Salin Artikel

Tanah Tandus Lereng Bukit Menoreh Diubah Jadi Kebun Kelengkeng, Pemuda Desa Rayakan Panen Perdananya

KULON PROGO, KOMPAS.com - Warga mengenal dataran tinggi ini sebagai bukit Gunung Cekel di Pedukuhan Sambeng, Kalurahan Hargorejo, Kapanewon Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Cuacanya agak sejuk khas Bukit Menoreh awal musim hujan.

Gunung Cekel banyak ditanami pohon keras, utamanya jati dan pohon kelapa.

Tetapi, di sebuah lereng curam Sambeng, tepatnya di RT 34, situasinya berbeda sendiri. Tampak berbaris rapi pohon buah yang tingginya hanya sekitar dua meter. Pohon kelengkeng itu menyolok karena berbuah lebat siap panen.

“Berdasarkan data kami, produktivitas di awal panen ini minimal 20 kilogram per batang (panen per dana per pohon). Seiring usia, tergantung pemupukan hingga perawatan dan perlakuan yang baik terus menerus maka akan bisa lebih 100 kilogram per batang,” kata C. Beni Krisanto, koordinator pengelola lahan, Senin (3/10/2022).

Ada sedikitnya 72 pohon di kemiringan tanah ini. Sebagian pohon terlihat buahnya yang bergerombol-gerombol menggantung dengan kulit halus dan berwarna cokelat merata. Aroma kelengkeng menguar di sana.

Sebagian pohon tampak baru mulai tumbuh buahnya. Beberapa yang lain baru berbunga.

Para petani mengembangkan kelengkeng itu dengan cara booster atau diberi perangsang bunga dan buah. Cara ini membuat pohon bisa berbuah secara bergiliran sepanjang waktu, tidak hanya satu tahap saja.

Setiap 12 pohon bergantian di-booster sehingga hasilnya bisa terus berkelanjutan. Kelengkeng ini tidak pengaruh musim, namun tergantung suplai air dan perawatan. “Kita setting bisa setiap bulan ada,” kata Beni

“Sehingga ketika ada yang mau beli selalu ada buah,” kata Beni.

Dengan kelengkeng itu, maka lengkaplah lahan yang dikelola Beni dan kawan-kawan.

Kelengkeng menjadi pohon yang berbuah awal di kebun Beni. Di sana mereka menanam pohon durian, pohon alpukat, pohon lemon dan jambu kristal. Totalnya lebih dari 360 batang.

Dengan panen perdana kelengkeng yang berhasil, Beni meyakini kawasan itu bisa menjadi eduwisata atau tempat berwisata sekaligus belajar tentang perkebunan buah di masa depan. Beni menamainya RoJo Green Farm (RGF), yang diambil dari nama keluarganya di desa.

Beni berniat mengembangkan pertanian buah itu yang nantinya bisa melibatkan warga sekaligus percontohan bagi perkebunan buah di perbukitan.

Lahan tandus

Kebun RGF awalnya adalah lahan satu hektar yang terbengkalai dan tandus sejak 2002. Lahan dipenuhi semak belukar dan bambu liar.

Memang tumbuh pohon singkong, namun bukan intensifikasi atau penanaman skala besar dalam mengolah lahan yang ada.

Biasanya, masyarakat jamak mengelola lahan seperti ini dengan menanam pohon keras, seperti pohon jati dan pohon kelapa. Kedua komoditas pohon itu tidak banyak perawatan namun memberi hasil.

Pohon kelapa bisa memberi hasil yang baik setiap waktu. Sedangkan hasil pohon jati jauh lebih menggembirakan namun butuh waktu lama.

Warga sudah lama memanfaatkan lahan dengan penanaman seperti itu.

Beni mengelola lahan dengan cara lain, yakni pertanian pohon buah yang bisa memberi hasil setiap waktu.

Beni lulus Fakultas Pertanian Universitas Veteran Negeri pada 2006. Setelah itu, ia bekerja di perusahaan perkebunan sawit. Dengan ilmu dimiliki, ia membangun RGF ini di lahan keluarga.

Beni berniat mengubah pola pikir masyarakat yang membiarkan lahan tidak terawat dengan tanaman kelapa dan tanaman keras.

“Dahulu, warga banyak menanam pohon kelapa dan kayu hutan. Kayu dijual, kayu habis, lalu bingung. Kini, kita balik pola pikirnya,” kata Beni.

Beni dan beberapa petani mulai membangun perkebunan mini di lahan terbengkalai milik keluarganya ini awal Mei 2019. Mereka menanam pohon durian untuk pertama kali, dilanjutkan kelengkeng dan alpukat. Pengairan diambil dari sumur yang ada di sekitar dan Pamsimas.

Di sela-sela menanam, mereka juga menanam jambu kristal. Totalnya, ada 72 pohon kelengkeng, 72 pohon durian, 57 pohon alpukat, 80 pohon lemon dan 80 jambu.

Jambu ini ditanam karena memiliki masa panen yang cepat. Hasil dari pohon jambu kristal dijual ke pasar. Uangnya dipakai untuk menopang perawatan durian, kelengkeng dan alpukat, mulai dari kebutuhan utama berupa upah buruh tenaga kerja, pestisida untuk pengendalian hama, hingga pupuk.

“Altenatif income untuk perawatan dihasilkan pohon buah lain,” kata Beni.

Tidak sampai target tiga tahun, klengkeng dan sebagian alpukat sudah berbuah. Bahkan kelengkeng dilakukan panen perdana saat ini.

Namun RGF tidak hanya sampai panen saja. Pada lokasi ini akan dikembangkan peternakan hingga wisata.

Kelengkeng RGF dipanen bersama sejumlah pihak, seperti Panewu Kokap Yulianta Nugraha, Lurah Hargorejo Bhekti Murdayanto, Dukuh Sambeng Supardi dan banyak tokoh masyarakat setempat.

Panewu Yulianta mengharapkan kawasan RGF berkembang di kawasan strategis pengembangan wisata di DIY. Kebun buah bisa mendukung program sektor pariwisata dan pertanian.

“Kebun buah akan menambah khasanah pariwisata yang selama ini baru sebatas mengembangan wisata alam,” kata Yulianta.

Lurah Hargorejo, Bhekti Murdayanto mengharapakan kebun buah ini jadi contoh bagi kelompok tani lain.

“RoJo Green Farm membuktikan, wilayah Sambeng cocok untuk tanaman buah. Harapannya bisa dicontoh kelompok tani untuk kesejahteraan,” kata Bhekti.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/10/03/155302778/tanah-tandus-lereng-bukit-menoreh-diubah-jadi-kebun-kelengkeng-pemuda

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke