Salin Artikel

Tapa Bisu, Tradisi Lampah Keliling Beteng di Keheningan Malam 1 Suro

KOMPAS.com - Keraton Yogyakarta dikenal dengan keistimewaan tradisnya yang masih terjaga hingga kini, salah satunya dalam menyambut 1 Suro.

Seperti diketahui, 1 suro merupakan awal tahun dalam penanggalan Jawa yang diperingati dengan berbagai tradisi.

Salah satu tradisi Keraton Yogyakarta dalam menyambut 1 Suro adalah Tapa Bisu atau Topo Bisu.

Tapa Bisu adalah tradisi tahunan yang dilakukan dengan cara berjalan mengelilingi area sekitar Keraton Yogyakarta tanpa berbicara sepatah katapun.

Tradisi Tapa Bisu Lampah Mubeng Beteng sendiri sudah dilakukan sejak zaman Sri Sultan Hamengkubuwono II untuk menyambut jatuhnya malam 1 Suro.

Rangkaian ritual Topo Bisu akan diawali dengan lantunan tembang macapat yang dilantunkan oleh para abdi dalem di Bangsal Srimanganti Keraton Yogyakarta.

Dalam lirik kidung pada tembang macapat yang dilantunkan ini terselip doa-doa serta harapan.

Tapa bisu dimulai pada tengah malam hingga dini hari, dan dimulai saat lonceng Kyai Brajanala di regol Keben dibunyikan sebanyak 12 kali.

Kemudian para abdi dalem peserta tirakat akan mulai berjalan mengelilingi beteng Keraton Yogyakarta.

Rute Tapa Bisu dimulai dari Bangsal Pancaniti, Jalan Rotowijayan, kemudian Jalan Kauman, Jalan Agus Salim, lalu Jalan Wahid Hasyim, Suryowijatan, melewati Pojok Beteng Kulon, Jalan MT Haryono, Pojok Beteng Wetan, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Ibu Ruswo, dan Berakhir di Alun-alun Utara Yogyakarta.

Dalam tradisi Tapa Bisu ini peserta akan berjalan dalam sunyi dan menempuh jarak kurang lebih 4 km.

Bagian terdepan rombongan Tapa Bisu mubeng beteng adalah abdi dalem yang mengenakan pakaian Jawa tanpa keris dan alas kaki sambil membawa bendera Indonesia dan panji-panji Keraton Yogyakarta.

Setiap panji merupakan lambang dari abdi dalem serta lima kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi Sleman, Bantul, Kulonprogo, Gunungkidul, dan Kota Yogyakarta.

Di belakang rombongan abdi dalem biasanya juga terdapat warga maupun wisatawan yang ingin mengikuti dan mengamati tradisi ini secara langsung.

Selama melakukan lampah Tapa Bisu dengan berjalan mengelilingi benteng, peserta tirakat dilarang berbicara, makan, minum, maupun merokok.

Situasi sakral dalam keheningan total selama perjalanan merupakan sebuah simbol evaluasi diri sekaligus keprihatinan terhadap segala perbuatan yang dilakukan selama setahun terakhir.

Tradisi ini juga sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, serta memohon keselamatan dan kesejahteraan untuk menyambut tahun yang baru.

Sumber:
https://pariwisata.jogjakota.go.id 
https://m.antaranews.com 
https://yogyakarta.kompas.com 

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/07/25/123219478/tapa-bisu-tradisi-lampah-keliling-beteng-di-keheningan-malam-1-suro

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke