Salin Artikel

Harga Kedelai Naik, Kegalauan Perajin Tempe: Semua Sudah Subsidi, Tempe Makanan Pokok Kok Tidak Disubsidi

Perajin tempe dinilai sulit berkembang dengan kondisi ini.

“Penjual tempe hanya bisa bertahan hidup,” kata Sarija (56) di rumahnya di Pedukuhan Gunung Pentul, Kalurahan Karangsari, Kapanewon Pengasih, Jumat (28/10/2022).

Kedelai tembus Rp 700.000 per karung ukuran setengah kuintal atau sekitar Rp 14.500 per kg di pasar. Kedelai di pasaran kedelai impor.

Sarija membuat tempe bersama Jemirah (49), istrinya, sejak 2007. Dalam satu hari, mereka membuat tempe dari 10 kg kedelai setiap hari atau lebih dari 1.000 bungkus per hari.

Tempe dijual di pasar pagi Pasar Wates seharga Rp 1.000 per empat bungkus. Penghasilan kotor sekitar Rp 250.000-280.000 per hari. "Belum dihitung godhong (bungkus daun pisang), kertas dan tenaganya," kata Sarija.

Kenaikan harga kedelai membuat perajin rumahan seperti mereka selalu sulit naik kelas, tetap sebagai perajin kecil, usaha tidak bisa besar.

“Begini-begini saja. Kalau semakin hari (harga kedelai) naik terus, kita terpaksa mengisi dengan penghasilan lain. Kalau orang desa, mengisi dari hasil kelapa dan ketela. Berbeda kalau harga kedelai Rp 10.000, kami berani punya karyawan,” kata Sarijo.

Sejumlah cara digunakan agar bisa bertahan dalam kenaikan kedelai. Sebagai perajin tempe tradisional, Sarija dan Jemirah menghasilkan tempe bungkus pakai daun pisang, kertas dan dililit serat bambu.

Ia pernah menyiasati dengan mengecilkan ukuran tempe. Kini, mereka mengurangi jualan tempe Rp 1.000 per lima bungkus jadi empat bungkus.

“Di pasar, pedagang menjual ke konsumen Rp 1.000 tiga bungkus. Bisa saja suatu hari nanti Rp 1.000 per bungkus,” kata Sarija.

Di dusunnya, ada enam perajin serupa. Sementara di pasar pagi Wates terdapat sekitar 20 perajin. Perajin sepertinya melakukan hal serupa. Rata-rata perajin tempe tradisional melakukan hal serupa.

Ia mengharapkan pemerintah ikut campur tangan. Penjualan tempe sangat bergantung pada kedelai impor karena dinilai hasil produksinya lebih baik.

Bila tetap bergantung pada impor, tentu harapannya pemerintah bisa memberi subsidi untuk bahan pangan seperti kedelai agar perajin tetap bisa bertahan.

“Semua sudah menikmati subsidi, tempe belum merasakan subsidi padahal tempe itu makanan pokok juga,” kata Sarija.

Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kulon Progo, Sudarna mengungkapkan, tidak ada panen kedelai lokal Kulon Progo sehingga kedelai didatangkan dari luar daerah. Harganya tengah merangkak naik.

Pemerintah mencatat harga kedelai di pasar Kulon Progo menembus Rp 14.817 per kg kedelai impor dan Rp 14.000 untuk lokal.

Harga dipengaruhi banyak komponen termasuk transportasi. Karena itu, perajin tempe maupun tahu terpaksa kembali menyesuaikan baik soal harga maupun ukuran produk mereka.

Situasi seperti ini terjadi dan menjadi solusi bersama di masyarakat

“Penyesuaian di tingkat perajin, mulai dari harga tetap ukuran dikurangi atau ukuran tetap harga naik. Seperti itu solusi bersama yang terjadi untuk tetap produksi,” kata Sudarna.

Sudarna memastikan, ketersediaan bahan baku cukup di pasaran.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/10/28/204255678/harga-kedelai-naik-kegalauan-perajin-tempe-semua-sudah-subsidi-tempe

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke