Paduka KGPAA Paku Alam VIII wafat pada 11 September 1998 kemudian dimakamkan di Komplek Makam Girigondo, Desa Kaligintung, Temon, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selanjutnya posisinya sebagai Raja Kadipaten Pakualaman digantikan oleh KGPAA Paku Alam IX dan posisinya sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta digantikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Read more:
setkab.go.id  
kompas.com  (Penulis : Verelladevanka Adryamarthanino | Editor : Nibras Nada Nailufar)

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/11/07/175028078/biografi-kgpaa-paku-alam-viii-raja-dari-kadipaten-pakualaman-yang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke