Salin Artikel

Sejarah Hari Jadi Kota Yogyakarta yang Diperingati Tiap Tanggal 7 Oktober

KOMPAS.com - Kota Yogyakarta adalah sebuah kota di kaki gunung Merapi yang merupakan ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Secara astronomis, Kota Yogyakarta terletak di antara 07º15’24” - 07º49’26” Lintang Selatan dan 110º24’19” - 110º28’53” Bujur Timur.

Batas wilayah Kota Yogyakarta sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Sleman, sebelah Timur dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Sleman, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bantul.

Kota Yogyakarta memiliki banyak julukan mulai dari Kota Pelajar, Kota Gudeg, hingga Kota Budaya.

Diketahui hari jadi Kota Yogyakarta selalu diperingati dan dirayakan pada tanggal 7 Oktober setiap tahunnya.

Lantas apa alasan tanggal 7 Oktober ditetapkan sebagai hari jadi Kota Yogyakarta?

Kepindahan Sri Sultan Hamengkubuwono I dari Pasanggrahan Ambarketawang

Sejarah panjang berdirinya Kota Yogyakarta dimulai sejak zaman Kerajaan Mataram, setelah adanya Perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755.

Hasil Perjanjian Giyanti membuat Pangeran Mangkubumi mendapatkan setengah dari Negara Mataram dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah atau Sri Sultan Hamengkubuwono I.

Setelah itu pada tanggal 13 Maret 1755, Sri Sultan Hamengkubuwono I menetapkan bahwa daerah di bawah kekuasaannya bernama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta (Yogyakarta).

Sri Sultan Hamengkubuwono I kemudian memerintahkan rakyatnya untuk membuat Keraton di sebuah desa kecil bernama Pachetokan, di mana telah berdiri pesanggrahan Garjitowati yang dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II, yang namanya kemudian diubah menjadi Ayodya.

Sebelum Keraton tersebut selesai dibangun, Sultan Hamengku Buwono I menempati pasanggrahan Ambarketawang di daerah Gamping.

Setahun kemudian, Sri Sultan Hamengkubuwono I melakukan 'boyongan' atau berpindah dari pasanggrahan Ambarketawang ke Keraton yang telah selesai dibangun.

Hal itu juga menandai berdirinya Kota Yogyakarta atau Negari Ngayogyakarta Hadiningrat yang diresmikan pada tanggal 7 Oktober 1756.

Menurut penanggalan Jawa, peristiwa ini ditandai dengan sengkalan memet, yakni Dwi Naga Rasa Tunggal dan Dwi Naga Rasa Wani.

Sejak saat itu, hari jadi Kota Yogyakarta selalu diperingati dan dirayakan setiap tanggal 7 Oktober.

Resmi Menjadi Bagian dari NKRI

Pada masa perjuangan merebut kemerdekaan, Kota Yogyakarta juga menjadi salah satu tempat penting yang menjadi saksi sejarah perjuangan bangsa.

Bahkan ibu kota Indonesia pernah dipindahkan secara diam-diam dari Jakarta ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946 hingga tahun 1948.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 1945, Yogyakarta resmi menjadi bagian dari NKRI.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII kemudian diangkat menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DIY dari Presiden RI.

Perubahan Tata Pemerintahan Kota Yogyakarta

Pada awalnya, pelaksanaan pemerintahan di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional.

Sehingga saat itu Kota Yogyakarta belum menjadi Kota Praja atau Kota Otonom, sebab kekuasaan otonomi yang meliputi berbagai bidang pemerintahan masih berada di bawah Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Baru setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947, Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan dan Pakualaman baru menjadi Kota Praja atau Kota Otonom.

Dengan nama Haminte Kota Yogyakarta, posisi walikota pertama dijabat oleh Ir.Moh Enoh.

Hal ini kembali ditegaskan dengan keluarnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja Yogyakarta sebagai Tingkat II yang menjadi bagian Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selanjutnya walikota kedua dijabat oleh Mr.Soedarisman Poerwokusumo, di mana kedudukannya juga sebagai Badan Pemerintah Harian yang merangkap menjadi Pimpinan Legislatif bernama DPR-GR dengan anggota 25 orang.

DPRD Kota Yogyakarta sendiri baru dibentuk pada tanggal 5 Mei 1958 dengan anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955.

Setelah keluarnya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, sehingga tugas Kepala Daerah dan DPRD dipisahkan.

Selain itu dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah Harian serta adanya penggantian sebutan Kota Praja menjadi Kotamadya Yogyakarta.

Atas dasar Tap MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 dikeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah ditetapkan bahwa Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta atau Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak terikat oleh ketentuan masa jabatan

Walau begitu, Kotamadya Yogyakarta yang merupakan daerah Tingkat II yang dipimpin oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II akan terikat oleh ketentuan masa jabatan dengan syarat dan cara pengangkatan bagi kepala Daerah Tingkat II sama seperti darah-daerah yang lain.

Setelah masa reformasi, keluarlah Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang mana sesuai UU tersebut maka sebutan untuk Kotamadya Dati II Yogyakarta berubah menjadi Kota Yogyakarta.

Bentuk pemerintahannya pun berubah menjadi Pemerintahan Kota Yogyakarta yang dipimpin oleh walikota sebagai kepala daerah.

Sumber:
jogjakota.go.id  
kompas.com 

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/10/05/165433178/sejarah-hari-jadi-kota-yogyakarta-yang-diperingati-tiap-tanggal-7-oktober

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke