Salin Artikel

Dinilai Ada Rekayasa, Kuasa Hukum Korban Penganiayaan di Holywings Yogyakarta Datangi Polda DIY

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Tim kuasa hukum Bryan Yoga Kusuma mendatangi Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Mereka menanyakan perkembangan penanganan kasus penganiayaan di parkiran Kafe Holywings maupun di Mapolres Sleman yang dialami kliennya.

Tim penasehat hukum Bryan Yoga Kusuma yang datang ke Mapolda DIY yakni Johnson Panjaitan, Luciana Lovinda, Eka Prasetya, Moris Moy Purba, Devi Meiliyanti, dan Yonathan Andre Baskoro. Turut hadir pula Bryan Yoga Kusuma.

Usai tiba di Mapolda DIY, tim kuasa hukum beserta Bryan Yoga Kusuma lantas bertemu dengan Waka Polda DIY Brigadir Jenderal Polisi Raden Slamet Santoso.

"Kami datang ke sini dalam rangka menindaklanjuti proses yang kami anggap penuh rekayasa dan tidak transparan sehingga menimbulkan banyak presepsi dan prasangka," ujar Johnson Panjaitan, kuasa hukum Bryan Yoga Kusuma saat ditemui di Mapolda DIY, Senin (12/09/2022).

Johnson Panjaitan menyampaikan, sekarang kasus ini sekarang sedang berkembang di dua track secara pro justicia.

Pertama, kode etik profesi Polri, kemudian kedua mengenai Pasal 170 tentang pengeroyokan.

Namun demikian, Johnson Panjaitan menuturkan ada perkembangan yang sangat mengkhawatirkan dan dapat menganggu kewibawaan dan kehormatan dari institusi Polri.

Termasuk menganggu tugas dalam menyelesaikan berkas-berkas supaya adil dan transparan sehingga kemudian dilimpahkan ke pengadilan.

"Saya bersama teman-teman diterima oleh waka (Waka Polda DIY). Di situ kami menjelaskan hal-hal yang tidak beres, misalnya saja soal pelaporan ini ada macam-macam begitu terutama ada gaya-gaya yang dilakukan polisi bikin laporan tapi juga bisa merusak sistem dan tranparansi oleh teman-teman. Selain kita melapor, ada juga polisi yang sengaja melapor," ucapnya.

Johnson Panjaitan mengungkapkan Waka Polda memberikan penjelasan jika saat ini penanganan kasus sudah ditarik ke Polda DIY. Sehingga tidak ada yang ditangani oleh Polres.

"Yang juga (pasal) 170 sekarang juga ditangani Ditreskrimum jadi dua duanya sekarang sedang jalan dan mereka berjanji sesuai apa yang dengan apa yang kita kemukakan ini akan diproses sesuai dengan on the track," tandasnya.

Selain itu, Johnson Panjaitan mengungkapkan saat ini belum ada penahanan terhadap seorang terlapor berinisial KN (26).

Johnson Panjaitan menyebut, terlapor tersebut justru menyebarkan informasi bohong di media sosial dengan mencatut institusi lain yang justru bisa saja membuat adu domba.

"Apalagi keadaan lagi kaya begini, itu kita coba komunikasikan dan kita coba luruskan supaya ini on the track supaya kasusnya ini kode etik harus ditangkap, ditahan dan saya kira harus diadili dan dipecat kalau memang benar-benar (bersalah)," tegasnya.

Johnson Panjaitan berharap kasus ini ditangani dengan profesional, adil dan transparan. Jangan sampai ada kasus "bonsai" atau korting-korting baik mengenai barang bukti maupun jumlah tersangka.

"Permintaan kita supaya itu dievaluasi dan ditangani semuanya oleh pihak Polda di sini. Kemudian orang-orang yang terlibat tangkap tahan supaya jangan lagi mengulangi dan nyebar informasi yang tidak pas yang bisa merusak dan mengadu domba ke mana-mana," ucapnya.

Johnson Panjaitan menuturkan, saat ini baru ada dua oknum anggota Polres Sleman berinsial AR dan LV yang diduga terlibat. Namun sebenarnya ada lebih dari dua orang.

"Mereka baru menjelaskan dua, tetapi sebenarnya tidak dua makanya ini pengeroyokan, tidak dua, lebih dari dua. Memang yang bisa kita identifikasi ada empat, sebenarnya ada lima sampai enam yang secara jelas bisa kita identifikasi," ucapnya.

Sebenarnya dari rekaman CCTV, lanjut Johnson Panjaitan, bisa dilihat orang-orang yang terlibat dalam kasus ini.

"Sebenarnya ini bisa sangat jelas kalau CCTV-nya semua diambil dilihat dan ada. Tetapi ini semua jadi lucu karena tiba-tiba ada satu orang yang biang keroknya saya tidak sebut namanya justru main-main medsos padahal tadinya janjinya teman-teman kepolisian akan menahan dia. Dan mulai menyebut institusi-institusi yang lain," tegasnya.

Dua anggota Polres Sleman berinisial AR dan LV yang diduga terlibat dalam penganiayaan, menurut Johnson Panjaitan, sampai saat ini masih bertugas.

"Masih berdinas, karena itu juga yang sangat mengelisahkan dan yang kayak begini-begini masih bergerak begitu, makanya itu harus dituntas," bebernya.

Johnson Panjaitan menjelaskan pihaknya dapat menyebut jumlah terduga pelaku berdasarkan hasil keterangan saksi-saksi.

"Itu hasil pertanyaan-pertanyaan saya terhadap saksi-saksi, termasuk saksi yang sekarang ini sudah dilakukan pemeriksaan baik kasus kode etiknya maupun kasus pengeroyokanya. Dan disitu saya dapatkan tekanan, ancaman, Di situ saya dapatkan (informasi adanya) tekanan, ancaman juga tawaran hengki pengki (pengondisian) ini damai, ini begitu, ini begini," ungkapnya.

Sementara itu, Waka Polda DIY Brigadir Jenderal Polisi Raden Slamet Santoso mengatakan penanganan kasus dijalankan sesuai dengan prosedur yang ada.

"Tentunya dari awal pimpinan Polda dalam hal ini Pak Kapolda sudah menyampaikan bahwa dilaksanakan sesuai dengan prosedur. Dan itu sudah kita tangani sesuai dengan prosedur, mulai dari titik awal, berangkat dari TKP sampai dengan hari ini," tegasnya

Slamet Santoso menuturkan, ada hambatan-hambatan dikarenakan ada beberapa korban, saksi sampai akhir Agustus 2022 masih dalam kondisi sakit sehingga belum bisa dilakukan pemeriksaan.

"Setiap awal pemeriksaan pasti kita tanya apakah dalam keadaan sehat dan sebagainya, nah ini yang beberapa saksi termasuk dari rekan kita Bryan dan Albert yang masih sakit pada waktu itu. Sehingga baru Agustus bisa kita periksa," jelasnya.

Slamet Santoso menjelaskan penanganan kasus terus berjalan, baik untuk pidana maupun terkait kode etik. Slamet Santoso memastikan penanganan dijalankan sesuai prosedur.

"Saya pastikan bahwa kita laksanakan sesuai dengan prosedur. Tidak ada rekayasa-rekayasa ataupun obstruction of justice, tidak ada yang seperti itu," tuturnya.

Slamet Santoso menegaskan, dari awal kejadian dua anggota yang diduga terlibat sudah langsung dinonaktifkan. Kemudian keputusan akan dilakukan dalam sidang kode etik.

"Kemudian nanti begitu kita sudah sidang kode etik baru akan ada keputusannya dari sidang etik itu,  apakah dinonaktif permanen atau keputusan lain, apakah demosi atau lainnya," urainya.

Terkait proses kode etik, Slamet Santoso mengungkapkan sudah dilaksanakan. Saat ini masih dalam tahap pemeriksaan saksi-saksi.

"Sementara pemeriksaan saksi-saksi, sementara baru enam (orang saksi). Nanti mungkin bertambah lagi baik itu saksi yang memberatkan maupun yang meringankan," urainya.

Penanganan kode etik ini, menurut Slamet Santoso tidak ada tebang pilih. Pihaknya akan menindak tegas anggota yang melakukan pelanggaran.

"Ya siapapun, mau itu anaknya siapa kalau memang dia salah ya kita persalahkan, kalau dia betul ya kita benarkan. Jadi kita tidak ada yang merekayasa kasus, maupun obstruction of justice," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, seorang pria bernama Bryan Yoga Kusuma diduga dianiaya sekelompok orang di parkiran Kafe Holywings Jalan Magelang, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sabtu sekitar pukul 01.30 WIB.

Menurut perwakilan keluarga, Anung Prajotho, Bryan mengunjungi Holywings Yogyakarta bersama sejumlah teman yaitu Albert Wijaya, Aprio Rabadi, Yogi Adhika Pratistha, dan Irawan pada Jumat (3/6/2022) sekitar pukul 23.30 WIB.

Sekitar pukul 02.00 WIB, Bryan diduga diprovokasi oleh seorang yang berinisial C.

"Berujung pada perkelahian di depan parkiran Holywings," ujar Anung dalam keterangan tertulis.

Setelah itu, C memanggil temannya berinisial L yang kemudian mengumpulkan petugas sekuriti, preman, tukang parkir untuk memprovokasi Bryan.

"Saat perkelahian, Bryan Yoga Kusuma dihajar kurang lebih selama 1 jam oleh sekitar 20 orang, dan ada juga oknum polisi yang terlibat," ucapnya.

Seusai keadaan agak kondusif, Bryan dan Albert diberikan jalan tengah untuk menyelesaikan permasalahan dengan C dan L di kantor Kepolisian Resor (Polres) Sleman.

"Saat berada di Polres, Bryan dan Albert terus mendapatkan siksaan dan pukulan," ungkapnya

Anung mengatakan, sewaktu Albert meminta pertolongan kepada polisi lain yang berada di polres, petugas tidak memberikan pertolongan.

Kala itu, identitas dan ponsel milik Albert dan Bryan disita oleh pihak kepolisian.

"Pihak keluarga tidak mengetahui peristiwa ini, sampai ada pemberitahuan dari Albert pada pukul 07.00 WIB hari Sabtu, 4 Juni 2022 bahwa Bryan sedang mendapatkan perawatan intensif di RSUD Sleman," tuturnya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/09/12/183954878/dinilai-ada-rekayasa-kuasa-hukum-korban-penganiayaan-di-holywings

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke