Salin Artikel

Datangi LBH Yogyakarta, Warga Wadas Berencana Gugat Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Warga Wadas yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) kembali mendatangi Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, pada Rabu (2/11/2022).

Kedatangan warga yang tergabung dalam Gempadewa ini untuk melayangkan gugatan kepada Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM yang memperbolehkan pertambangan batu andesit di Wadas, tanpa izin pertambangan.

Warga ingin menunjukan pada publik bahwa mereka tidak pernah letih untuk mengusir tambang ilegal dari bumi Wadas.

Marsono, salah satu sesepuh Wadas mengatakan, bahwa warga Wadas akan terus menjaga bumi Wadas dari rencana pertambangan ilegal.

Dia juga meminta kepada Mahkamah Agung untuk benar-benar memberi perhatian atas upaya hukum yang sedang dilakukan warga Wadas bersama Jaringan Solidaritas Wadas.

"Kami warga Wadas tidak ingin ruang hidup kami dirusak. Katanya negara mau menyejahterakan masyarakat. Tapi, sampai detik ini, negara terus berusaha merusak ruang hidup dan merampas ruang hidup kami yang ada di Desa Wadas. Itu namanya tidak benar," kata Marsono, melalui keterangan tertulis yang diterima, pada Senin (2/11/2022).

Ia memohon kepada Mahkamah Agung agar warga Wadas benar-benar diperhatikan, apa yang dilakukan pemerintah ini menurut dia bentuk perampasan kemerdekaan bagi warga Wadas.

"Kalau misalnya negara selama ini masih meresahkan masyarakat, kapan Indonesia ini mau merdeka. Tidak akan pernah merdeka kalau seperti ini," ungkap Mbah Marsono, pada saat konferensi pers.

Pada tanggal 28 Juli 2021, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM menerbitkan Surat Nomor T-178/MB.04/DJB.M/2021 perihal "Tanggapan atas Permohonan Rekomendasi Proyek Strategis Nasional (PSN) Pembangunan Bendungan Bener", yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Surat tersebut pada intinya memperbolehkan rencana pertambangan di Wadas dilakukan tanpa izin pertambangan.

Padahal, dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 dan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara beserta aturan-aturan turunannya, tidak ditemukan klausul atau pasal yang memperbolehkan pertambangan dilakukan tanpa izin, dengan alasan dan kepentingan apapun.

Artinya, siapapun baik perseorangan, kelompok, dan/atau badan usaha apapun hanya dapat melakukan pertambangan apabila telah mendapatkan izin, baik berupa IUP, IUPK, IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian, IPR, SIPB, izin penugasan, izin pengangkutan dan penjualan, IUUP, atau IUP untuk penjualan.

Tanpa adanya izin pertambangan, maka hal tersebut masuk dalam kategori pertambangan ilegal.

Direktur LBH Yogyakarta Julian Duwi Prasetia menegaskan, bahwa apa yang dilakukan di Desa Wadas adalah bentuk kesewenang-wenangan pemerintah kepada masyarakat, bahkan dia menyebut pemerintah sedang mencoba melakukan penyelundupan hukum.


"Enggak ada, itu klausul atau pasal dalam UU Minerba yang memperbolehkan tambang dilakukan tanpa izin. Mau untuk kepentingan nasional atau untuk kepentingan komersil, tambang tetap tambang," ujar Julian.

Kondisi itu, lanjut Julian, tambang dan segala bentuk tetap harus mengantongi izin terlebih dahulu sebelum beroperasi, jika tidak mengantongi izin maka tambang tersebut adalah tambang ilegal.

"Aturannya jelas kok. Jadi, pemerintah jangan bertindak seolah olah hukum itu sendiri yang bisa seenaknya menabrak aturan perundang-undangan," ungkap dia.

Julian juga berharap gugatan ini menjadi energi baru bagi perjuangan warga Wadas dalam mempertahankan tanahnya dari rencana tambang.

Selain itu, gugatan ini juga menjadi koreksi atas tindakan sewenang-wenang pemerintah dalam mengelola negara, sekaligus menguji integritas lembaga peradilan dalam proses penegakan keadilan bagi rakyat.

"Kami akan menyurati Mahkamah Agung untuk mengutus hakim terbaik, punya keberpihakan pada rakyat dan hak asasi manusia untuk menangani perkara Wadas ini. Putusan atas gugatan Wadas sebelumnya di PTUN Semarang cukup mengecewakan kami. Ada beberapa catatan kritis dari LBH Yogyakarta dan para akademisi atas pertimbangan pertimbangan majelis hakim. Makanya untuk gugatan ini, kami akan minta Mahkamah Agung untuk memberikan hakim terbaik," pungkas Julian.

Kepala Divisi Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Yogyakarta, Himawan Kurniadi, mengungkapkan, bahwa izin sangat krusial dalam kegiatan pertambangan, sebab memuat hak, kewajiban, dan larangan bagi pemegang izin, selain itu, izin juga memuat antara lain jaminan kelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, hak dan kewajiban pemegang izin, jaminan reklamasi dan pascatambang, penggunaan kaidah teknik pertambangan yang baik.

Tanpa izin, pertambangan dilakukan secara sewenang-wenang.

Namun, secara ideal, Wadas seharusnya tidak menjadi lokasi pertambangan, mengingat Desa Wadas menjadi salah satu wilayah dengan tingkat kerentanan tinggi bencana longsor.

Sehingga, tidak layak dijadikan sebagai lokasi pertambangan.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/11/02/195547678/datangi-lbh-yogyakarta-warga-wadas-berencana-gugat-dirjen-mineral-dan

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com